Cerpen : Mrs.Tralala
Episode Romansa Asmaraloka 3
"Jika aku dipanggil Tralala, maka kau adalah Mrs. Tralala."Â
Warung kopi Joyo. Di google map terbaca warkop Bahenol. Tapi lebih populer disebut Joyo. Aku melihat sebuah geliat UMKM, semangat mencari penghidupan dari yang empunya usaha.
Tradisi Ngopi bisa jadi budaya sejak jaman kolonial. Ngopi jadi kode bagi kita berdua untuk bertemu. Merenda masa depan dengan kasih. Dan walau bukan cafe, tapi banyak kisah merekah dari kedai kopi pinggir jalan ini.
Sungguh tiada mampu untuk dipungkiri. Mungkin aku lucu, bak sebutan Seorang lawak sebagai Tralala dalam panggung Srimulat. Jika aku selucu dia, tentu kisah ini akan jadi lucu. Sang Mr. Tralala yang terus berjuang untuk bisa bersamamu. Dan kaupun akan jadi Mrs. Tralala.
Sama sama menyatakan diri mengakui Jadian. Mengakui sebagai kekasih. Itulah statement yang diharapkan. Seperti 17 Agustus dengan proklamasi. Berani menyatakan diri secara merdeka. Berani, apapun resiko yang bisa terjadi. Sungguh aku dan kamu itu bukan sedang melawak. Aku itu mengakui siapa dirimu. Dan yang lucu, kenapa pengakuan yang benar dan jujur ini, kau anggap hoax. Lho kok begini.
Apakah engkau takut dikritik? Oleh siapa? Tunjukan siapa orangnya. Akan kutanya dia, jika berani menilai, apa engkau menjamin hidup kekasihku. Jika tidak, artinya dia munafik pintar omong.Â
Omong doang itu murah kok modalnya. Dia pasti sok ideal. Sok alim. Sok paling bener. Buktinya, omong doang, tidak memberi manfaat apapun. Apa itu hebat?
Menjelaskan kita bagaimana, memang tak ada gunanya. Yang suka, tidak menyanjung, apalagi yang benci, pasti tidak percaya. Menghina. Melecehkan. Jadi gosib murahan, padahal iri. Apa itu hebat?
Nuruti kata orang itu tiada habisnya. Apalagi dasarnya iri dengki. Ini hidup kita sendiri. Mereka itu hanya omong doang, demi langit bumi, mereka tidak memberi manfaat apapun pada hidup kita. Sekali lagi, mereka tidak menjamin hidup kita. Kita makan juga cari sendiri. Lalu kenapa mereka kepo? Apa itu hebat?
Bukti apalagi yang akan diingkari. Itu nyata ada, lalu untuk apa tak diakui? Biar mereka gembira. Tertawa ngakak lihat orang sengsara. Seolah kita itu pesakitan pendosa yang harus diadili.Â
Dan ngurusi mereka, bikin hidup jadi penuh sampah. Buang umur, buang waktu. Hasilnya nonsen. Karena sesungguhnya, mulut mereka yang berbau sampah. Apa itu hebat?
Kedai kopi Joyo. Saksi bisu kesungguhan dua anak manusia. Biarkan anjing menggonggong, kafilah akan tetap berlalu. Kita tetap manusia. Yang berusaha lebih baik. Dari kita untuk kita. Â karena kita ini dua anak manusia yang punya cita cita. Biarkan kami merdeka mengekspresi hidup kita sendiri.
Dan malam itu, kita kembali kesana. Berbagi cerita, solusi dan curhat. Sekarang sudah tak peduli kata orang. Bah wis. Yang penting kita, bisa terima apa adanya. Biarkan aku jadi Mr. Tralala, kaupun akan jadi Mrs. Tralala juga. Impas, karena sekarang tentang menata hati.
Tralala itu, mungkin lucu. Kelak akan tersimpan jadi kenangan. Dan kelak akan terjawab. Apa ini tralala yang dolanan. Atau tralala yang bawa keindahan. Sudah saatnya memetik hasil, karena ini bukan janji janji gombal. Tapi menyatukan beda, jadi satu usaha.
Malang, 6 Juli 2022
Ditulis oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H