Mohon tunggu...
Irene Monikha
Irene Monikha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

I live in Earth because this Earth have an Oxygen for me to breath.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Monumen Nasional: Cita-cita Sang Proklamator

19 Juli 2021   10:10 Diperbarui: 19 Juli 2021   10:44 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cita-cita sang Proklamator bangsa untuk mendirikan sebuah Monumen Nasional tidaklah berjalan dengan tanpa rintangan, ketika ide gagasan tersebut hendak direleasisakan Ir. Soekarno mendapat banyak kritik dari surat kabar. Salah satunya tertulis “Masih banyak gang becek di Jakarta, mengapa kita memikirkan tugu-tuguan? Akan lebih baik kalau kita punya uang, gang becek itu yang lebih dahulu diperbaiki.” Menanggapi kritikan tersebut Ir. Soekarno menjawab bahwa masalah gang-gang becek tetap menjadi sebuah kewajiban kita untuk memperbaiki, namun Indonesia tetap harus memiliki suatu tanda kebesaran yaitu melalui Monumen Nasional.

Tidak hanya dari dalam negeri, kritikan juga datang melalui Nikita Chrushchov yakni Perdana Menteri Uni Soviet. Ketika mereka bertemu di Tampak Siring, Bali pada 1960, Ir. Soekarno menceritakan rencananya untuk mendirikan sebuah Monumen Nasional. Mengetahui bagaimana kondisi Indonesia kala itu, Chrushcov berkomentar “Kalau orang sedang telanjang maka yang harus didahulukan adalah membeli celana, dan bukan sedang telanjang yang didahulukan membeli dasi". Tak hanya diam, Ir. Soekarno menangkis komentar tersebut “Lha pada waktu rakyat Uni Soviet sedang telanjang, sedang menderita, para rakyat kelaparan, mengapa Uni Soviet mendirikan lambang-lambang dan monumen-monumen?”. Setelah mendengar tangkisan Ir. Soekarno yang jitu, sang Perdana Menteri akhirnya membenarkan bahwa bagi Indonesia Monumen Nasional adalah “celana” juga.

Dari beberapa tanggapan Ir. Soekarno dalam menghadapi sindiran dan kritik tersebut, kita dapat mengetahui konsep pemikirin Ir. Soekarno dalam membangun sebuah media untuk memajukan bangsanya. Dalam upayanya memenuhi kebutuhan “celana” itu Ir. Soekarno terjun langsung untuk menyampaikan ide dan konsep bentuk detail arsitektur bangunan MONAS serta makna yang terkandung dalam simbol-simbol yang melekat pada bangunan Tugu Nasional tersebut. Tidak hanya sampai disitu, Ir. Soekarno juga turun tangan langsung dalam mengawasi proses pembangunan MONAS. Beliau mencurahkan hampir dari seluruh perhatiannya kepada pembangunan MONAS, melebihi perhatiannya kepada pembangunan Masjid Istiqlal yang bersamaan waktu dikala itu. Tugu menjadi pilihan yang tepat sebagai bentuk dasar bangunan untuk memvisualisasikan berbagai simbol kenegaraan Indonesia.

Ir. Soekarno menguraikan secara detail bahwa “MONAS harus melambangkan revolusi kita, mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia, menggambarkan dinamika negara Indonesia, mencerminkan cita-cita bangsa Indonesia, melambangkan api yang berkobar dari dalam dada kita, dan bangunannya harus bertahan selama 1000 tahun.” MONAS harus menjadi kebanggaan untuk seluruh rakyat Indonesia “Jiwa, hati, roh, serta kalbunya harus menjulang tinggi ke langit laksana Tugu Nasional sekarang ini. Bahkan lebih seribu kali tingginya agar kita mempunyai kehendak, mempunyai cita-cita, dan mempunyai tekad untuk meneruskan Revolusi ini. Pada bagian lain, Ir. Soekarno menegaskan bahwa Tugu Nasional ini akan menggambarkan kepada kita sendiri dan juga kepada dunia umum bahwa bangsa Indonesia benar-benar bangsa yang besar.

Dengan bermodalkan uang sumbangan dari masyarakat sebesar Rp. 5.884.162.000,00,13 pada tanggal 17 Agustus 1961 Ir. Soekarno menancapkan tiang pertama. Pada tahun 1965 terjadi pemberontakan G30S/PKI terhadap pemerintah. Pada akhirnya rakyat menuntut Presiden Ir. Soekarno untuk membubarkan partai PKI. Karena Ir. Soekarno telah dinilai cenderung melindungi PKI, timbullah desakan agar Ir. Soekarno meletakkan jabatannya. Dalam rangka mendesak Ir. Soekarno untuk mundur, pembangunan MONAS dijadikan sebagai salah satu isu negatif. Pembangunan MONAS dinilai menyengsarakan rakyat dan dilabeli sebagai salah satu "proyek mercusuar" dalam artian negatif. Bahkan hingga sempat terdengar "yel-yel" dari para demonstran untuk membongkar MONAS. Proyek Monumen Nasional itu telah "memakan" perancangnya sendiri. Pembangunan MONAS akhirnya sempat tersendat, namun kemudian dilanjutkan oleh pemerintahan yang baru dibawah kepemimpinan Presiden Suharto.

Penutup

Cita-cita sang Proklamator untuk membangun sebuah Monumen Nasional tersebut memiliki pengaruh besar terhadap Negara dan rakyat Indonesia. Bila disimpulkan dari sekian gagasan tentang latar belakang untuk pembangunan MONAS, maka dapat dikatakan tujuan utamanya ialah Monumen tersebut dijadikan media untuk merubah pola pikir dari rakyat Indonesia yang terjajah dengan mental “kuli”, “jongos”, dan “inlander” berubah menjadi bangsa yang bermartabat serta berkarakter Indonesia. Bangunan tersebut menjadi media dalam proses “Menjadi Indonesia” (Nation and Character Building). MONAS memiliki simbol-simbol dan multimisi dari lahirnya sebuah bangsa yang diidam-idamkan oleh Ir. Soekarno. MONAS menggambarkan revolusi dan kepribadian bangsa Indonesia, sifat dinamis dari bangsa Indonesia, cita-cita bangsa Indonesia, menyalanya api semangat patriotic bangsa, tingginya karya dan cipta bangsa, kejayaan serta kebesaran bangsa yang mampu untuk menumbuhkan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, yangakan mampu berumur 1000 tahun, sehingga pada tahun 2960 MONAS akan menggambarkan Indonesia zaman sekarang.

Namun, amat disayangkan perancang serta pewujud bangunan simbol perjuangan negara tersebut tidak dapat meresmikan bahkan menyaksikan cita-cita dan tujuannya untuk bangsa Indonesia selesai didirikan. Ir. Soekarno wafat pada 21 juni 1970, sementara pada tanggal 12 juli 1975 MONAS baru selesai dibangun dan diresmikan oleh Presiden selanjutnya yakni Soeharto. Ir. Soekarno memang memiliki jiwa patriotik yang amat luar biasa, jiwanya selalu terasa bergelora demi masa depan Indonesia, MONAS adalah salah satu bukti cintanya untuk bangsa Indonesia. Meski tidak cukup usia untuk menyaksikan impiannya terwujud, berkat Ir. Soekarno bangsa Indonesia memiliki sebuah bangunan megah yang dapat menjadi kebanggaan dan simbol perjuangan dari seluruh masyarakat Indonesia.

Daftar Pustaka

Makalah Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta pada seminar Pengembangan Museum Prasasti, 2005

Mieke Susanto (ed), Edhi Sunarso. (2010) ‘Seniman Pejuang’. Yogyakarta: PT Hasta Kreatifa Manunggal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun