Mohon tunggu...
Irawan
Irawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pelahap informasi...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bisnis "View","Like", dan "Follower" Palsu Ternyata Bernilai Puluhan Juta Dollar AS

7 Januari 2014   06:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering kita lihat pemberitaan tentang penyanyi ini yang punya jutaan follower di Twitter, atau video klip musik itu yang sudah punya viewer jutaan di Youtube, atau perusahaan anu yang punya jutaan juga like status di Facebook. Sepertinya jumlah klik (click) terlihat dapat menambah reputasi sang empunya akun media sosial .

Ini bisa menimbulkan suatu gagasan, bagaimana caranya supaya seorang selebritis baru mulai misalnya, bisa naik daun dengan cepat, bisakah diusahakan punya banyak follower di Twitter atau viewer di Youtube atau like status di Facebook, untuk mengangkat nilai jual dirinya? Atau misalnya sebuah bisnis yang baru dibangun bisa segera melejit via media sosila?

Hasil penelusuran Associated Press sebagaimana dilansir situs USA Today, menunjukkan bahwa ternyata ada pasar global yang terus meningkat untuk "klik" palsu, sesuatu yang secara tersembunyi terus berusaha dilawan para perusahaan teknologi raksasa di balik situs-situs media sosial. Kasus ini juga bisa disebut sebagai pembodohan media sosial.

Dan angka bisnisnya sungguh mencengangkan.

Blogger yang juga peneliti keamanan Italia Andrea Stroppa dan Carla De Micheli memperkirakan, pada 2013 penjualan pengikut Twitter palsu memiliki potensi senilai US$ 40 juta s.d. US$ 360 juta sampai saat ini, dan bahwa kegiatan Facebook palsu mendatangkan sekitar US$ 200 juta per tahun.

Tentu saja hal itu telah lama disadari oleh para pembuat media sosial, karena nilai situs buatannya tersebut dibanguan atas dasar kredibilitas, dan mereka melakukan perlawanan dengan membentuk tim khusus untuk memburu para pembeli dan broker klik palsu. Namun sayangnya pembasmian ini lalu akan diikuti oleh timbulnya metode baru yang lebih kreatif. Beberapa hal yang sudah dilakukan, antara lain;

- YouTube menghapus miliaran buah "view" dari industri musik Desember lalu setelah auditor mereka menemukan beberapa video mempunya jumlah "view" yang berlebihan.

-  Google juga secara konstan juga terus berjuang melawan orang-orang yang menghasilkan klik palsu pada iklan mereka

-  Facebook, yang menurut laporan kuartalan terbaru diperkirakan sebanyak 14,1 juta dari 1,18 milliar akun aktif adalah akun palsu, selalu melakukan pembersihan akun. Hal ini sangat penting bagi Facebook yang dibangun pada prinsip bahwa user mereka adalah orang asli.

- Twitter melalui juru bicaranya Jim Prosser mengatakan bahwa untuk akun palsu tak ada positifnya. "Pada akhirnya, akun mereka akan dibekukan, mereka akan kehilangan uang dan kehilangan follower"

- LinkedIn melalui juru bicaranya Doug Madey mengatakan bahwa membeli connection "melemahkan pengalaman anggota", melanggar aturan penggunaan dan dapat menyebabkan akun ditutup.

Mengapa pemakai klik palsu melakukan hal seperti itu?

Tentunya dasar utamanya adalah pertimbangan bisnis, mereka rela menginvestasikan dananya untuk membeli klik palsu dengan imbalan ketenaran, membuat dirinya tampak baik dan terpercaya. Bagi beberapa selebritis, semakin banyak klik pada akun media sosial mereka, semakin tinggi nilai publisitasnya, dan biasanya selalu disebut-sebut dalam pemberitaan. Bagi para pelaku bisnis, sama saja, memiliki banyak klik bisa membuat bisnisnya lebih bonafid dan menguntungkan, misalnya pelaku bisnis membeli like status di Facebook karena mereka takut bahwa ketika orang pergi ke halaman Facebook mereka dan hanya melihat 12 atau 15 "like", mereka akan kehilangan pelanggan potensial.

Salah satu kota penghasil klik palsu yang paling besar adalah Dhaka, Bangladesh, Asia Tenggara, sebuah kota dengan penduduk sekitar 7 juta orang, merupakan hub internasional untuk "click farms", sebuah bisnis yang menjual klik di media sosial untuk fans, likes, followers, views, dan masih banyak lagi lainnya.

CEO Unique IT World , sebuah perusahaan promosi berbasis media sosial di Dhaka, mengatakan bahwa dia telah membayar para pekerja untuk melakukan manual klikpada halaman media sosial klien, sehingga sulit bagi Facebook, Google dan lain-lain untuk menangkap mereka. "Akun tersebut tidak palsu, mereka asli," kata si CEO.

Sebuah pengecekan baru-baru ini di Facebook menunjukkan Dhaka adalah kota paling populer bagi banyak orang, termasuk bintang sepak bola Leo Messi, yang memiliki 51 juta like status; halaman Security Facebook sendiri, yang memiliki 7,7 juta like status; dan halaman Facebook Google, yang memiliki 15,2 juta like status. Padahal ya penduduknya kan cuma sekitar 7 juta jiwa saja.

Tidak hanya orang dan pelaku bisnis saja, bahkan institusi pemerintah AS seperti State Department, ternyata  juga melakukan pembelian like status di Facebook, yang akunnya mempunyai lebih 400.000 likes dan ternyata paling populer di Kairo. Tahun 2013 lalu, sejumlah pengeluaran sebesar USD 630 ribu dikritik oleh inspektur jendralnya karena digunakan untuk meningkatkan jumlah klik, dan akhirnya pengeluaran lebih lanjut dihentikan. Pernah dalam salah satu halamannya, fans melejit dari sekitar 10 ribu menjadi 2,5 juta akun.

Penelusuran ini bahkan menyebut nama Indonesia, sebuah negara yang terobsesi dengan media sosial yang merupakan salah satu negara dengan jumlah terbesar di dunia untuk pengguna Facebook dan Twitter, di mana diam-diam "click farm" juga berkembang.

Dilaporkan bahwa seseorang berinisial AH (40), menawarkan 1.000 pengikut Twitter sebesar US$ 10 dan 1 juta untuk US$ 600. Dia memiliki server sendiri, dan membayar US$ 1 per bulan per alamat Protokol internet, yang dia gunakan untuk menghasilkan ribuan akun media sosial. Akun tersebut, ia berkata, "memungkinkan kita untuk membuat banyak pengikut palsu."

Dalam sebuah wawancara di sebuah kafe pusat kota Jakarta, AH - memakai topi Nike, celana jeans biru dan T-shirt putih - mengatakan bahwa jaringan sosial yang besar dapat meningkatkan "profil publik" suatu bisnis. "Hari ini, kita hidup di dunia persaingan yang ketat yang memaksa orang untuk bersaing dengan banyak trik," katanya.

Sayangnya tidak disebutkan siapa saja klien AH ini.

Dan perilaku penjual klik palsu ini dapat lepas dari jerat hukum. Para pejabat dan aparat hukum yang berwenang masih tidak memandang penting fenomenan klik palus di internet. Tidak jelas apakah hal tersebut bisa dianggap sebagai penipuan,  sehingga pemberantasannya masih bergantung pada media sosial itu sendiri yang memandangnya sebagai pelanggaran terhadap term and condition mereka.

Tentu saja banyak yang tidak menyukai fenomena klik palsu ini.

Robert Waller, pendiri Status People yang berbasis di London, telah banyak membantu kliennya memblokir klik palsu. "Kami memiliki banyak orang yang telah membeli akun palsu, lalu menyadari itu ide bodoh dan mereka sedang mencari cara untuk menyingkirkannya" katanya.

David Burch, dari TubeMogul, sebuah perusahaan pemasaran video yang berbasis di Emeryville, California, mengatakan membeli klik untuk mempromosikan klien adalah kesalahan besar. "Ini bisnis yang buruk," katanya, "dan jika pengiklan mengetahui Anda melakukannya, mereka tidak pernah melakukan bisnis dengan Anda lagi".

Tentu fenomena seperti ini tidaklah patut, karena sesuatu yang palsu seperti jalan pintas ini tidak akan abadi, dan kepercayaan adalah barang yang mahal. Sekali tercederai, para pemakai klik palsu ini akan ditinggalkan dan mengalami kerugian besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun