Bisa! Kan, kami merawatnya.
Caranya. setiap kali panen rebung, kami tidak memotongnya dari pangkalnya, kami sisakan kira-kira tiga centi atau lebih, maksudnya supaya tidak merusak mata tunas, yang ada di pangkal rebung. Lagi pula dipotong sampai pangkal habis, juga percuma, karena bagian pangkal biasanya sudah keras. Kemudian di bekas potongan itu, kami timbun dengan sampah-sampah daun yang telah lapuk.[caption caption="Sisakan pangkal untuk menumbuhkan rebung"]
Â
Biasanya dari pangkal rebung yang kami sisakan itu, akan tumbuh tunas-tunas rebung yang baru. Jadi begitulah, sehingga saya bisa panen sepanjang tahun. Asyik, bukan?!
Saya membaca di Tabloid Kontan, tanggal 10 Agustus-16 Agustus 2015, Peluang Budi Daya Rebung Bambu, ternyata Rebung Betung Kalimantan, katanya yang paling enak.
Saya belum pernah tahu, ada rebung yang lebih enak dari rebungku. Atau..., jangan-jangan cikal bakal, Bambu Betungku berasal dari Kalimantan?! Hanya bung F. Rahardi yang bisa mengidentifikasi... hehehehe!
Seharusnya perkebunan bambu digalakkan, karena ada begitu banyak keuntungan yang bisa diraih, dari segi ekonomi, maupun untuk kelestarian lingkungan.
[caption caption="Bersama rebung panenanku"]
"Kebangetan, ya?!" "Maaf, saya ngerti kok, benar memang ribet dan butuh ketekunan."
Dalam hal iris mengiris rebung, saya belum tersentuh teknologi modern, masih dengan cara tradisional, secara manual memakai pisau yang tajam.
Rebung yang siap panen, tidak bisa disuruh menunggu. Dalam hitungan hari rebung itu akan melejit tinggi, menjadi bambu muda.