Adakah yang belum tahu apa itu misoa? Misoa itu semacam mie kering yang sangat halus, yang dibuat dari tepung terigu. Teksturnya sangat halus, mudah patah dan berwarna putih. Jika sudah dimasak menjadi sangat lembut, tidak seperti mie yang kenyal, makanya saya tidak pernah mengira dia terbuat dari tepung terigu. Karena mie tidak mudah patah, sehalus apa pun mienya.
Misoa dalam kebudayaan Tiongkok melambangkan umur panjang karena itu dimasak untuk orang yang berulang tahun. Pada upacara perkawinan orang Tionghoa juga dihidangkan semangkok misoa rebus yang diberi telur rebus dua butir kepada pihak besan yang datang membawa seserahan. Pengalaman ini baru pertama kali dan mungkin merupakan satu-satunya pengalaman saya. Karena saya kurang pergaulan dengan masyarakat Tionghoa, maka pengetahuan saya mengenai masakan olahan misoa sangat terbatas.
Budaya kuliner masyarakat Tionghoa dan Tionghoa Peranakan Makassar, sangat berbeda.
Pendapat saya ini hanya berdasarkan pengamatan dalam keluarga besar saya dan pada keluarga Tionghoa di sekitar kami.
Berhubung saya penasaran karena diberitahu bahwa misoa terbuat dari tepung terigu, maka saya mencoba ngintip mbah Google. Ternyata semua yang saya klik juga bilang begitu.
Malah Jalangkotek zaman dulu, sama sekali tidak memakai soun, melainkan hanya tauge saja. Soun itu, mentahnya berwarna putih bening dan sangat alot. Makanya sebelum dimasak harus direndam air terlebih dahulu.
Kata almarhum ibu saya, soun terbuat dari kacang hijau. Kata Google, memang benar dari kacang hijau. He...he...he, bukannya saya meragukan ibu saya hanya sekadar mencocokkan. Sekarang saya balik ke kisah Misoa.
Sebetulnya di Makassar dulu di rumah orangtua saya, kami sering dimasakkan misoa. Tapi saya lupa dan baru teringat ketika perawat membawakan semangkok untuk ibu.
Mungkin ibu bisa menyantap misoa rebus itu karena teringat pula kebiasaannya dulu memasak buat kami, anak-anaknya. Puluhan tahun kemudian, ketika ibu saya sudah semakin lanjut usianya, beliau kembali sering tidak berselera makan, maka saya buatkan semangkok misoa.
Biasanya ibu hanya menghabiskan setengahnya dan sisanya tentu saya yang akan menghabiskannya. Sekarang ibu saya sudah almarhum, saya pun sudah menjadi lansia (lanjut usia=tua). Sepertinya siklus berputar kembali. Sekarang saya pun sering tidak berselera makan. Mencium aroma makanan saja sudah membuat saya mual. Maka saya teringat misoa rebus yang biasa saya masak untuk ibu.
Cukup seikat misoa, 2 buah oyong dan sebutir telur ayam yang kecil, ditambah sedikit bumbu penyedap, garam dan lada. Semua bisa memasaknya, kan ?!