Saya adalah penikmat pisang, maka jangan kaget bila saya sekali lagi menulis tentang pisang. Mengapa saya sangat kagum akan pisang? Di samping rasanya yang enak dan mudah ditanam, makan pisang juga bergizi.
Selain itu, saya merasa pohon pisang adalah pohon yang unik. Bila saya merenung, kok hidupnya mirip dengan kehidupan manusia ya. Begini, coba simak. Pohon pisang setelah ditanam akan berbiak berupa tunas sebelum berbuah. Setelah buahnya dipanen, pohonnya akan mati. Demikian seterusnya. Sama tidak dengan manusia? Setelah menyelesaikan tugas di kehidupan ini, kita akan mati dan digantikan oleh anak-anak kita. Dari generasi ke generasi dan seterusnya.
Hehehe... hasil renungan yang ada-ada saja, ya?! Â Entahlah, tapi ini betul hasil renungan saya, lho.
Sekarang kita ke topik, Unti Bulaeng, pisang khas Makassar.
Unti dalam bahasa Makassar berarti 'pisang', sedangkan bulaeng berarti 'emas'. Jadi artinya 'pisang mas', begitu biasa sebutan untuk pisang kecil-kecil yang warnanya memang kuning keemasan. Saking cantiknya, oleh perajin Bali dibuat pohon dan buah tiruan dari kayu. Tapi itu adalah pisang mas pada umumnya, bukan pisang mas khas Makassar atau unti bulaeng.
Jenis-jenis pisang di Makassar namanya diawali unti, tapi ada juga yang tidak. Di bawah ini beberapa contoh-contoh pisang yang kami kenal.
Unti Te’ne’ = Pisang Raja
Unti Bainang =Â Pisang Kepok
Unti Tanruk =Â Pisang Tanduk
Unti Dadi =Â Pisang Raja Sereh
Dan masih ada yang lain.
Kecuali pisang ambon, pisang ini tidak disebut unti ambon, melainkan tetap disebut pisang ambon. Demikian juga dengan pisang mas yang umum, tetap disebut pisang mas. Hanya pisang mas yang khas Makassar yang disebut unti bulaeng, bukan juga unti mas. Unik, bukan?!
![Dokumen pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/12/15/pisang2a-58526e2c737a61b22016b0b2.jpg?t=o&v=770)
Unti bulaeng ini, bentuknya juga unik, bisa Anda simak di foto yang saya sertakan. Buahnya agak panjang tapi langsing. Saya membayangkan seperti jari-jari tangan yang berisi. Buahnya terasa manis dan beraroma wangi yang khas. Biasanya diijual per tandan. Mungkin karena buah dan tandannya kecil. Entah apa alasan sesungguhnya.
Dulu, ibu saya selalu membeli dua tandan dan menggantung di dekat pintu dapur. Ketika kami pulang sekolah, pasti berebutan memetik langsung dari tandannya. Tidak sampai besok, pisang itu akan tertinggal tangkai tandannya saja. Maklum kami delapan bersaudara dan semuanya keturunan monyet. Hahaha…!
Waktu itu banyak dijual di pasar dan oleh pedagang keliling yang naik sepeda, disebut pagandeng. Beberapa tahun terakhir, sudah lama juga, saya masih menjumpai pedagang keliling mangkal di Jalan Somba Opu Pasar Baru Makassar, di depan toko-toko emas.
Untungnya, saya berhasil menanam unti bulaeng. Ini sudah lebih dari 15 tahun yang lalu. Seorang kerabat saya, yang kini telah berpulang, bermurah hati membawakan bibitnya dari Makassar. Waktu itu masih leluasa membawa tanaman ikut naik pesawat udara. Hehe... sekarang sudah ngga boleh, ya?!
Sedikit catatan, unti bulaeng yang saya tanam pada awalnya bentuk buah dan rasanya, sama persis dengan asli. Sekarang kok rasanya ada sedikit penyimpangan bentuk maupun aromanya. Namun bisa juga saya yang keliru, saking fanatiknya saya bahwa pisang ini hanya cocok tumbuh dan berbuah di Makassar.
Seandainya lahan saya cukup luas, akan saya tanam yang banyak. Saya akan menjadi penjual unti bulaeng yang pertama di Jakarta. Beda-beda dikit, orang lain tidak akan tahu. Asyik, bukan? Agar banyak yang bisa turut mencicipi pisang yang imut dan enak ini.
![Dokumen pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/12/15/pisang2-58526e57137b61c11c71b75c.jpg?t=o&v=770)
Dengan segala keunikannya, sayang sekali jika pisang ini dibiarkan saja. Semoga unti bulaeng khas Makassar ini dilestarikan, jangan sampai punah. Malah bila mungkin, unti bulaeng ini dijadikan buah ikon Kota Makassar.
Akankah? Semoga... Mari, kita peduli!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI