Mohon tunggu...
Ira Wulandari
Ira Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Karena sudah muak memendam pikiran-pikiran ini, jadi saya putuskan menyebarkannya di sini. Selamat membaca.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Memang Bukan Untukku, Takdir Itu

20 Agustus 2024   10:52 Diperbarui: 20 Agustus 2024   10:54 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Shay Wood: https://www.pexels.com

Jadi, bagaimana aku bisa tenang jika aku masih mempermasalahkan hal-hal yang tidak ditakdirkan untukku?

Semakin jauh, aku memaksa diriku untuk mendegarkan siniar, membaca buku, melihat lingkungan sekitar, mendalami agamaku. Semuanya mengatakan bahwa terimalah hal yang tidak ditakddirkan untukmu. 

Aku tidak akan bilang aku langsung berubah setelah melakukan itu semua. Tetap memerlukan waktu yang lama hingga aku sadar bahwa aku tidak boleh seperti itu lagi. 

Titik Penerimaan

Apa sih yang membuat orang sadar bahwa takdir yang bukan untuknya ternyata memang bukan yang terbaik untuknya? Ya, takdir lain yang disukainya menjadi takdirnya. Aku mengalami itu. 

Malu rasanya ternyata selama ini aku salah dan Tuhan benar. Tetapi, memang seperti itulah manusia diciptakan.

Setelah mendengar dan membaca banyak nasehat tentang penerimaan, akhirnya aku bisa menerima semua itu setelah ada satu takdir yang aku sukai sehingga aku berpikir memang inilah jalan yang terbaik. Malu rasanya ternyata selama ini aku salah dan Tuhan benar. Tetapi, memang seperti itulah manusia diciptakan.

Pandanganku terhadap dunia berubah. Lucu, rasanya dunia menjadi lebih hangat dan terang setelah kubisa menerima takdirku.

Kini aku tidak lagi dan tidak ingin lagi menyalahkan takdir. Hal-hal yang bukan untukku memang tidak aku butuhkan. Keinginanku akan takdir yang bukan untukku hanyalah egoku saja.

Meskipun begitu, aku tetap memvalidasi perasaan ketidakterimaanku terhadap hal-hal itu. Wajar saja bagi seseorang merasa kecewa karena keinginannya tidak terpenuhi. Namun, sikap selanjutnya tidak membuatku menjadi orang yang menghancurkan diriku sendiri.

Sekarang aku masih terus berlajar mengenai kehidupan ini. Aku masih manusia biasa yang penuh dengan kesalahan. Aku juga bukankah orang bijak yang bisa memaknai hidup ini dengan mudah. 

Namun, justru itulah serunya hidup menjadi manusia biasa, kita terus berusaha mempertanyakan sesuatu dan mencari jawaban.

Inilah perjalananku dalam memahami takdir yang bukan untukku. Namun, tentu tidak akan selesai di sini saja. Aku masih manusia biasa, banyak hal yang akan terjadi yang mungkin membuatku menjadi buruk lagi. Aku harus terus selamanya belajar mengenai bagiamana hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun