Kurang lebih sudah sekitar delapan bulan sekolah ditutup dikarenakan wabah virus Covid-19 yang mengharuskan para peserta didik untuk belajar di rumah. Seringkali peserta didik maupun orangtua bertanya-tanya, kapan sekolah tatap muka akan dibuka kembali? Apakah benar sekolah akan dibuka pada Januari 2021? Â
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim beserta Satgas Penanganan Covid-19 sudah memperbolehkan sekolah-sekolah yang berada di daerah zona hijau maupun zona kuning untuk membuka kembali sekolah tatap muka. Namun, Satgas meminta untuk sekolah-sekolah yang berada di daerah zona merah dan oranye untuk tidak membuka sekolah tatap muka terkait dengan risiko penularan Covid-19 sehingga masih harus dilakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
Menurut Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, sudah ada 92 kabupaten/kota (data per 7) Juni yang berada di zona hijau yang artinya sekolah sudah boleh dibuka di wilayah tersebut. Selain zona hijau tercatat pula 136 daerah yang berada di zona kuning yang artinya berisiko rendah penularan virus Covid-19. Sedangkan untuk daerah DKI Jakarta, Gubernur Anies Baswedan sendiri sampai saat ini belum mengizinkan sekolah di DKI Jakarta untuk dibuka.
Sementara itu, beberapa pemerintah daerah telah memasukan rencana pembukaan sekolah sebagai kebijakan new normal. Wacana pembukaan sekolah pada Januari 2021 tersebut masih banyak mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Beberapa orang setuju untuk dibukanya sekolah tatap muka pada Januari 2021. Dilihat dari sisi psikologi, para peserta didik sudah mulai merasa jenuh dengan sistem pembelajaran jarak jauh ini. Tidak bisa dipungkiri jika sekolah online justru lebih melelahkan bagi anak-anak. Mendengarkan materi yang dijelaskan bapak atau ibu guru secara online melalui Zoom, lalu mencatat materi tersebut.Â
Bahkan beban tugas yang diberikan pun lebih banyak dibandingkan saat sekolah offline yang menyebabkan anak-anak menjadi stres dan tertekan. Suasana belajar di ruang kelas serta bertemu dengan teman-teman di sekolah merupakan hal-hal kecil yang tentu saja sangat dirindukan dan ditunggu-tunggu oleh sebagian besar peserta didik.Â
Selain itu, pembelajaran jarak jauh seperti ini juga menambah kekhawatiran guru maupun orangtua akan kemampuan peserta didik dalam menyerap materi pembelajaran yang diberikan, karena nyatanya saat praktik langsung saja para peserta didik belum tentu mengerti akan materi yang disampaikan.
Ada beberapa opsi yang dikemukakan jika sekolah kembali dibuka, seperti memberlakukan sistem shifting, membatasi jumlah siswa masuk, serta menerapkan protokol kesehatan. Salah satu negara yang sudah membuka kembali sekolah tatap muka adalah Denmark. Denmark merupakan negara pertama di Eropa yang kembali membuka sekolah dan penitipan anak. Pembukaan sekolah telah dilakukan sejak 15 April, di mana anak-anak yang diizinkan kembali ke sekolah adalah mereka yang berusia 2 hingga 12 tahun.
Di samping itu, banyak juga masyarakat khususnya orangtua yang tidak setuju dibukanya sekolah pada Januari 2021 disaat wabah Covid-19 belum tuntas di Indonesia. Sebagian besar orangtua merasa khawatir akan keselamatan anak-anak mereka jika harus kembali ke sekolah dalam waktu dekat.Â
Jika sekolah kembali dibuka, maka akan terjadi interaksi secara langsung serta kemungkinan besar terjadinya perkumpulan. Epidemilog dr Dicky Budiman M.Sc.PH, PhD(Cand) Global Health Security tidak menyarankan untuk  membuka sekolah pada situasi yang belum benar-benar baik. Menurutnya, membuka sekolah pada masa pandemi ini berisiko memunculkan gelombang kedua virus Covid-19. Ia juga menambahkan, menurut studi yang di terbitkan Sera et al pada tahun 2012, menunjukkan bahwa seluruh sekolah akan tutup jika 0,1 persen populasi mengalami sakit atau pandemi.
Kita dapat mengambil contoh beberapa negara yang kembali menutup sekolah-sekolah akibat adanya penambahan kasus baru terkait virus Covid-19. Seperti di Korea Selatan, melansir BBC News pada bulan Mei lalu yang memulai kembali aktivitas belajar di sekolah setelah negara itu melonggarkan pembatasan. Terdapat 79 kasus tambahan baru sehari setelah dibukanya sekolah di negara itu. Munculnya kasus baru tersebut sebagian besar dikarenakan beberapa perusahaan yang tidak mematuhi langkah pencegahan infeksi, sehingga diharuskannya 200 sekolah untuk kembali ditutup.Â