Mohon tunggu...
Irene Maria Nisiho
Irene Maria Nisiho Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

Nenek 6 cucu, hobby berkebun, membaca, menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Simpang Gadog Sengaja Dipersempit?

24 Mei 2016   17:03 Diperbarui: 24 Mei 2016   19:25 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menghindari macet, maka berlibur ke Puncak kami lakukan pada hari biasa atau hari kerja. Selama bertahun-tahun, kami selalu menghindari akhir pekan dan hari raya. Itu pun kami pernah terjebak pemberlakuan searah yang situasional.

Nah, pada hari Kamis, tanggal 19 Mei 2016, kami masuk tol Jagorawi sekitar pukul 10.30 WIB. Lalu lintas lumayan ramai, tapi lancar.

Sesaat setelah keluar pintu tol Ciawi, kendaraan semakin padat dan mulai tersendat. Kendaraan yang tadinya dua lajur mulai menjadi tiga lajur. Biasa, karena pengendara tidak disiplin bila tidak ada polisi. Kami yang tadinya di lajur yang benar, terpaksa terdorong ke samping. Kendaraanpun macet.

Saat itu mulai berdatangan joki jalan alternatif menawarkan jasa. Kata mereka, jalur searah dari Puncak baru diberlakukan.

Banyak juga kendaraan yang memutar arah dan ada yang terpikat mengambil joki untuk masuk jalan alternatif.

Pedagang asongan pun ramai menawarkan dagangannya. 

Saya sempat melihat dua orang pengemis duduk di atas aspal jalan di antara lajur kendaraan yang merayap tersendat. Walau kendaraan merayap, tetap saja duduk di jalan itu berbahaya.  Sayang, sama sekali tidak ada petugas yang menertibkan. 

Karena kendaraan tetap bisa bergerak maju, walau hanya setiap beberapa meter, ini berarti bukan penutupan searah, dong! Tapi apa penyebab kemacetan, tidak bisa terjawab.

Arus kendaraan dari arah Puncak ke Jakarta sangat lancar, hanya oleh satu dua kendaraan, jadi jelas bukan penutupan searah.

Jadi kami memutuskan akan terus berkendara sampai di traffic light untuk melihat apa yang menyebabkan kemacetan parah ini.

Penyebabnya ternyata, jalan dipersempit dengan pembatas jalan yang fleksibel itu  (pembatas berwarna oranye yang bisa dipindah-pindah sesuai kebutuhan ), sehingga jalan hanya bisa dilalui satu kendaraan atau satu lajur. 

Bottle neck tidak terhindarkan.

Inilah penyebab kemacetan yang parah. Bayangkan dari tiga lajur dipaksa nenjadi satu lajur, diperparah pula oleh ulah pengendara yang berebutan. Siapa yang kuat dan nekad, dia duluan yang jalan.

Ironisnya, tidak satu pun petugas yang hadir di situ.

Seandainya jalan tidak dipersempit dan pengendara mau antri dengan tertib, bergantian melewati jalan sempit itu, maka pengalaman yang tidak menyenangkan itu pasti bisa dihindari atau diminimalkan.

Iya, karena selepas Vimala Hills kendaraan langsung lancar.

Bayangkan, dari keluar tol Ciawi sampai terlepas di Vimala Hills butuh waktu satu jam lebih lima menit. Malah mungkin lebih. Seandainya saya tidak dalam kondisi kurang sehat, saya pasti akan turun ke jalan dan mendorong penghalang-penghalang tersebut. Hehehe...kan nggak ada Pak Polisi yang akan menangkap saya.

Saya tidak tahu ulah siapa itu yang menciptakan bottle neck. 

Biasanya jalan itu dilalui dua lajur kendaraan dan kami happy-happy saja lewat, tidak harus sengsara kecapean dan menanggung lapar. Boros BBM pula, dan menambah polusi udara di daerah sekitarnya.

Kejadian ini berhari-hari mengusik saya, maka jadilah saya menulis artikel ini. Ya, cuma ini yang bisa saya lakukan.  Hehehe...sayang, ya?!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun