Nama : Iranda Rencany Galih PerjuanganÂ
NIMÂ Â Â : 222111098
Kelas. : HES 5C
Dosen : Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.
Pada saat ini, pinjaman online (pinjol) sangat populer di Indonesia, terutama dalam kebutuhan mendesak. Pinjaman online adalah layanan pinjaman yang dapat diakses melalui platform digital. Prosesnya biasanya cepat dan mudah, memungkinkan peminjam mendapatkan dana tanpa perlu mengunjungi bank fisik. Meskipun menawarkan kemudahan bagi peminjam, pinjol ini juga menghadirkan berbagai permasalahan terutama dalam konteks hukum ekonomi syariah, salah satu kasus yang sedang ramai dibicarakan adalah sengketa terkait maraknya pinjol illegal.Â
Pinjaman online ilegal (pinjol ilegal) merujuk pada praktik peminjaman uang melalui platform yang tidak terdaftar atau diizinkan oleh otoritas yang berwenang. Biasanya, pinjol ilegal menawarkan proses yang cepat dan mudah, tetapi seringkali disertai dengan bunga yang sangat tinggi dan praktik penagihan yang agresif.
Kasus
Salah satu kasus yang sedang ramai adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menutup 10.890 platform investasi ilegal, pinjaman online (pinjol) ilegal hingga gadai ilegal. Penutupan itu merupakan jumlah tindakan sejak 2017 sampai Agustus 2024. Direktur Pengawasan Perilaku PUJK Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wilayah Regional 4 Surabaya Dedy Patria mengatakan puluhan ribu entitas ilegal yang ditutup itu telah merugikan masyarakat mencapai Rp 139,67 triliun.
Secara rinci, 10.890 entitas yang ditutup tersebut meliputi investasi ilegal sebanyak 1.459, pinjol ilegal 9.180, dan gadai ilegal 251. Pada tahun ini hingga Agustus 2024, OJK telah menutup 2.741 entitas ilegal yang terdiri atas 241 investasi ilegal dan 2.500 pinjol ilegal.Â
Dalam konteks Hukum Ekonomi Syariah, terdapat beberapa kaidah hukum yang berkaitan dengan kasus pinjol illegal yaitu:
1. Larangan Riba: Praktik pinjol ilegal sering mengenakan bunga yang sangat tinggi, yang dianggap sebagai riba dalam Hukum Ekonomi Syariah. Riba dilarang karena dianggap eksploitatif.
 2. Transparansi Informasi: Penyelenggara pinjol ilegal biasanya tidak memberikan informasi yang jelas mengenai syarat dan ketentuan pinjaman. Ini melanggar prinsip transparansi yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
 3. Praktik Penagihan yang Tidak Etis: Pinjol ilegal sering kali menggunakan metode penagihan yang intimidatif dan tidak sesuai dengan hukum, yang dapat dianggap sebagai tindakan melanggar hukum.
 4. Ketidakpatuhan terhadap Regulasi OJK: Pinjol yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melanggar hukum yang mengatur lembaga keuangan, termasuk batasan suku bunga dan praktik bisnis yang baik.
 5. Tindak Pidana Penipuan: Pinjol ilegal dapat dikenakan sanksi pidana jika terbukti melakukan penipuan, seperti penyalahgunaan informasi atau identitas nasabah.
 6. Hukum Perdata: Nasabah yang dirugikan oleh pinjol ilegal dapat mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang dialami akibat tindakan tersebut.
 7. Pelanggaran terhadap Prinsip Keadilan: Praktik pinjol ilegal sering kali merugikan nasabah, yang bertentangan dengan prinsip keadilan dalam setiap transaksi.
Kaidah-kaidah hukum ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari praktik pinjol ilegal yang merugikan. Masyarakat perlu memahami risiko dan hak-hak mereka untuk menghindari kerugian yang diakibatkan oleh pinjaman yang tidak sesuai.
Norma hukum merujuk pada prinsip atau standar yang mengatur perilaku dalam masyarakat. Dalam konteks pinjol ilegal, norma hukum mencakup:
1. Transparansi: Pemberi pinjaman harus memberikan informasi yang jelas mengenai syarat dan ketentuan pinjaman, termasuk bunga dan biaya.Â
2. Keadilan: Peminjam berhak atas perlakuan yang adil, tanpa adanya praktik penagihan yang intimidatif.
3. Perlindungan Konsumen: Konsumen berhak dilindungi dari praktik yang merugikan, termasuk penipuan dan penyalahgunaan data pribadi.
Aturan hukum terkait pinjaman online (pinjol) di Indonesia meliputi beberapa regulasi utama yang mengatur operasional dan perlindungan konsumen. Berikut adalah aturan hukum yang relevan:
1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK): OJK mengatur dan mengawasi pinjol yang legal. Hanya pinjol yang terdaftar di OJK yang diizinkan beroperasi.
2. Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016: Mengatur layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, termasuk syarat pendaftaran, kewajiban transparansi, dan perlindungan konsumen.
3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen: Menjamin hak-hak konsumen dalam transaksi, termasuk kewajiban penyedia layanan untuk memberikan informasi yang jelas dan transparan.
4. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE): Mengatur transaksi elektronik dan menjamin perlindungan data pribadi pengguna.
5. Undang-Undang No. 21 Tahun 2018 tentang Praktik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah: Mengatur usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk akses keuangan.
6. Ketentuan Pidana: Pelanggaran terhadap regulasi di atas dapat dikenakan sanksi pidana, termasuk denda dan hukuman penjara.
Analisis kasus pinjaman online (pinjol) dengan menggunakan paham positivisme hukum
Paham positivisme hukum mengenai pinjaman online (pinjol) ilegal menekankan bahwa kegiatan tersebut melanggar regulasi yang ditetapkan, terutama Undang-Undang yang mengatur izin operasional dari OJK. Penyelenggara pinjol ilegal dapat dikenakan sanksi hukum yang jelas, berdasarkan ketidakpatuhan terhadap norma yang berlaku. Pendekatan ini berfokus pada kepastian hukum dan perlindungan konsumen, sehingga hanya pinjol yang memiliki izin yang dianggap sah dan bertanggung jawab dalam praktik peminjaman.
Analisis kasus pinjaman online (pinjol) dengan menggunakan paham sociological jurisprudenceÂ
Sociological jurisprudence dalam konteks pinjaman online (pinjol) ilegal menyoroti dampak sosial dari praktik ini, terutama terhadap individu dan komunitas yang rentan. Pendekatan ini mempertimbangkan bagaimana pinjol ilegal sering mengeksploitasi kebutuhan finansial mendesak, mengakibatkan utang yang berlebihan dan tekanan psikologis. Selain itu, jurisprudensi sosiologis mendorong pemahaman tentang faktor-faktor ekonomi dan sosial yang memicu pertumbuhan pinjol ilegal, serta menekankan pentingnya regulasi yang responsif dan inklusif untuk melindungi konsumen dan menyediakan akses keuangan yang lebih aman dan etis.
Kesimpulan:
Pinjaman online (pinjol) ilegal merupakan praktik yang merugikan karena sering kali mengenakan bunga tinggi dan biaya tersembunyi, serta beroperasi tanpa izin resmi. Hal ini menyebabkan eksploitasi dan ancaman terhadap peminjam, mengakibatkan dampak negatif pada kesehatan finansial dan mental. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko pinjol ilegal dan memerlukan tindakan tegas dari pemerintah untuk memberantas praktik tersebut.
#uinsaidsurakarta2024 #muhammadjulijanto #prodihesfasyauinsaidsurakarta2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H