Mohon tunggu...
Irra Fachriyanthi
Irra Fachriyanthi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu 2 putra dan 1 putri yang tinggal di Doha Qatar bersama suami tercinta. Mantan jurnalis majalah remaja yang masih ingin terus menulis!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Asmara di Tengah Bencana Akankah Berhasil?

17 September 2016   23:39 Diperbarui: 18 September 2016   00:54 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa harus berbentuk sandiwara radio? Pengalaman masa kecil saya membuktikan kalau cerita-cerita sandiwara radio itu masih melekat sampai sekarang. Entah karena itu masih kecil, belum banyak pikiran dan dosa, kalau sekarang sih sudah agak lola, hehehe....

Namun yang pasti sebagai media propaganda atau kampanye atau edukasi, sandiwara radio akan lebih menarik dan lebih diingat dibanding iklan tok! Sama seperti sinetron, film, atau buku cerita. 

Menurut Praktisi dan Konsultan Radio, Achmad Zainu, ada beberapa faktor penentu efektifitas sandiwara radio dalam memberikan edukasi kepada masyarakat:

  1. Pemilihan cerita (tema kolosal masih diminati terutama di daerah)
  2. Packaging (suara narator, dubber, musik juga efek suara) harus bisa meninggalkan jejak dalam benak dan imaginasi pendengar.
  3. Target pendengar harus tepat sasaran.
  4. Pemilihan stasiun radio harus dilakukan secara cermat, mulai dari basis pendengar yang banyak, kualitas daya siar yang memadai dan dapat ditangkap di daerah-daerah yang menjadi target edukasi. 
  5. Pemilihan jam siar yang memiliki jumlah pendengar paling banyak (pagi, sore, edisi siang atau malam).
  6. Sebaiknya satu episode diputar 2 kali. 
  7. Dilakukan survey popularitas program secara berkala.
  8. Adakan acara off air atau jumpa pendengar dengar para pendukung sandiwara radio. Dalam acara tersebut bisa diadakan berbagai kegiatan hiburan, kuis berhadiah, dan lainnya.

Tiga bulan kemudian, Raditya pulang ke rumahnya setelah menyelesaikan pendidikan keprajuritannya dengan baik. Namun alangkah marahnya dia ketika mengetahui istrinya, Sekar Kinanti tidak ada di rumah. Raditya pun memacu kudanya menuju desa Jatisari.

Alangkah terkejutnya Raditya ketika warga desa Jatisari mengatakan Sekar Kinanti sudah menikah lagi, suaminya bernama Umyang, yang tak lain sahabat Raditya sendiri. 

Bagaimanakah kelanjutan kisah cinta Raditya-Sekar Kinanti? Akankah mereka bersatu kembali? Akankah Asmara di tengah bencana ini berhasil mengedukasi masyarakat dan menjadi tanggap bencana? 

Kita doakan program edukasi BNPB yang unik dan menarik ini berhasil. Buktikan sendiri dengan mendengarkan Roman sejarah ini yang rencananya akan diputar di 20 radio, terdiri Dari 18 radio lokal dan dua radio Komunitas di seluruh Pulau Jawa.

screen-shot-2016-09-17-at-7-29-38-pm-57dd70275c7b61a94e831a06.png
screen-shot-2016-09-17-at-7-29-38-pm-57dd70275c7b61a94e831a06.png
Referensi:

Irra Fachriyanthi
FB: www.facebook.com/irfach
Twitter: @irfach
IG: @irfach

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun