Apa harus minggat untuk membuatmu paham. Apa harus marah, jika aku memilih diam. Tak perlu membuat alasan baru, apalagi ancam mengancam. Karena, Nyala cinta sudah mati dan padam.
Aku sejatinya mengabulkan permohonanmu. Pergi saja dengan pilihanmu itu. Maaf aku tak terima barang bekas dinodai dosa penuh nafsu. Karena cinta itu suci, tak diridhoi jika dicampur aduk sandiwara palsu.
Tuhan memang Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Jika bejatmu sudah diampuni Tuhan, kenapa hidup kita sengsara? Ayo jawab, apa benar jalangmu bikin bahagia. Buktinya nestapa. Bukti apalagi yang akan kau ingkari?
Sekarang adalah bukti. Tuhan Tak suka sandiwara penuh rekayasa. Salah ya salah. Tak bisa ditutup dengan kata dusta. Apa kau kira bisa merubah catatan malaikat? Â Catatan itu digantung dilangit bumi. Itu yang menghambat Rejeki. Membuat hidup tapi mati.
Yang kau langgar Hukum Illahi. Jika sudah mantap mantap sama dia, pantang kembali. Karena nikah itu mulia, sekali dinodai, rusak sudah kehormatan yang suci. Hukum illahi tak bisa diakali. Apalagi dibuat permaian cara hewani, selingkuhmu adalah bunuh diri. Tak ada maaf, apalagi disesali. Sudah terjadi, terima hukum Illahi.
Aku masih bertahan, karena agar kau paham. Jika Tuhan memaafkan, pasti kita bahagia. Buktinya sekarang hidup penuh drama, sulit rejeki, sulit ekonomi. Mau terus pura pura bahagia? Hidup sekali terlalu mahal untuk sandiwara. Tuhan tak suka. Kita tiada pahala. Hidup didunia sengsara, mati menanggung dosa.Â
Aku itu berusaha selamatkan dirimu. Jika tak mau pergi, biar aku saja yang minggat. 1000 apa kurang lama, itu waktu terbuang, tapi kau tak sadar sadar, malah terus menebar rekayasa dusta. Kau merasa Selingkuhmu benar, Tak mau disalahkan.Â
Malang, 15 September 2022
ditulis oleh Eko IrawanÂ
Untuk Seri Hari Hari Puisiku 60
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H