Mohon tunggu...
Irenius Lagung
Irenius Lagung Mohon Tunggu... -

Sedang berusaha menemukan merek dan rumah kepenulisan. Coretan2ku belum sempurna, tetapi kompasiana akan lebih asyik membantu peziarah baru menemukan istana sesungguhnya, ya rumah kepenulisan dan merek-nya. Kata orang, Every Writer has an Address. Semoga aku terus MENJADI!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tarian Vera; Lamentasi ala Suku Rongga

24 April 2011   06:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:28 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selanjutnya nama-nama nenek moyang generasi berikutnya hingga orang yang meninggal dan dipestakan disebut satu per satu dalam sebuah nyanyian putik secara silih berganti oleh perempuan dan laki-laki. Para peserta tarian akan mengelilingi loka Vera dalam satu adegan sebanyak tujuh kali. Dalam acara nggua medzhe (pesta kematian tetua yang disertai dengan ritual pengurbanan kerbau dan babi) syair pembukaan yang berisisi silsilah nenek moyang dinyanyikan dan para peserta biasanya terletak di tengah-tengah loka Vera

Setelah Vera berlangsung, pihak Ana Fai ( Kerabat perempuan dari suku pemilik hajatan) melakukan ritual pemotongan babi (Wela Wawi) yang kemudian berlanjut dengan ritual  pemotongan kerbau (Wela Kamba) oleh pihak Ana Haki kerabat lelaki dari keluarga pemilik hajatan. Penyembelihan kerbau atau babi hanya dilakukan sekali ayunan parang atau tombak. Biasanya dengan satu ayunan saja kerbau maupun babi yang disembelih akan mati. Hal ini terjadi jika yang melakukannya adalah pihak yang memiliki ikatan darah langsung (Ana Haki dan Ana Fai) dari keluarga yang menggelar hajatan. Bila yang menyembelihkan bukan orang yang tepat berdasarkan pertalian darah, maka babi dan kerbau yang disembelih tidak akan mati atu sulit untuk mati. Biasanya bila hal ini terjadi akan selalu diikuti dengan bencana bagi si pelaku hingga meninggal dunia.

Ada dua jenis Vera, yakni Vera Sarjawa dan Vera Hai Melo. Vera Hai melo adalah vera syukuran, terbagi dalam beberapa bagian lagi. Sementara Vera Sarjawa adalah Vera duka yang berisi syair-syair magis sebuah suku. Jalannya masing-masing jenis Vera ini hampir sama dengan lyricknya yang berbeda-beda. Setiap lyric biasanya selalu muncul dari refleksi dan persentuhannnya dengan lingkungan dan alam sekitarnya, lalu dibahasakan dengan menggunakan perumpaan atau perbandingan. Kepiawaian menciptakan syair vera muncul dan terlontar secara spontan dalam acara Vera.

Biasanya mereka yang pandai merangkai kata selalu menjadikan Vera sebagai ajang mengadu gagasan dan  dipakai sarana kritik sosial dalam kehidupan masyarakat, yang disebut pele, yakni sindiran-sindiran terhadap kehidupan pribadi seseorang atau kampung tertentu. Salah satu contoh, untuk memperhalus kritikan untuk pasangan yang doyan berselingkuh, misalnya:

Eo seeko eo edzho Seekor //Kucing yang senatiasa dibawa-bawa

Woe ne Bheku   // Berteman dengan musang

Sekombe woe welu    // Berrduaan semalaman lalu dilepas

Di kalangan muda-mudi Vera menjadi ajang percintaan. Kata-kata rayuan muncul dan dinyanyikan tanpa melukai perasaan yang lain. Kritikan atau sindiran kerap muncul dalam acara Vera. Kegelisahan seorang perawan tua yang terjawab dengan kedatangan seorang kekasih, misalnya, tercetus dalam ungkapan Vera:

Heu lau Tedu// Pohon pinang di Tedu

Wunu penggu melu// Daunnya layu –kering kerontang

Sadho wara angi// Ditiup angin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun