Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seni Membaca untuk Para Penulis (Seri Ayo Nulis #3)

1 April 2024   17:56 Diperbarui: 1 April 2024   17:57 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Luangkan Waktu Membaca

Baik buku cetak atau file online dalam wujud e book tetap dibutuhkan sebagai sumber yang mendasari sebuah pendapat dan opini yang kita tulis. Tak mungkin penulis menyampaikan tanggapan berdasarkan persepsi pribadi yang tidak memiliki dasar. Penulis puisi juga ada dasar masuk akal yang melatar belakangi karyanya.

Luangkan waktu membaca secara konsisten dan berkelanjutan. Membaca bagi para penulis bagai sepasang kekasih kasmaran. Bagi yang Muslim, perintah Iqro atau bacalah adalah sesuatu yang seharusnya melekat seumur hidup, karena dengan membaca wawasan pengetahuan kita jadi lebih baik. Otak yang dibiarkan terlena dalam ketidak kreatifan, maka lama lama akan mati dan tumpul. Mikir sedikit saja sudah pusing. Untuk diri sendiri saja tak berguna, terus kapan mampu menginspirasi orang lain sebagai amal agar menginspirasi? Tanpa membaca akan nol besar alias nonsen. Jadi luangkan waktu membaca, karena penulis itu sepanjang hayat tak kenal pensiun.

2. Fokus tema dan buat klasifikasi

Walau bukan penulis, saat ada di pergaulan dengan umum, terus sering sampaikan hal yang tidak punya nilai logis, kemanfaatan dan masuk akal, maka kita dianggap halu dan sedang tidak waras. Apalagi belum cek, sudah share hoax agar dianggap orang cerdik pandai tingkat atas, padahal apa yang disampaikan tersebut hanya sampah yang menyesatkan dan jadi bahan guyonan yang disampaikan orang yang sedang mengalami gangguan kesehatan mental.

Tak semua ilmu pengetahuan itu dapat dikuasai hingga ahli. Jadi fokus tema yang mampu dilakukan dan buat klasifikasi dari apa yang kita sedang bangun pada diri kita sendiri dengan bijak.

Umur boleh tua, tapi jadi bijak belum tentu bisa. Jangan sampai kita bertindak konyol dengan membuat orang lain mengganggap kita sebagai orang tidak waras. Fokus itu perlu dibangun secara berkelanjutan hingga ke tataran ahli dan jadikan dirimu jujugan terpercaya bukan sosok sok ahli tapi halu. Siapa akan mau ngangsu kaweruh pada seseorang yang tidak fokus dengan penilaian halusinasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

3. Membaca adalah berpikir

Dengan membaca, kita sebenarnya sedang berpikir menggunakan tolak ukur pemikiran dari sang penulis. Di Bagian ke dua diatas, fokus dan klasifikasi akan membuat kita tidak serakah, seolah super ahli tapi hanya lihai bin pandai baca judul dan membuat tafsir berdasar tafsir pribadi yang tak masuk akal. Penulis yang tak pernah baca, ibarat pisau tak pernah diasah. Lama lama tumpul dan berkarat.

Orang yang punya tradisi membaca, otaknya aktif dan tidak mudah pikun. Pikirannya up to date dan tidak mati. Secara perlahan, kapasitas dirinya meningkat dengan karya semakin baik.

4. Ayo Baca

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun