Kata Vera sendiri berasal dari kata pera yang berarti menunjukkan atau mengarahkan. Dalam perkembangan kebudayaan Rongga tarian Vera kemudian digunakan untuk memperingati arwah orang yang sudah meninggal. Tarian ini diadakan setelah hari kematian hingga acara penguburan. Ritual yanga sama dilakukan setiap kali keluarga dalam sebuah rumah adat mengadakan pesta kematian anggota keuargan yang dalam adat Rongga disebut wela kamba (acara pengurbanan kerbau). Namun, tidak semua orang meninggal yang dipestakan diperingati dengan tarian ini. Vera hanya berlaku bagi orang terhormat atau tetua adat yang berasal dari suku tertentu dan rumah adat tertentu atau Sao Vera.
Jalannya Tarian Vera
Tarian ini diawali dengan upacara dalam rumah adat sebagai ritus pembukanya, berupa nggore nggote, yakni memukul gendang dan gong sepanjang hari dan pada malam hari akan dikuti dengan tora loka, ritus untuk mengusir kekuatan jahat yang menghalangi jalannya acara Vera. Setelah ritus ini dilakukan barulah tarian vera secara resmi dimulai.
Peserta tarian ini adalah kaum lelaki dan perempuan. Bila Vera dilakukan pada acara wela kamba maka yang melakukan tarian ini hanya pihak keluarga inti suku yang bersangkutan dengan pasangannya masing-masing. Tarian ini dipimpin oleh seorang yang disebut noa lako. Peserta perempuan berdiri berjejer sambil menyilang tangannya kiri dan kanan memegang tangan peserta lain. Peserta yang berada di barisan paling depan disebut ana ulu, sementara peserta di bagian paling akhir disebut ana eko.
Mereka menjalankan tarian ini secara bersamaan sambil menyilang kedua tangannya dan memegang erat peserta lainnya diiringi gerakan di tempat sambil sesekali berjingkrak ke arah kanan, mengelilingi loka vera (lokasi Vera) sebanyak tujuh kali. Sementara peserta lelaki berada di belakang peserta perempuan mengikuti pergerakan perempuan dengan berjalan sambil menyanyikan sejumlah lirik Vera yang nantinya diikuti sahutan pihak perempuan dan berlanjut dengan koor panjang yang sedap terdengar.
Biasanya dalam setiap Vera selalu diawali dengan nyanyian berupa syair yang menceritakan silsilah nenek moyang dan asal usulnya. Setiap suku memiliki syair pembuka yang berbeda-beda sesuai dengan tata urutan nama nenek moyangnya masing-masing. Suku Motu, misalnya, memiliki syair pembukaan sbb:
Weka Ture Ndhili Mai //Weka dan Ture dari seberang sana
Tu Monggo Sari Kondo //Datang dan menetap di Sari Kondo
Weka Welu Jawa Ture //Weka meninggalkan Ture di Jawa
Saka tolo longgo ngembu //Ture menunggangi punggung Lumba-lumba
Tei Motu Tanah Medzdhe //Temukantanah nan luas bagi suku Motu (terjh. bebas)