Mohon tunggu...
irawan Ardi Wicaksono
irawan Ardi Wicaksono Mohon Tunggu... Lainnya - User

Saya mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Sosial dan Media Massa

22 Juni 2021   21:01 Diperbarui: 22 Juni 2021   21:04 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media saat ini berkembang sangat pesat. Perkembangan media saat ini tidak serta merta membuat sebuah pesan mudah diterima di khalayak atau di lingkungan masyarakat di Indonesia. 

Perkembangan media saat ini menuju ke arah dunia digital atau sering dikenal sebagai media baru.

 Perkembangan media banyak sekali membuat perubahan, entah itu dampak positif atau pun dampak negatif. dampak positif semisal, peralihan dan penerimaan pesan atau berita atau informasi sangat cepat diterima oleh masyarakat, ada juga dampak negatif semisal pesan yang diterima oleh masyarakat merupakan pesan hoax ada juga contoh lain yaitu pesan itu merupakan ujaran kebencian yang disebarkan oleh seseorang ataupun kelompok untuk mempengaruhi opini publik, yang mana hal itu membuat suatu kelompok masyarakat ini memiliki pandangan negatif pada suatu keadaan atau isu saat itu. 

Bukti bahwa dampak dampak ini saat ini terjadi adalah ketika masyarakat Indonesia menyikapi suatu hal. Terlalu banyaknya informasi yang diterima oleh masyarakat sering menjadi pesan yang bias dan kerap mengambang. Tak heran bila berita-berita akhir ini merupakan berita bohong atau hoax. Jadi untuk masyarakat dihimbau untuk terus menerus mengecek kembali kebenaran suatu berita.

Media baru yang sangat mudah dalam pembuatan atau proses produksinya ini membuat semakin banyaknya hoax yang diproduksi oleh suatu pihak. Dahulu proses produksi pembuatan berita sangatlah eksklusif yang hanya bisa dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat yang membuat proses produksi berita dan manipulasi berita sangat rumit prosesnya. Namun meskipun banyak hoax yang berlalung lalang melewati beranda media baru, pemerintah sedikit memiliki solusi akan hal ini namun solusi ini harus disertai pemahaman yang dalam dari masyarakat. 

Hukum yang dibuat oleh pemerintah mungkin belum sepenuhnya efektif namun ini mungkin bisa menjadi langkah yang baik untuk lebih mempersempit produksi berita hoax. Pasal 45 A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal ini merupakan salah satu pasal yang mungkin bisa menjerat pelaku penyebar berita hoax di media baru.

Media yang dapat dikatakan sebagai media baru adalah media yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Jaringan (network): Karakteristik yang memiliki arti jaringan memiliki fungsi sebagai alat penghubung satu dengan yang lain dalam lingkup yang sempit, ataupun luas. Sehingga, sebagai pengguna dapat dengan mudah terhubung satu sama lain dalam cangkupan yang tidak terbatas.

2. Interaktivitas: Karakteristik yang berarti interaktivitas menandakan bahwa pengguna secara aktif dapat terlibat dengan melakukan proses secara langsung pada media, sehingga dapat dikatakan sebagai pengontrol.

3. Digital: Karakteristik media digital merupakan peralihan dari media analog. Media digital lebih modern yang mengubah data menjadi angka tanpa perlu mengubah menjadi objek fisik terlebih dahulu, misalnya gambar, teks, suara, dan teks. Kegunaan digital untuk mempermudah dan mempercepat dalam mengakses data.

4. Hipertekstual: Merupakan tautan berbentuk teks yang menyediakan jaringan untuk dapat terhubung dengan teks lain. Media baru menggunakan hiperteks untuk mempermudah pengguna untuk mencari informasi yang sama atau berkaitan secara cepat, sehingga dapat mengakses informasi lebih banyak.

5. Virtual: Media baru menggambarkan sesuatu yang nyata menjadi virtual. Virtual diartikan sebagai fitur budaya postmodern, sehingga masyarakat sudah maju secara teknologi karena memiliki aspek pengalaman sehari-hari yang disimulasikan secara teknologi.

6. Simulasi: Media baru mengatakan simulasi sebagai imitasi dan representasi. Simulasi dapat menghadirkan proses tiruan terhadap objek atau peristiwa tertentu atau dalam hal ini dunia nyata direpresentasikan dalam dunia maya dan difasilitasi oleh teknologi yang digunakan.

Media baru ini memiliki platform yang beragam dan mempunyai perbedaan di setiap platformnya. Contohnya koran yang dulunya kertas kini sudah merambah ke arah koran digital. seperti Asumsi, Kompas, Tirto, Tribunnews, dan masih banyak lagi. 

Dulunya media massa mainstream menggunakan radio dan televisi sebagai pengantarnya saat ini radio dan televisi sudah mulai bergeser ke arah media baru. Platform televisi memasuki media-media streaming seperti Youtube, Vidio.com, Iflix, Netflix, dan masih banyak lagi. Radio pun juga begitu mereka mulai bergeser ke arah media baru contohnya Spotify, Spoon, Joox merupakan beberapa nama yang bisa menjadi platform radio digital.

Media massa saat ini memiliki hukum yang diatur oleh pemerintah yaitu:

1. Undang Undang No 40 Tahun 1999

2. Undang Undang No 32 Tahun 2002

3. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020

4. Undang Undang nomor 19 tahun 2016

Penggunaan peraturan ini sangat perlu agar terciptanya media massa yang sehat kedepannya. Meskipun demikian masih saja peraturan-peraturan masih belum baik dalam pengaplikasiannya.

Saat ini media sosial bisa menjadi sebuah karya jurnalistik jika karya tersebut memiliki ciri yang disampaikan Heryanto dalam bukunya :

1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga

2. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen

3. Pesannya bersifat umum

4. Komunikasinya bersifat satu arah

5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan

6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis

7. Komunikasi massa dikontrol oleh Gatekeeper.

Media sosial yang sering kali digunakan untuk membuat karya jurnalistik adalah Twitter, Facebook, dan Instagram yang memiliki banyak pengguna. Dalam beberapa bulan terakhir angka kekerasan terhadap jurnalis mengalami peningkatan. Hal ini sepatutnya perlu diperhatikan tindakan represif petugas perlu untuk diawasi dan para jurnalis diberikan perlindungan. Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2008 yang diubah dengan UU Nomer 19 Tahun 2016 yang belum kuat.

Pekerja-pekerja pers masih saja dihantui penerapan sejumlah pasal dalam Undang Undang Nomer 19 Tahun 2016 yang sering kali digunakan untuk menyerang balik pekerja pekerja pers. Seperti contoh Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang membahas tentang penghinaan atau pencemaran nama baik dan penyebaran informasi yang menimbulkan rasa permusuhan atau ujaran kebencian di media sosial atau dunia maya. Oleh karena itu perlu ada perbaikan dan juga memperbarui Undang Undang yang lama.

Kebebasan pers adalah merupakan amanat konstitusi yang dijamin Undang Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945). Meskipun tak diatur secara langsung, namun poin kebebasan pers jelas diatur dalam konstitusi.

Pembuatan Undang Undang ini sangat perlu untuk terus ditekankan pada kebebasan pers yang sudah menjadi amanat konstitusi negara yang mana Undang Undang ini merupakan turunan daru Undang Undang Dasar 1945.

Faktanya, tak semua ketentuan peraturan perundang-undangan melindungi media pers dan jurnalisnya. Masih terdapat sejumlah ketentuan yang mengancam dan menggerus hak atas kebebasan pers. Salah satu diantaranya Undang Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Meskipun Undang Undang ITE diklaim tidak menyasar pers, namun nyatanya terdapat banyak kasus wartawan yang dijerat dengan Undang Undang kontroversial ini, bahkan hingga divonis bersalah oleh hakim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun