Seni Membaca Untuk Para Penulis
(Seri Ayo Nulis #3)
Ditulis oleh : eko irawan
Apa benar budaya Membaca dewasa ini masih sangat rendah? Kadang kala saya share link tulisan di medsos baik melalui WhatsApp Grup, Facebook atau Instagram. Semoga itu terbaca dengan baik sehingga pesan yang tersurat dan tersirat di dalamnya sampai pada khalayak. Namun para pembaca ternyata hanya baca judul dan melihat gambar covernya saja. Mereka tidak tahu isi dari apa yang saya tulis. Bahkan mereka kebanyakan tidak buka link dimaksud dengan alasan tidak punya paket data, padahal kenyataannya mereka bisa akses game online atau channel YouTube Favoritnya hingga akses Berjam jam lamanya. Apa game atau akses video YouTube seperti demikian aksesnya tidak sedot paket data ya ?
Mereka juga tidak tahu yang saya tulis itu berbentuk puisi, prosa atau artikel. Jika judul yang saya sematkan biasa biasa saja, paling hanya kirim gambar jempol atau love saja, tanpa di komentari.
Baru ketika judulnya sensasional, baru muncul komentar, namun tidak menyinggung esensi dari tulisan yang tersaji. Baru diwaktu yang lain saat bertemu, baru bertanya, kemarin itu nulis tema apa sih? Yang dalam wujud puisi pendek 4 bait saja tak terbaca, apalagi artikel panjang sampai berlembar lembar.
Kenapa kok demikian? Apa kapasitas sebagai penulis belum layak diapresiasi? Atau kenapa? Mari kita bahas Seni Membaca untuk para penulis dan korelasi membaca sebagai kunci unlimited untuk jadi penulis. Selamat membaca semoga menginspirasi.
Membaca apa masih diperlukan?
Banyak tanggapan konyol bahwa jika sudah lulus sekolah atau kuliah, kemudian membuat statement bahwa sudah tidak butuh membaca apalagi membeli buku untuk belajar dan memperluas wawasan. Kesimpulannya : Â "Tak sekolah tak butuh membaca dan memiliki buku cetak. Kan sekarang sudah ada android di genggaman, tinggal akses google maka semua beres."
Membaca menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati).
Membaca merupakan proses interaksi antara pembaca dan materi tertulis dari semua pengetahuan skematis diantara pembaca dan penulis secara kontekstual. Seni membaca untuk para penulis adalah kegiatan yang saling berkaitan, Kemampuan menulis yang baik tidak dapat diperoleh tanpa kemampuan membaca yang baik. Isi tulisan yang tidak up to date akan jadi sajian yang tidak menarik karena wawasan dan pengetahuan dari sang penulis juga tidak didukung ketrampilan membaca yang mumpuni, sehingga cenderung itu itu saja, tidak informatif, tidak peka/kritis dan terjebak dalam circle yang menunjukan miskin intelektual yang sempit dan tidak ada upaya signifikan untuk menambah wawasan.
Jadi pertanyaannya apa membaca masih diperlukan? Bagi orang awam yang malas baca, maka yang menonjol adalah kukuh pada sesuatu yang dibela mati Matian, padahal fakta terbaru sudah tersedia dan dia tidak tahu. Malu kan bilang sesuatu yang tidak up to date alias ketinggalan jaman.
Bagi para penulis seni membaca ini harus terus menerus ditingkatkan, karena mempengaruhi kualitas tulisannya kelak. Ibarat tukang kelapa, punya pisau tidak pernah diasah sehingga baru dipakai sudah patah pisaunya karena karat dan tidak terawat.
Seni Membaca untuk Para Penulis
Seni adalah cara yang jadi sebuah kewajiban yang mampu dinikmati dengan enjoy tanpa beban. Terbentuk karena kebutuhan agar kualitas diri lebih meningkat. Seni membaca dapat kita nikmati dengan cara dan tips sbb :
1. Luangkan Waktu Membaca
Baik buku cetak atau file online dalam wujud e book tetap dibutuhkan sebagai sumber yang mendasari sebuah pendapat dan opini yang kita tulis. Tak mungkin penulis menyampaikan tanggapan berdasarkan persepsi pribadi yang tidak memiliki dasar. Penulis puisi juga ada dasar masuk akal yang melatar belakangi karyanya.
Luangkan waktu membaca secara konsisten dan berkelanjutan. Membaca bagi para penulis bagai sepasang kekasih kasmaran. Bagi yang Muslim, perintah Iqro atau bacalah adalah sesuatu yang seharusnya melekat seumur hidup, karena dengan membaca wawasan pengetahuan kita jadi lebih baik. Otak yang dibiarkan terlena dalam ketidak kreatifan, maka lama lama akan mati dan tumpul. Mikir sedikit saja sudah pusing. Untuk diri sendiri saja tak berguna, terus kapan mampu menginspirasi orang lain sebagai amal agar menginspirasi? Tanpa membaca akan nol besar alias nonsen. Jadi luangkan waktu membaca, karena penulis itu sepanjang hayat tak kenal pensiun.
2. Fokus tema dan buat klasifikasi
Walau bukan penulis, saat ada di pergaulan dengan umum, terus sering sampaikan hal yang tidak punya nilai logis, kemanfaatan dan masuk akal, maka kita dianggap halu dan sedang tidak waras. Apalagi belum cek, sudah share hoax agar dianggap orang cerdik pandai tingkat atas, padahal apa yang disampaikan tersebut hanya sampah yang menyesatkan dan jadi bahan guyonan yang disampaikan orang yang sedang mengalami gangguan kesehatan mental.
Tak semua ilmu pengetahuan itu dapat dikuasai hingga ahli. Jadi fokus tema yang mampu dilakukan dan buat klasifikasi dari apa yang kita sedang bangun pada diri kita sendiri dengan bijak.
Umur boleh tua, tapi jadi bijak belum tentu bisa. Jangan sampai kita bertindak konyol dengan membuat orang lain mengganggap kita sebagai orang tidak waras. Fokus itu perlu dibangun secara berkelanjutan hingga ke tataran ahli dan jadikan dirimu jujugan terpercaya bukan sosok sok ahli tapi halu. Siapa akan mau ngangsu kaweruh pada seseorang yang tidak fokus dengan penilaian halusinasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
3. Membaca adalah berpikir
Dengan membaca, kita sebenarnya sedang berpikir menggunakan tolak ukur pemikiran dari sang penulis. Di Bagian ke dua diatas, fokus dan klasifikasi akan membuat kita tidak serakah, seolah super ahli tapi hanya lihai bin pandai baca judul dan membuat tafsir berdasar tafsir pribadi yang tak masuk akal. Penulis yang tak pernah baca, ibarat pisau tak pernah diasah. Lama lama tumpul dan berkarat.
Orang yang punya tradisi membaca, otaknya aktif dan tidak mudah pikun. Pikirannya up to date dan tidak mati. Secara perlahan, kapasitas dirinya meningkat dengan karya semakin baik.
4. Ayo Baca
Jadi mari punya budaya ayo baca agar gerakan ayo nulis jadi pembiasaan diri yang semakin baik dan berkualitas. Amal ilmu itu akan menolong banyak orang di masa depan. Ayo baca Ayo Nulis harus jadi bagian kebiasaan positif.
Kebiasaan membaca Akan membuat tubuh tetap sehat karena otak digunakan secara produktif.
5. Catatan kesimpulan dan tanda
Beri tanda tertentu Pada point bacaan yang menurutmu istimewa dan buat catatan kesimpulan yang mudah diketemukan kembali.
Demikian lima hal sederhana yang harus dijadikan kebiasaan, khususnya bagi para penulis. Selamat membaca semoga menginspirasi.
Terus berkarya nyata lebih baik dari pada terus halu, merasa diri paling hebat tapi tak berguna. Mari introspeksi diri, mulai sekarang dengan karya yang menginspirasi.
De Huize Sustaination, 27 Maret 2024
Ditulis untuk Seri Ayo Nulis 3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H