Perpustakaan dan Gemar Membaca, Pilar Kedigdayaan Literasi Bangsa.
Ditulis oleh : eko irawan
Pernahkah berkunjung ke Perpustakaan? Atau punya tradisi membaca dan mengoleksi sendiri buku buku di rumah? Atau bahkan sudah menggagas sebuah ruang baca sebagai rintisan sebuah perpustakaan?Â
Kegiatan gemar membaca dewasa ini terasa masih sangat kurang meskipun tekhnologi smartphone terkini telah mendukung e book yang praktis dan paperless. Pernyataan ini saya simpulkan saat saya sering kali kirim link artikel, pdf atau e book digrup whatsapp dan medsos lainnya, ternyata mendapat tanggapan minim dan bertanya lagi, "itu apa?".
Saya jarang share artikel orang lain, namun lebih sering kirim link artikel tulisan saya sendiri. Beberapa data sudah saya tulis komplit di dalam artikel termasuk jika membutuhkan foto, peta atau video pendukung.
Jika telah dibaca, tentu sudah ada pemahaman dan jika tidak berkenan, tentu menanggapi artikel tsb dengan data ilmiah atau hasil penelitian terbaru. Kadang sebuah artikel hanya dibaca judul dan sedikit pembukaannya saja sudah berkomentar, mana data ini itu, padahal apa yang diminta telah tersedia didalam artikel. Lucu bukan?
Berdasarkan dari survey data menurut studi Programme for International Student Assessment (PISA) yang dirilis oleh Organization for Economic Co-Operation and Develepment (OECD) tahun 2019, tingkat literasi Indonesia menjejaki peringkat ke-62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara peringkat bawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Hal tersebut tentu memprihatinkan sekali, karena kualitas SDM merupakan aset penting bangsa.Â
Beranjak dari hal tersebut diatas perlu kiranya semua warga Bangsa ini tidak sekedar melek huruf, tapi juga melek literasi dan secara sadar meningkatkan kapasitas diri dengan gemar membaca. Mari kita ulas bersama, selamat membaca semoga menginspirasi.
September, bulan Gemar Membaca
Ternyata 14 September di Canangkan sebagai Hari Kunjung Perpustakaan bersamaan dengan September sebagai Bulan Gemar Membaca. Apakah hal ini masih baru? Memang Tidak banyak orang awam yang tahu bahwa 14 September merupakan Hari Kunjung Perpustakaan.Â
Sejarah lahirnya Hari Kunjung Perpustakaan dimulai sejak 14 September 1995 yang ditetapkan oleh Presiden Soeharto. Selain juga penetapan Hari Kunjung Museum, pada saat itu juga dicanangkan Bulan Gemar Membaca pada setiap bulan September.
Tentu giat ini merupakan hal yang menggembirakan bagi insan perpustakaan di Indonesia. Kualitas SDM memang ditingkatkan dengan kegiatan gemar membaca.Â
Hal ini dapat dibuktikan dengan orang orang yang punya tradisi dan kegemaran membaca. Presiden Soekarno adalah salah satu tokoh bangsa yang punya tradisi gemar membaca. Kegemaran membaca tidak dibatasi usia dan bersifat sepanjang hayat. Hingga hari ini apakah tradisi gemar membaca sudah menjadi bagian dari hidup anda sehari hari?
Menumbuhkan tradisi baca Tulis
Tak ada istilah terlambat untuk membaca dan menulis. Apa karena sudah tidak sekolah atau kuliah, maka tidak perlu baca tulis? Memang sekarang sudah muncul format non kertas, sehingga buku bisa masuk dalam memori handphone sebagai pdf. Tapi apakah kita sudah punya tradisi untuk membacanya, sekalipun gampang jika tak punya minat baca, tetap tidak akan dibaca. Jadi mungkin sampai ada slogan stop baca lestarikan kebodohan.
Menumbuhkan minat baca memang harus ditumbuhkan sejak dini. Cara lain adalah dipaksa keadaan, misal saat harus jadi penulis atau penyaji. Malu dong jika jadi penyaji plonga plongo tak tahu apa apa. Sepertinya tradisi budaya literasi masyarakat kita memang belum bergeser dari budaya tutur.Â
Sebuah event jalan sehat sudah terpampang jelas pada pamflet berupa tulisan, tapi ternyata tetap tidak terbaca oleh peserta sehingga pada hari h segala ketentuan tidak terpenuhi. Beda jika di woro woro dengan diumumkan melalui pengeras suara keliling kampung, ternyata lebih diperhatikan.
Semoga budaya baca tulis kedepan semakin meningkat hingga masyarakat kita dapat semakin maju dalam dunia literasi.
Museum dan Perpustakaan
Dua destinasi yaitu museum dan perpustakaan ternyata masih sepi pengunjung, saya bersama Komunitas Reenactor Ngalam sejak 2017 mulai mewujudkan destinasi Museum Reenactor Ngalam dilengkapi ruang baca sebagai rintisan perpustakaan.Â
Koleksinya memang belum banyak, namun upaya ini merupakan langkah nyata menumbuhkan minat baca. Reenactor memang harus rajin membaca, khususnya materi sejarah. Khusus Reenactor Ngalam memang fokus pada sejarah 1945-1949. Reenactor sendiri memang berbasis literasi sejarah dalam kegiatannya.Â
Sementara buku buku ini belum bisa dibaca untuk dipinjam dan dibawa pulang dan sementara baru bisa dibaca ditempat saja. Buku buku ini sebenarnya jadi sumber inspirasi anggota komunitas kalangan sendiri. Jika ada yang meminjam lantas tidak dikembalikan, kami kesulitan memperoleh buku  dimaksud.Â
Beberapa buku memang langka dan sudah sulit dicari dipasaran. Mungkin jika ada para sahabat yang berkenan mendonasikan buku bukunya Reenactor Ngalam mengucapkan banyak terima kasih. Cita cita kami menjadikan Reenactor Ngalam pusat studi sejarah perang kemerdekaan khususnya di malang raya dengan sajian museum dan perpustakaan.Â
Pilar kedigdayaan Literasi
Semoga tulisan ini menginspirasi banyak pihak. Budaya baca memang harus diberdayakan semaksimal mungkin karena kami menyadari hal tersebut merupakan pilar kedigdayaan literasi sebuah bangsa.Â
Dalam komunitas Reenactor Ngalam melakukan hal ini secara swadaya dan menyajikannya sesuai kemampuan. Tentu belum maksimal, namun daripada tidak melakukan apa apa, hal ini merupakan langkah nyata sumbangsih Reenactor Ngalam memperkuat literasi bangsa.
Selamat berkunjung ke perpustakaan dan tingkatkan minat baca dari diri anda sendiri.
Museum Reenactor Ngalam, 14 September 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H