Perempuan jelang lima puluh tahun itu termangu di bangku teras rumah. Dengan wajah sedih, tangan bertopang dagu pikirannya melayang ke mana-mana.
Namanya Darmi, lima tahun sudah ditinggal sang suami kembali pada Robbnya. Dengan tiga orang anak yang belum dewasa, sungguh ujian hidup yang terasa berat.
Beruntung tempat tinggalnya tak jauh dari sekolah dasar. Dengan mengajak si bungsu yang saat itu berumur tiga tahun, dia berjualan jajanan dan mainan di sekolah tersebut. Sementara di sore hari, perempuan yang rambutnya sudah memutih itu berjualan di madrasah diniyah.
Yang Maha Kuasa memang sayang pada semua makhluk-Nya. Saat Dia memberikan ujian, selalu ujian itu diikuti dengan balasan yang sesuai. Setiap Dia memberikan kesulitan pada seorang hamba, maka akan diberi jalan keluar. Bahkan ketika Dia memberikan kesedihan pada seseorang, maka saat itu dibarengi dengan suatu peristiwa yang menyejukkan.
Begitu juga yang dialami Darmi, anak sulungnya yang saat itu berumur sebelas tahun, tidak malu membantunya berjualan. Tiap istirahat, Iqbal membantu ibunya melayani anak-anak sekolah yang berebutan membeli. Begitu juga saat berjualan di madrasah.
Uang yang didapat dari berjualan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan Darmi bisa menyisihkan sedikit untuk ditabung. Uang yang ditabung digunakan untuk memenuhi keperluan hidup di saat sekolah libur.
"Mak, besok katanya puasa ya?" Dinda anak bungsunya muncul, memutus lamunan.
"Iya. Kenapa?"
"Kok Emak tidak beli gula sama teh?"
"Memang kalau puasa harus beli gula sama teh?"
"Biasanya Emak kan beli."