Mohon tunggu...
Ira Lathief
Ira Lathief Mohon Tunggu... Penulis - A Friend for Everybody, A Story Teller by Heart

Blogger、Author of 17 books、Creativepreneur, Founder @wisatakreatifjakarta @festivalkebhinekaan Personal Blog :www.iralennon.blogspot.com. IG @creative_traveler

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di 5 Lokasi di Jakarta ini, Rumah Ibadah Berbeda Agama Damai Berdampingan

22 Juni 2017   21:04 Diperbarui: 23 Juni 2017   01:03 8107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mesjid Al Muqarrabien dan Gereja Manahaim terletak di Jl. Enggano, Tanjung Priok Jakarta Utara. Gereja Protestan Manahaim berdiri sejak 1957, sedangkan Mesjid Al Muqarrabien berdiri dua tahun setelahnya. Keberadaan kedua rumah ibadah yang terletak persis di depan gerbang pelabuhan Tanjung Priok begitu mencolok karena letaknya yang bersisian dan berbagi tembok dan dinding yang sama.

Mesjid Al Muqarrabien dan Gereja Manaheim ini dekat dengan tempat tinggal saya di Tg. Priok. Tapi karena sering saya lewati sejak kecil, keberadaan dua rumah ibadah yang bersisian ini tidak istimewa bagi saya. Hingga suatu hari, saya bersama seorang kawan ekspatriat asal Filipina sedang berkunjung ke Pelabuhan Tg. Priok dan saat melintas di depan rumah ibadah ini, kawan saya tersebut terlihat takjub dan meminta turun sebentar dari mobil karena ingin memotret kedua rumah ibadah tersebut dari sebrang jalan. Dari situlah saya tersadar bahwa keberadaan kedua rumah ibadah berbeda agama ini pun sangat menarik bagi orang asing.

Menurut  pengurus gereja dan masjid disana, umat kedua rumah ibadah tidak pernah menemui masalah. Apabila ada acara keagamaan, seperti bulan suci Ramadan, Lebaran, atau Natal,  para pengurus Mesjid dan Gereja saling mendukung, bahkan mengadakan acara bersama untuk menghormati ibadah pemeluk agama yang lain. Contohnya di bulan Ramadhan, pihak gereja Manahaim menggelar buka puasa denga menyediakan takjil.

Saat Lebaran pun, pihak gereja turut membantu mempersiapkan untuk shalat Idul Fitri. Termasuk, jika shalat Ied bertepatan pada Minggu, pengurus gereja bersedia mengalah dengan cara meniadakan acara mereka. Sementara apabila pihak gereja menggelar ibadah, maka pihak pengurus masjid mempersilakan lahan parkirnya digunakan jemaat gereja. Selama puluhan tahun umat dari kedua rumah ibadah tersebut hidup damai berdampingan, sungguh indahnya.

  3.    Wihara Satrya Dharma -- Mesjid Jami Nurul Falah, Teluk Gong

20170114-125923-594be80454610c2770030922.jpg
20170114-125923-594be80454610c2770030922.jpg

20170114-125653-594be81d54610c364c75faf2.jpg
20170114-125653-594be81d54610c364c75faf2.jpg

 Wihara Satrya Dharma dan Mesjid Jami Nurul Falah terletak di Jl Teluk Gong Raya no. 1, Penjaringan. Wihara Satrya Dharma sudah berdiri sejak tahun 60an, dan merupakan wihara terbesar di Jakarta saat ini, dengan luas luas sekitar 6000 m2. Sedangkan Mesjid Jami Nurul Falah yang terletak bersebelahan dengan Wihara,  baru dibangun di tahun 90an, dan pembangunannya banyak dibantu oleh pihak Wihara hingga kedua rumah ibadah disebut sebagai "Saudara".

Keberadaan Wihara Dharma Satya ini berawal dari seorang bermarga Kwee (Kho) yang mendapat wahyu untuk membangun sebuah kelenteng di tengah sawah. Berkat bantuan donatur, ia berhasil membangun sebuah kelenteng Kwee Goan Say yang merupakan bangunan tertua di komplek Wihara.
 Pada masa Orde Baru ada kebijakan pembatasan budaya China. Oleh karena itu,  Kelenteng dijadikan satu dengan  Wihara. Padahal, ada perbedaan mendasar antara  Kelenteng dengan Wihara. Kelenteng merupakan tempat peribadatan umat Konghucu atau Tao, sedangkan Wihara merupakan tempat ibadah umat Buddha.Tapi di zaman Orde Baru, agama Konghucu tidak diakui sebagai agama resmi, hingga penganut Konghucu harus melebur ke dalam agama Budha.

 Wihara Satrya Dharma dan Mesjid Nurul Falah disebut sebagai "besaudara", karena pembangunan Masjid dibantu oleh pihak Wihara. Begitupun ketika Masjid Nurul Falah mengalami kebakaran beberapa tahun lalu, biaya perbaikan sepenuhnya ditanggung pihak Wihara. Bantuan ini juga merupakan bentuk balas budi pihak Wihara terhadap pengurus dan jemaah masjid karena ketika meletus kerusuhan Mei 1998, para pengurus dan jamaah mesjid berjaga di depan wihara. Warga sekitar  beramai ramai berjaga dan mengusir massa yang hendak merusak wihara.  Sungguh bentuk toleransi antar beragama yang tidak sekedar basi basi, tapi benar benar diwujudkan dalam aksi nyata. 


           4.    Pura Aditya Jaya -- Mesjid Al Taqwa, Rawamangun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun