Mohon tunggu...
Irra Fachriyanthi
Irra Fachriyanthi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu 2 putra dan 1 putri yang tinggal di Doha Qatar bersama suami tercinta. Mantan jurnalis majalah remaja yang masih ingin terus menulis!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Asmara di Tengah Bencana Akankah Berhasil?

17 September 2016   23:39 Diperbarui: 18 September 2016   00:54 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Raditya, putra Tumenggung Jaya Lengkara pergi berburu di hutan ditemani sahabatnya, Umyang. Mereka kemalaman di jalan, lalu menginap di desa terdekat, Desa Jatisari, di rumah Ki Lurah. Di sinilah, Raditya bertemu dengan Sekar Kinanti, putri cantik Ki Lurah, dan jatuh hati pada pandangan pertama. Sepertinya begitu juga dengan Sekar Kinanti. 

Ketika sedang mencuci kakinya yang kotor kena lumpu di sungai, Raditya begitu juga Umyang menjerit kaget. Mereka merasakan air sungai yang panas. Raditya juga melihat banyak pepohonan yang kering dan meranggas. Suasana pun senyap mencekam, seperi menyiratkan akan datangnya sebuah bencana.

Beberapa hari kemudian ketika mereka datang lagi ke hutan itu, Raditya melihat banyak hewan berlarian turun. Terdengar juga suara gemuruh dari perut bumi. Raditya dan Umyang pun segera memacu kudanya menjauhi hutan dan desa Jatisari yang sudah seperti desa mati karena ditinggalkan penduduknya. Ternyata seluruh warga desa Jatisari sudah disuruh mengungsi oleh Ki Lurah karena ada tanda-tanda Gunung Merapi akan meletus. Raditya lalu menawarkan diri untuk jadi relawan bagi para pengungsi. Di tempat pengungsian inilah cintanya bersemi dengan Sekar Kinanti. Raditya pun menikah dengan Sekar Kinanti, hal yang membuat kedua orangtuanya murka.

Penggalan cerita di atas adalah sinopsis dari sandiwara radio genre roman sejarah berjudul “Asmara di Tengah Bencana” besutan maestro sandiwara radio S. Tidjab. Sandiwara radio ini terobosan baru di tahun 2016 dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) sebagai sosialisasi siaga bencana alam. Diharapkan sandiwara radio ini menjadi alat yang tepat untuk menyampaikn edukasi tentang bencana dan dapat menjangkau ke pelosok daerah yang memang rentan terkena bencana alam.

Wow! Itu reaksi spontan saya ketika mengetahui program terbaru dari BNPB. Benar-benar tidak terbayangkan, suatu program yang kalau menurut saya out of the box. Kreatif sekali. Mengedukasi masyarakat melalui tayangan kreatif. Dulu, beberapa instasi pemerintah pun pernah melakukan hal yang serupa. Melalui media sinetron, beberapa Kementerian menyampaikan pesan-pesan kerjanya. Kementerian Kesehatan lewat sinetron “Dokter Sartika”, lalu Kementerian Transmigrasi lewat sinetron “Tembang Padang Ilalang’ yang masing-masing sinetron sangat hits di zamannya (yang nulis ketahuan angkatan tuwir ini, hehehe….).

Negeri Rawan Bencana yang Belum Tanggap Bencana

Ada beberapa faktor alam yang menyebabkan Indonesia sebagai daerah rawan bencana. Sebagai daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar (lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasific), Indonesia berada di atas jalur gempa. Negeri kita tercinta ini juga mempunyai banyak gunung merapi. Iklimnya yang tropis juga menyebabkan banyak tanah yang tidak stabil akibatnya sering longsor. 

Selain faktor alam, faktor non alam juga berpengaruh besar. Jumlah penduduk yang padat terutama di Pulau Jawa dan Sumatera sehingga banyak masyarakat tinggal di daerah-daerah rawan gempa. Infrastruktur yang dibangun pun tidak disesuaikan dengan kondisi alam ini. Begitu juga bangunan rumah dan gedung-gedung publiknya. 

Hal ini sesuai dengan pemaparan DR. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si.,APU, Kapusdatin Humas BNPB, masyarakat Indonesia secara umum masih belum siap menghadapi bencana. Berdasarkan 3 penelitian/kajian mengenai tingkat kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana ternyata hasilnya menunjukkan bahwa pengetahuan kebencanaan meningkat. Tetapi pengetahuan ini belum menjadi sikap, perilaku dan budaya yang mengkaitkan kehidupannya dengan mitigasi bencana. 

Contohnya, setelah 10 tahun bencana tsunami Aceh, pemukiman kembali dibangun di lokasi bencana. Begitu juga banyak pemukiman yang dibangun di tebing dan lereng perbukitan yang rawan longsor. 

Menurut DR Sutopo, meskipun peta rawan bencana gempa sudah disusun para ahli dan dibagikan kepada seluruh Kementerian/Lembaga dan Pemda, namun belum ditaati penuh sebagai dasar penyusunan kebijakan pembangunan. 

Peranan Media dalam Bencana

Ketika masyarakat belum tanggap bencana, maka media memegang peranan penting, terutama dalam hal mengedukasi masyarakat.  Karena media itu mempunyai kekuatan mempengaruhi politik, mengubah perilaku, dan menyelamatkan nyawa manusia (UNISDR, 2011).

Dalam hal mengubah perilaku ini, BNPB lalu memaksimalkan  peranan media dalam berbagai bentuk:

  1. Media online; situs dan media sosial (Facebook, Twitter) BNPB.
  2. Media cetak; poster, leaflet, flyer, brosur, buku, tabloid, majalah, koran.
  3. Media penyiaran; radio dan televisi
  4. Media tatap muka; forum komunikasi, pertemuan, jumpa pers, media gathering, seminar, workshop, diskusi.
  5. Media luar ruang; baliho, banner, spanduk, umbul-umbul, videotron, TV plasma, pameran.
  6. Pertunjukan seni tradisional rakyat (wayang, reog Sunda, dll)

Tumbuh Bersama Brama Kumbara, Arya Kamandanu dan Sembara

Kembali pada upaya BNPB mengedukasi masyarakat soal bencana melalui sandiwara radio, saya jadi teringat kenangan indah masa kecil. Masih lekat dalam ingatan, tiap sore sebelum adzan Maghrib berkumandang, pasti saya sedang memeluk radio kesayangan uwak (nebeng dengerin) di teras rumahnya mendengarkan petualangan seru Brama Kumbara dan Mantili. Mama saya sudah teriak-teriak menyuruh mandi dan bersiap ke mushala, saya masih anteng membayangkan sosok gagah Kakang Brama. Malam harinya saya akan mendengarkan pertarungan seru Sembara dan Mak Lampir. Kali ini saya mendengarkan di radio milik tetangga yang dinyalakan dengan volume tinggi. Maka jeritan dan tawa seram Mak Lampir pun menggema jadi mimpi buruk warga satu RT :) Lain jam saya akan nongkrong di rumah kakek-nenek sambil gregetan dengan kisah cinta Arya Kamandanu dan Meisin. 

Begitulah, masa kecil dan remaja saya ditemani para tokoh sandiwara radio. Mulai dari roman sejarah sampai drama modern seperti "Ibuku Sayang Ibuku Malang", hingga sandiwara lokal berbahasa Sunda seperti "Nini Kewuk" dan "Trinil". Maka jeritan, "Triniiil... kembalikan kepalaku!" jadi line paling hits zaman itu, hahaha... Saya pun sempat jadi fans beratnya Novia Kolopaking. 

Kenapa Harus Sandiwara Radio?

Sebagai media hiburan, informasi dan edukasi, radio memiliki beberapa keunggulan dibanding koran dan televisi. Dalam menyampaikan informasi kepada publik, radio lebih cepat dan langsung karena proses siarannya lebih sederhana (tidak rumit) seperti siaran TV atau media cetak. 

Radio pun terasa lebih akrab dan dekat/ hangat karena suara penyiar dapat langsung menyentuh aspek pribadi (interpersonal communication). Juga lebih fleksibel, kita bisa mendengarkan siaran radio sambil mengerjakan hal lain seperti mengemudi, memasak, belajar, membaca dan lainnya. 

Siaran radio pun bisa menembus batas geografi, demografis, suku, agama, golongan atau kelas sosial. Dan yang paling penting, perangkat radio lebih murah dibanding televisi. 

Mengapa harus berbentuk sandiwara radio? Pengalaman masa kecil saya membuktikan kalau cerita-cerita sandiwara radio itu masih melekat sampai sekarang. Entah karena itu masih kecil, belum banyak pikiran dan dosa, kalau sekarang sih sudah agak lola, hehehe....

Namun yang pasti sebagai media propaganda atau kampanye atau edukasi, sandiwara radio akan lebih menarik dan lebih diingat dibanding iklan tok! Sama seperti sinetron, film, atau buku cerita. 

Menurut Praktisi dan Konsultan Radio, Achmad Zainu, ada beberapa faktor penentu efektifitas sandiwara radio dalam memberikan edukasi kepada masyarakat:

  1. Pemilihan cerita (tema kolosal masih diminati terutama di daerah)
  2. Packaging (suara narator, dubber, musik juga efek suara) harus bisa meninggalkan jejak dalam benak dan imaginasi pendengar.
  3. Target pendengar harus tepat sasaran.
  4. Pemilihan stasiun radio harus dilakukan secara cermat, mulai dari basis pendengar yang banyak, kualitas daya siar yang memadai dan dapat ditangkap di daerah-daerah yang menjadi target edukasi. 
  5. Pemilihan jam siar yang memiliki jumlah pendengar paling banyak (pagi, sore, edisi siang atau malam).
  6. Sebaiknya satu episode diputar 2 kali. 
  7. Dilakukan survey popularitas program secara berkala.
  8. Adakan acara off air atau jumpa pendengar dengar para pendukung sandiwara radio. Dalam acara tersebut bisa diadakan berbagai kegiatan hiburan, kuis berhadiah, dan lainnya.

Tiga bulan kemudian, Raditya pulang ke rumahnya setelah menyelesaikan pendidikan keprajuritannya dengan baik. Namun alangkah marahnya dia ketika mengetahui istrinya, Sekar Kinanti tidak ada di rumah. Raditya pun memacu kudanya menuju desa Jatisari.

Alangkah terkejutnya Raditya ketika warga desa Jatisari mengatakan Sekar Kinanti sudah menikah lagi, suaminya bernama Umyang, yang tak lain sahabat Raditya sendiri. 

Bagaimanakah kelanjutan kisah cinta Raditya-Sekar Kinanti? Akankah mereka bersatu kembali? Akankah Asmara di tengah bencana ini berhasil mengedukasi masyarakat dan menjadi tanggap bencana? 

Kita doakan program edukasi BNPB yang unik dan menarik ini berhasil. Buktikan sendiri dengan mendengarkan Roman sejarah ini yang rencananya akan diputar di 20 radio, terdiri Dari 18 radio lokal dan dua radio Komunitas di seluruh Pulau Jawa.

Referensi:

Irra Fachriyanthi
FB: www.facebook.com/irfach
Twitter: @irfach
IG: @irfach

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun