Nuruti kata orang itu tiada habisnya. Apalagi dasarnya iri dengki. Ini hidup kita sendiri. Mereka itu hanya omong doang, demi langit bumi, mereka tidak memberi manfaat apapun pada hidup kita. Sekali lagi, mereka tidak menjamin hidup kita. Kita makan juga cari sendiri. Lalu kenapa mereka kepo? Apa itu hebat?
Bukti apalagi yang akan diingkari. Itu nyata ada, lalu untuk apa tak diakui? Biar mereka gembira. Tertawa ngakak lihat orang sengsara. Seolah kita itu pesakitan pendosa yang harus diadili.Â
Dan ngurusi mereka, bikin hidup jadi penuh sampah. Buang umur, buang waktu. Hasilnya nonsen. Karena sesungguhnya, mulut mereka yang berbau sampah. Apa itu hebat?
Kedai kopi Joyo. Saksi bisu kesungguhan dua anak manusia. Biarkan anjing menggonggong, kafilah akan tetap berlalu. Kita tetap manusia. Yang berusaha lebih baik. Dari kita untuk kita. Â karena kita ini dua anak manusia yang punya cita cita. Biarkan kami merdeka mengekspresi hidup kita sendiri.
Dan malam itu, kita kembali kesana. Berbagi cerita, solusi dan curhat. Sekarang sudah tak peduli kata orang. Bah wis. Yang penting kita, bisa terima apa adanya. Biarkan aku jadi Mr. Tralala, kaupun akan jadi Mrs. Tralala juga. Impas, karena sekarang tentang menata hati.
Tralala itu, mungkin lucu. Kelak akan tersimpan jadi kenangan. Dan kelak akan terjawab. Apa ini tralala yang dolanan. Atau tralala yang bawa keindahan. Sudah saatnya memetik hasil, karena ini bukan janji janji gombal. Tapi menyatukan beda, jadi satu usaha.
Malang, 6 Juli 2022
Ditulis oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H