Pada waktu itu apa yang dipikirkan dalam benak seorang anak?
Sebagian besar patut diduga akan berpikir agar tak kalah atau bisa menang. Konsep awalnya adalah soal menang kalah. Winning or accepting that you have lost.
Dengan kata lain, sejak kecil sudah dibentuk persepsi bahwa menang adalah positif dan mendatangkan kebahagiaan, sedangkan kalah adalah negatif dan mendatangkan kesedihan.
Mentalitas win or lose akhirnya terbawa hingga dewasa, dan ini pun bersayap hingga menjadi modul-modul pembelajaran saat duduk di kampus.
Saya teringat saat menempuh studi Business Psychology kala itu, kami diajarkan secara khusus tentang Negotiation & Teamwork, padahal kelasnya kental dengan nuansa memahami manusia.
Pada saat itulah, saya sadar, bahwa memang dinamika dan rekam jejak manusia sudah bisa dilihat sejak dini. Bagaimana seseorang berusaha menempuh perjalanan untuk mendapatkan sesuatu.
Dinamika ini bisa ditilik lebih mendalam pada saat kita membedah tendensi/ kecenderungan kepribadian seseorang.
Dari beberapa faktor tendensi itulah integritas dapat kita nilai. Ini serupa dengan pengetahuan kita soal Emotional Quotient; yaitu diperlukan beberapa faktor penentu untuk dapat memberikan penilaian yang lebih absolut.
Jadi, kita bisa menyimpulkan bahwa aspek integritas, yang penting dalam kehidupan profesional maupun personal, dan selalu jadi pertimbangan utama dalam rekrutmen, sebenarya bisa dilihat, dicermati dan dinilai, dengan pendekatan assessment.
Ini dilakukan melalui observasi pada periode waktu tertentu, melalui rekam jejak dengan bukti/ fakta dan data yang jelas. Ini kemudian ditambah dengan membedah tendensi/ kecenderungan kepribadian seseorang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa bagaimana kita dibesarkan (upbringing) mempengaruhi bagaimana mentalitas kita pada masa dewasa.