Mohon tunggu...
Ira Uly Wijaya
Ira Uly Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Penulis

You not alone, Allah be with you

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senandika Hijrah di Penghujung Tahun

18 Oktober 2022   16:04 Diperbarui: 18 Oktober 2022   16:11 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Akbar terus bicara kepada Hijrah. Sampai muncul kalimat yang membuat Hijrah membisu. Akbar menanyakan pendapat Hijrah tentang pak Subito.  Ia berkata bahwa "Apabila Pak Subito sadar, apakah harus tetap dirawat di rumah sakit Adam Malik atau dibawa pulang saja?" Ia takut kalau nanti pak Subito tidak dapat ditolong. Jika ia meninggal di rumah sakit, maka ia akan dianggap meninggal karena Covid. Pemakamannya pun tidak boleh dikunjungi oleh pihak keluarga.

Hijrah hanya bisa pasrah. Ia yakin bahwa ayahnya akan sembuh. Lalu ia pun memberanikan diri untuk menyetujui bahwa ayahnya lebih baik dirawat di RS Adam Malik sampai ayahnya sembuh. Tak lama setelah percakapan mereka, pak Subito sadar. Pak Subito langsung bicara pada Hena. 

"Hena kalian kemana saja? Kenapa kalian lama sekali? Mana ibumu? Cepatlah kita sudah ditunggu-tunggu," ujar Pak Subito terburu-buru.

Akbar dan Hena terlihat sedih. Mereka berdua tetap menghibur pak Subito yang seperti bermimpi. Seolah-seolah pak Subito akan pergi jauh dari mereka dengan perkataannya tadi. Hena mendengar suara azan. Ia pun pamit kepada ayahnya dan abangnya untuk sholat ashar. Beberapa menit setelah Hena selesai sholat Ashar ia kembali melihat ayahnya. Ia memegang kaki ayahnya untuk memijit kakinya. Tiba-tiba saja Hena khawatir. Ia merasakan seluruh kaki ayahnya dingin hingga sampai ke ujung kakinya. Di tatap-tatapnya wajah ayahnya yang terengah-engah. Ia semakin dirundung duka. Cepat-cepat ia lari memanggil perawat. Namun, perawat hanya memalingkan wajah seolah yakin bahwa ayahnya tidak ada harapan lagi. Akbar dan Hena mengelus kepala ayahnya. Mereka berdua begitu pilu tak percaya semuanya akan cepat berlalu.

Hena memberitahukan kabar duka itu kepada ibu dan kakaknya melalui wa (video call). Ia tak sanggup memberitahukannya. Ia menarik napas panjang dan mulai berbicara dengan suara gemetar. Hijrah tak sabar mendengar ucapan Hena. Bu Wenia langsung memulai pembicaraan dengan bertanya, "Bagaimana kabar ayah, nak?" Hena semakin teriris pilu. 

 "Kakak dan ibu yang sabar ya. Ayah kak. Ayah udah," mata Hena memerah tak sanggup untuk bicara.

"Kenapa ayah dek? Ayah baik-baik sajakan?" Tanya Hijrah penasaran.

"Ayah udah gak ada lagi kak". 

Suasana semakin mengharu biru tak terkendali. Bu Wenia merintikkan air mata. Sementara Hijrah termenung tak berdaya. Video call itu terputus tiba-tiba-tiba. Hena takut kalau penyakit jantung ibunya kumat. Ia hanya bicara singkat dan megirimi pesan kepada kakaknya di wa. Ia mengatakan bahwa "Ayahnya meninggal setelah sholat ashar tadi. Ia minta tolong pada Hijrah untuk menjaga ibu mereka. Jasad pak Subito akan tiba dirumah nanti malam ke rumah mereka di Sibolga". 

Hijrah dan Bu Wenia tak karuan mendengar kabar buruk itu. Mereka berdua menangis kencang seakan dunia sudah berakhir. Bu Wenia terduduk membayangkan suaminya dipertemuan terakhir mereka saat berada di RS Umum Sibolga.

"Nanti kalau aku berangkat jangan lambaikan tangan untuk ku ya. Jangan pernah ungkit keburukanku. Semua kesalahanku yang membuat kalian kecewa, tolong dimaafkan ya. Jaga anak-anak baik-baik. Sabar kalian ya melewati kehidupan ini," ujar pak Subito dengan suara pelan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun