Tentu giat ini merupakan hal yang menggembirakan bagi insan perpustakaan di Indonesia. Kualitas SDM memang ditingkatkan dengan kegiatan gemar membaca.Â
Hal ini dapat dibuktikan dengan orang orang yang punya tradisi dan kegemaran membaca. Presiden Soekarno adalah salah satu tokoh bangsa yang punya tradisi gemar membaca. Kegemaran membaca tidak dibatasi usia dan bersifat sepanjang hayat. Hingga hari ini apakah tradisi gemar membaca sudah menjadi bagian dari hidup anda sehari hari?
Menumbuhkan tradisi baca Tulis
Tak ada istilah terlambat untuk membaca dan menulis. Apa karena sudah tidak sekolah atau kuliah, maka tidak perlu baca tulis? Memang sekarang sudah muncul format non kertas, sehingga buku bisa masuk dalam memori handphone sebagai pdf. Tapi apakah kita sudah punya tradisi untuk membacanya, sekalipun gampang jika tak punya minat baca, tetap tidak akan dibaca. Jadi mungkin sampai ada slogan stop baca lestarikan kebodohan.
Menumbuhkan minat baca memang harus ditumbuhkan sejak dini. Cara lain adalah dipaksa keadaan, misal saat harus jadi penulis atau penyaji. Malu dong jika jadi penyaji plonga plongo tak tahu apa apa. Sepertinya tradisi budaya literasi masyarakat kita memang belum bergeser dari budaya tutur.Â
Sebuah event jalan sehat sudah terpampang jelas pada pamflet berupa tulisan, tapi ternyata tetap tidak terbaca oleh peserta sehingga pada hari h segala ketentuan tidak terpenuhi. Beda jika di woro woro dengan diumumkan melalui pengeras suara keliling kampung, ternyata lebih diperhatikan.
Semoga budaya baca tulis kedepan semakin meningkat hingga masyarakat kita dapat semakin maju dalam dunia literasi.
Museum dan Perpustakaan
Dua destinasi yaitu museum dan perpustakaan ternyata masih sepi pengunjung, saya bersama Komunitas Reenactor Ngalam sejak 2017 mulai mewujudkan destinasi Museum Reenactor Ngalam dilengkapi ruang baca sebagai rintisan perpustakaan.Â
Koleksinya memang belum banyak, namun upaya ini merupakan langkah nyata menumbuhkan minat baca. Reenactor memang harus rajin membaca, khususnya materi sejarah. Khusus Reenactor Ngalam memang fokus pada sejarah 1945-1949. Reenactor sendiri memang berbasis literasi sejarah dalam kegiatannya.Â
Sementara buku buku ini belum bisa dibaca untuk dipinjam dan dibawa pulang dan sementara baru bisa dibaca ditempat saja. Buku buku ini sebenarnya jadi sumber inspirasi anggota komunitas kalangan sendiri. Jika ada yang meminjam lantas tidak dikembalikan, kami kesulitan memperoleh buku  dimaksud.Â
Beberapa buku memang langka dan sudah sulit dicari dipasaran. Mungkin jika ada para sahabat yang berkenan mendonasikan buku bukunya Reenactor Ngalam mengucapkan banyak terima kasih. Cita cita kami menjadikan Reenactor Ngalam pusat studi sejarah perang kemerdekaan khususnya di malang raya dengan sajian museum dan perpustakaan.Â