Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana solusi keluar dari zona Jompo sebelum waktunya (Seri Diskusi Mblarah #14)

19 Desember 2024   15:09 Diperbarui: 19 Desember 2024   15:09 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto karya pribadi Eko Irawan untuk Seri Diskusi Mblarah #14 Desember 2024

Teman ketiga, tukang bangunan. Tiap hari dia melakukan perjalanan pakai sepeda motor hampir 60 km Pulang Pergi seperti yang saya lakukan. Kok Ndak cari job terdekat, ternyata kita tinggal di desa, ada peluang tapi gajinya minim. Jika mau lancar job di bangunan, ya harus gabung berbondong bondong ke kota dimana pembangunan lagi gencar. Sementara di desa, di wilayah kota satelit pinggiran.....

Teman keempat, seorang scurity. Berangkat subuh. pulang ke rumah nunggu 3 hari kerja, libur satu hari esoknya terjadwal seperti itu lagi. Dia kerja ke kota Surabaya, jadi harus naik kereta api saat berangkat dari malang.

Teman kelima, seorang sales rokok yang harus melakukan perjalanan promosi dan kirim dagangan hingga jauh keluar kota.

Kurang lebih seperti itulah kelompok diskusi Mblarah kali ini. Semua bermasalah dengan jarak ketika kerja harus jauh. Dipaksa tak bisa memilih dan terpaksa harus bertahan. Andai usia sudah diatas 30 tahun, hendak resign pertimbangannya, apakah ada lowongan kerja terdekat yang menjamin kebutuhan hidup diri dan keluarganya.

Yang idealis, pasti memilih resign dengan alasan jarak, tapi resikonya nganggur. Teman yang lain terpaksa jadi ojek online. Yang pandai teori dan banyak omong, pasti koar koar. Tapi ujungnya, rokok aja nebeng. Lha nganggur tidak ada aktivitas yang memberikannya penghasilan. Tentu yang seperti ini tidak layak dicontoh karena hanya pandai membuat alasan, tapi tanggung jawab membahagiakan diri sendiri saja pakai alasan.

Terpaksa jauh jadi pilihan karena saat cari kerja dan dapatnya ditempat jauh, maka bagaimanapun juga harus ditempuh, wajib dijalani. Mereka yang resign pada akhirnya kesulitan cari kerja lagi yang layak. Apalagi saat umur semakin bertambah, bukan makin gampang diterima kerja ditempat baru, tapi pasti lebih sulit. Apalagi usia sudah 45 tahun, tak ada instansi mau menerima kerja. Seperti yang umum kita ketahui, salah satu persyaratan kerja, selain umur, soal status, ternyata banyak yang mencantumkan berpenampilan menarik dan siap bekerja dalam tekanan. Terus bagaimana mereka yang asli punya fisik tidak menarik, pasti ditolak lamaran kerjanya. Terus yang demikian, mau kerja apa ? Jadi sekalipun jarak jauh, kesimpulannya tetap bertahan walau akhirnya dipaksa jompo sebelum waktunya.

Karena Harga properti naik terus

Bertempat tinggal di kota satelit, tentu sebuah pilihan realistis yang mau tidak mau wajib mau tanpa bisa menolak. Idealnya kerja dan rumah itu tidak terlalu jauh, sehingga perjalanan ke tempat kerja tidak menghabiskan waktu. Ternyata ini jadi cerita kota satelit yang menarik untuk dibahas kenapa dan bagaimana solusinya.

Namun kenyataannya, untuk membeli rumah terdekat apakah sebanding dengan penghasilan kita sendiri ? Apakah mampu ? Iya, kalau kita itu anak pejabat, anak orang kaya. Pasti dapat support dari ortu, warisannya berlimpah. Coba bayangkan kalau kita itu anak pensiunan pegawai rendahan. Ortu kita pensiun hanya dapat pesangon 3x gaji. Atau ortu kita tukang tambal ban. Support itu tidak ada. Terus dimana kita akan tinggal. Iya kalau bujang, bisa nunut ortu. Jika yang sudah berkeluarga, apa hendak nunut terus ? Apa pantas protes pada ortu sendiri ? Minta paksa belikan rumah ? Sebagai anak kita harus tahu diri, mampu melihat kondisi keuangan ortu. Mereka apa jika butuh uang, tinggal gesek langsung cair 500 juta ? Mimpi hidup enak ala drama korea atau sinetron TV Boleh saja, tapi menuntut ortu yang hari itu hendak kasih makan anak saja harus rombeng baju bekas ke pasar atau gadaikan magic comp.

Pilihan tinggal jauh, tentu jadi pilihan realistik. Sebagai orang kecil, tentu berharap gaji yang kita terima bisa sama nilainya dengan TKW yang kerja di Saudi, jepang atau Taiwan. Tapi UMR tertinggi di negeri ini berapa ? Harga rumah termurah berapa? Yang murah tentu jauh terpencil. Yang dekat juga harus beli dengan mahal.

Jadi sekalipun jadi jompo sebelum waktunya karena jarak, mau tidak mau tetap harus mau. Bersyukur akan jadi cara cerdas, dari pada protes dan terus menuntut hingga lupa diri, lupa waktu dan bukan sibuk meningkatkan kualitas diri agar lebih baik tapi sibuk jadi pengamat yang ahli menghakimi dan menilai orang lain tapi lupa cara membahagiakan diri sendiri tidak tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun