Mohon tunggu...
Irawan
Irawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pelahap informasi...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Operasi Senyap Remisi Fantastis Terpidana Koruptor

19 September 2014   17:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:13 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang aneh bin ajaib, para terdakwa korupsi yang dituntut KPK di pengadilan Tipikor selama ini kok ya bisa selalu tampil necis, wajah sumringah berseri-seri, masih bisa terseyum lebar seraya melambaikan tangan kepada wartawan bak selebritis kenamaan. Padahal pengalaman membuktikan, mereka itu selalu mendapat vonis bersalah yang lumayan berat hukuman pidananya.

Tapi kalau dipikir-pikir, logis juga ya, mungkin karena hal-hal seperti ini;

1). Uang dan hartanya masih bejibun tidak terendus KPK, jadi keluar penjara ya tetap saja kaya. Malah terkadang berkat uangnya itu, si terpidana masih mendapat posisi terhormat di masyarakat. Contohnya nih Ayin yang disambut baik gubernur Lampung.

2). Lagi-lagi berkat punya uang banyak, penjara bisa diubah menjadi kamar hotel mewah, dengan berbagai  fasilitas ilegal seperti telphon dan kunjungan-kunjungan khusus

3). Secara legal, maksudnya sesuai aturan, banyak sekali remisi atau pengurangan hukuman yang bisa didapatkan.

Dan untuk remisi ini, siapa yang tahu berapa yang sudah diberikan? Makanya kita sebut saja sebagai operasi senyap.

Untuk contohnya bisa dilihat pada apa yang terjadi dengan terpidana koruptor Angodo Widjojo.

Masih ingatkah publik pada sosok Anggodo? Dialah pemicu kasus Cicak vs Buaya yang sempat mengegerkan dunia penegakan hukum, karena menyangkut dugaan suap kepada dua komisioner KPK serta mencuatkan persaingan Polri dan KPK dalam penanganan kasus korupsi.

Perjalanan nasib vonis Anggodo adalah sbb;

1). pada tanggal 31-08-2010, Majelis Hakim Tipikor Jakarta memvonis terdakwa Anggodo bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pidana 4 tahun penjara dan denda Rp. 150juta

2). pada 19-11-2010, Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan vonis tersebut, malah memperberat hukuman pidana menjadi 5 tahun penjara dan denda Rp. 250juta

3). pada 3-3-2011, Mahkamah Agung menolak kasasi terpidana Anggodo, malah menggandakan hukuman penjara menjadi 10 tahun penjara dan denda Rp. 250juta

4). pada 10-12-2012, Mahkamah Agung kembali menolak PK terpidana Anggodo, sehingga hukuman tetap sesuai kasasi.

Jadi sesuai keputusan pengadilan, hukuman yang harus dijalani terpidana Anggodo seharusnya 10 tahun penjara. Namun bagaimana pelaksanaannya?

Sejak ditahan pada Januari 2010, Anggodo baru menjalani 4 tahun lebih beberapa bulan masa penjara, berarti belum ada separuh masa hukuman. Tetapi ternyata Lapas Sukamiskin Bandung tempat Anggodo dipenjara telah mengajukan Pembebasan Bersyarat terhadap Anggodo.

"Sesuai aturan, napi yang telah menjalani masa 2/3 tahanan, kami sebagai lembaga pembinaan wajib mengusulkan pembebasan bersyarat. Anggodo pun sudah membayar dendanya (Rp 150 juta), dia juga berkelakuan baik dan telah menjalani semua program di lapas," ujar Kabid Pembinaan Lapas Kelas IA Sukamiskin, Ahmad Hardi, seprti dilansir Detiknews.

Lho, kok dikatakan Anggodo sudah menjalani 2/3 masa hukuman?

Ternyata Anggodo telah mendapat remisi atau pengurangan hukuman yang fantastis; 29 bulan 10 hari!

Jumlah remisi ini setara dengan separuh lebih dari masa hukuman yang telah dijalani Anggodo yang baru 4 tahun lebih beberapa bulan.

Jika Pembebasa Bersyarat disetujui, maka terpidana korupsi Anggodo akan melenggang bebas dari penjara walau belum menjalani separuh dari masa hukumannya!

Penjelasan dari Lapas Sukamiskin, Anggodo memperoleh akumulasi dari remisi umum yang diberikan setiap 17 Agustus, remisi khusus pada hari besar keagamaan, dan remisi dari menteri kesehatan yang diberikan pada setiap peringatan hari kesehatan dunia. Anggodo juga mendapat remisi kesehatan karena dianggap mempunyai sakit permanen.

KPK pun bereaksi sangat menyesalkan pemberian remisi yang mengerikan tersebut kepada terpidana korupsi.

"‎Remisi dengan jumlah besar dan proses pemberian pembebasan bersyarat bisa mencederai rasa keadilan masyarakat dan tidak sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi. Hal itu tidak menimbulkan efek jera kepada koruptor," ujar Jubir KPK, Johan Budi di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2014), seperti dilansir Detiknews.

Memang mengerikan. Siapa yang tahu berapa jumlah remisi yang telah diberikan kepada para terpidana korupsi lainnya? Bagaimana para koruptor bisa jera jika mereka tahu masa hukuman pidana ternyata bisa sangat diperingan? Dan semua pemberian remisi itu dikatakan sesuati peraturan atau legal!

Jadi selain lini penyidikan & penuntutan, lini persidangan, seharusnya lini pelaksanaan hukuman penjara juga diawasi dengan ketat jika ingin mempertegas semangat pemberantasan korupsi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun