Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Radio Cinta (Seri Romansa Asmaraloka #9)

9 Desember 2022   20:10 Diperbarui: 9 Desember 2022   20:26 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seri Romansa Asmaraloka #9

Cerpen : "Radio Cinta"

Apakah radio akan jadi barang kenangan? Jadi barang kuno yang ditaruh di rumah. Hingga hari ini, radio itu sudah 20 tahun menemani hari hariku hingga tengah malam. Siaran radio favorit sudah hilang entah kemana. Beberapa siaran radio memang masih mengudara, tapi format programnya sudah tidak seciamik dulu.

Ditahun 90'an memang bukan pesawat radio itu yang kupunya, radio yang lama sudah jadi rongsokan entah dimana. Ini radio terbaru yang kubeli 20 tahun lalu. Kondisi sekarang sudah ampun banget. Siarannya bisa ilang sendiri. Volumenya susah diatur. Agar stabil sampai diganjal karton. Tombol pencari gelombangnya sudah los. Ya begitulah kondisi radioku sekarang.
"Radio rusak gitu kok kamu pelihara." Kritikmu saat aku pindah letak radio itu dari ruang tengah ke ruang makan.
"Biar kayak di caffe" Jawabku.

Memang radio menghibur kami sejak pagi subuh hingga menjelang tidur. Dan ruang makan jadi pusat episentrum kegiatan kami sepanjang hari. Bagiku benda kotak bersuara itu sebagai radio cinta. Membangun suasana baru, saat mood turun naik karena soal soal kehidupan. Dua manusia dalam cinta memang berbeda. Selera musik juga beda. 

Dan dengan ditaruh di ruang makan, radio cinta ini jadi jembatan emas dari hari hari kebersamaan kita.

"Kamu ganti siaran sono, dari tadi iklan obat Mulu. Cerita penyakit. Kita ini mau makan Sayang!" Pintamu. Memang siaran radio di malang belakangan ini didominasi iklan obat herbal alternatif. Memang mereka disupport oleh iklan obat tersebut, jadi siarannya beberapa menit sekali berisi promosi dan kesaksian orang orang yang sembuh dari penyakit yang mereka derita. Kalau moment kita mau makan, terasa mengganggu apalagi kesaksian orang yang sakit ambeien.
Kuputar pencari salurannya, dan Nemu siaran lagu kenangan era 90an. Kebetulan pas Nemu lagu dari Dewa 19.

" Yo iku wae. " Tiba tiba kamu nyelutuk. Radio lagi memutar lagu Dewa berjudul "Kangen". Lagu yang rilis tahun 1992, tahun yang sama saat kita lulus SMA.
(Yuk dengerin lagunya) https://youtu.be/RYGgSRtYxd0


Sambil makan, kita bisa mengenang lagu yang waktu itu hanya bisa kita dengar di radio dan akhirnya mulai mencairkan suasana. Radio ini kusebut radio cinta, karena dengan radio ini bisa memunculkan banyak cerita dari hari hari yang sudah kita lalui berdua. Radio seolah mesin waktu yang membawa kita kemasa remaja kita dahulu.

"Piye Yo Nasib radio sekarang. Sudah kalah sama android. Sama Internet" celetukmu memulai diskusi soal radio. Memang benar, radio mulai ditinggalkan dan dianggap kuno.

"Tapi Radio punya peran besar lho pada masa awal perang kemerdekaan di Indonesia" jawabku.

Radio memang alat komunikasi vital diawal perang kemerdekaan. Pidato Bung Tomo juga diputar di radio pada masa itu. Berita proklamasi Indonesia juga tersebar melalui berita radio. Bahkan untuk menyiarkan berita tersebut harus penuh tantangan, karena masa transisi dan kempetai Jepang yang kejam itu, sangat mengawasi siaran radio.

"Nanti ayo Jalan jalan sejarah lagi ya, Sayang... Sudah lama kita Ndak jalan jalan sejarah." Pintamu.

"Oke Sayang. Ayo kita mulai lagi" jawabku.

Ya, ternyata meski dianggap kuno, ternyata radio masih jadi radio cinta yang menumbuhkan rasa. Radio masih ada pendengarnya, walau SE komplek perumahan disini, hanya ada kita yang masih Sudi memutar radio.

Malang, 9 Desember 2022
Ditulis oleh Eko Irawan
Untuk Seri Romansa Asmaraloka #9

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun