Mohon tunggu...
Irene Cynthia Hadi
Irene Cynthia Hadi Mohon Tunggu... Editor - Editor

Just an ordinary girl from Surakarta, who writes perfect moments at the perfect time...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

A Short Trip to Bali: Vitamin Sea (Part 1)

4 Mei 2016   10:48 Diperbarui: 26 Agustus 2016   16:57 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suluban atau Blue Point?

Pukul 11.00 WITA. Setelah melalui satu jam perjalanan berbekal aplikasi dan GPS, akhirnya kami berhasil sampai ke Pantai Blue Point. Atau sebenarnya, itulah yang kami kira. Kami masuk ke sebuah jalan kecil. Di ujung jalan kecil itu nampak sebuah pintu yang tertutup. Motor-motor diparkir di kiri kanan jalan itu dan sebuah gubug kecil dibangun di ujung jalan, tepat di depan tangga yang entah menuju ke mana. Beberapa ibu-ibu duduk di dalam gubug sambil menjajakan kaos dan topi. Sebuah tulisan terpampang di tengah jalan, bunyinya ‘Pantai Suluban, parkir motor Rp 3.000,00’.

Kami mengernyitkan dahi lalu saling bertanya satu sama lain, “Beneran nih petanya? Ini pantai Suluban bukan Blue Point.” Kami pun turun dan bertanya ke ibu-ibu yang duduk di gubug. Ya, setelah melalui percakapan singkat, kami akhirnya tahu bahwa Pantai Suluban adalah pantai Blue Point itu sendiri (wealah.). Nah, ternyata Blue Point adalah nama resort yang berada di atas pantai Suluban sehingga pantai ini akhirnya juga disebut Pantai Blue Point.

Kami segera parkir dan turun ke bawah, melalui tangga yang sangat banyak dan lumutan. Di samping kanan dan kiri terdapat pohon-pohon hijau yang lebat dan menjulang tinggi. Wew...kelihatannya keberadaan pohon-pohon inilah yang membuat kami digigitin nyamuk selama perjalanan. Jadi ada baiknya Anda pakai lotion anti nyamuk kalau berkunjung ke sini. Semakin menurun dan semakin menurun. Kami berpapasan dengan beberapa wisatawan asing yang membawa papan surf mereka. Di bawah, kami menemukan banyak restoran dan toko-toko yang menawarkan berbagai aksesoris, peralatan surfing serta oleh-oleh khas Bali.

Setelah tanya-tanya sejenak (karena kami nggak tahu kemana arah pantainya), kami pun akhirnya menemukan tangga yang lebih curam, menuju ke sebuah gua kecil. Kami turun (dengan perasaan deg-degan) dan berhenti tepat di tengah-tengah tangga. Di sanalah kami akhirnya melihat Pantai Suluban yang terletak nun jauh nan curam di bawah sana. Kesan pertama saya adalah.......oh my God! Masih ada satu tangga curam (yang ini bener-bener curam banget!) nan sempit yang begitu mengerikan harus kami lalui untuk menjangkau pantai itu.

Hadeuh...saya menyerah. Melihat tangga itu rasanya sudah hayub-hayuben saking takutnya. Okey, saya akhirnya cuma liat-liat dari atas, dari antara dua tebing batu yang ada di samping kanan kiri tangga, bersama dengan satu teman saya. Kami berdiri di pinggir sambil melihat ke bawah. Nampak Pantai Suluban diapit tebing-tebing besar. Ombak yang datang berdebur-debur menghantam tebing-tebing itu. Beberapa wisatawan menyeberang lewat bebatuan di bawah tebing gua. Di sana saya melihat sebuah tangga yang membawa para wisatawan menuju ke atas tebing.

20160310-110455-57296cbfb27e6121053e8e4d.jpg
20160310-110455-57296cbfb27e6121053e8e4d.jpg
Pantai Suluban yang dikelilingi tebing curam (Sumber: dokumentasi pribadi)

Dua teman saya memberanikan diri turun ke bawah. Sembari melihat-lihat dari atas, kami juga mengamati wisatawan-wisatawan yang melewati kami dari tangga atas. Wow...tiba-tiba ada pasangan Korea yang lewat bersama seorang guide Indonesia.  Setelah berhenti sejenak di samping kami dan melongok ke bawah, si cewek Korea akhirnya mengurungkan niat untuk turun dan mereka pun kembali naik. Hehehehe... Tak lama setelah kedua teman kami naik, kami kembali naik untuk mencari restoran di atas pantai demi mengisi perut yang keroncongan gara-gara cuma sarapan mi cup pagi tadi.

Kami duduk di bawah meja kayu berpayung dengan pemandangan langsung ke arah laut. Indah sekali! Hamparan laut biru yang begitu luas dihiasi ombak putih terpampang di hadapan kami. Kami segera memesan makanan, tepatnya satu porsi nasi putih dengan sate ayam seharga Rp 28.000,00. Hohoho..agak lama kami menunggu sembari mengamati bule-bule yang asyik mengurus papan surf mereka. Singkat cerita, kami makan dengan lahap, beranjak, naik tangga lagi -_- (lemes dan laper lagi pas sampai ke atas) dan cao ke Pantai Padang-Padang.

Padang-Padang, pantai legendaris yang sempet nongol di film Eat, Pray, Love

Asyiknya mbonceng motor adalah bisa mengamati apa aja yang ada di kanan dan kiri jalan sambil menikmati angin sepoi-sepoi. Hmm..bikin ngantuk deh pokoknya. Eh..kok ceritanya jadi begini sih?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun