Ya sudahlah, pikir Bongsor, karena dia yang menang, paling tidak jalan depan rumahku yang sekarang masih batu-batu saja bakal jadi aspal licin. Dan Bongsor pun menunggu-nunggu kapan pengaspalan jalan akan dimulai.
Bongsor tidak tahu, rupanya sang aleg terpilih gagal mengarahkan pos anggaran perbaikan jalan tahun ini ke kampung itu karena masalah prioritas, yang bisa diterima semua pihak, dan baru dapat jatah dua tahun lagi. Merasa tak enak dengan konstituennya, sebagai kompensasi, sang aleg berusaha mencarikan donatur untuk mendanai perbaikan sekolah SD dan masjid di kampung tersebut, dan dia berhasil. Bangunan sekolah SD diperbesar dan diperluas, demikian pula masjid kampung menjadi lebih megah dan indah. Sebagian konstituen kemudian bisa menerima kompensasi tersebut, dan mengucapkan terima kasih mereka.
Namun Bongsor, yang sudah mengkhayalkan jalan aspal licin depan rumahnya, bersama kawan-kawan seormas protes keras kepada sang aleg, menagih janji kampanye.
"Bapak berjanji dalam kampanye untuk pembangunan jalan aspal, sekarang kan Bapak sudah menang, jadi mana realisasinya? Jangan bohongi kami!", demikian tuntut Bongsor dan kawan-kawan seormas.
Jawaban sang aleg datar-datar saja, namun tak kalah garang.
"Hei, kemarin kamu katanya tak percaya dengan janji kampanyeku, tak pula memilihku, malah memilih lawanku. Kenapa sekarang kamu yang paling keras nagih-nagih janjiku, bilang kecewa segala, bilang merasa dibohongi? Jangan mengada-ada!"
Dan si Bongsor pun terdiam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H