Setengah berlari, saya menggesa langkah menuruni terowongan bawah tanah di Stasiun Depok Baru, Ahad, akhir November lalu. Berdasarkan informasi dari pengeras suara, kereta tujuan Bogor yang akan kami tumpangi segera tiba. Hari itu saya pergi bersama suami dan dua anak kami, Bintang dan Zizi.
"Hati-hati di jalur selatan akan segera masuk kereta api tujuan Bogor, bagi penumpang,...," ujar petugas dari pengeras suara.Â
Hup...hup...hup. Satu dua tiga, satu dua tiga. Kami pun memacu langkah lebih kencang. Begitu sampai di Peron kereta pun tiba. Informasi yang akurat dari petugas stasiun telah membantu kami sehingga tak ketinggalan kereta.
Rupanya kereta yang kami naiki penuh dari Jakarta. Meski begitu saya yang menggendong si bungsu Zizi yang baru berusia 6 bulan tetap kebagian tempat duduk. Saat memasuki gerbong yang penuh, seorang pemuda spontan berdiri dan memberi kami kursi.
"Silakan Bu," ujar dia. Padahal saat itu tak ada petugas yang berjaga. Tak hanya saya, suami yang menggendong si sulung Bintang (2 tahun) juga mendapat tempat duduk dari penumpang lain.
Inilah yang membuat saya betah naik Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ). Dari waktu ke waktu kepedulian penumpang dengan penumpang lain terus bertambah. Saya yakin salah satunya karena petugas di kereta selalu "nyinyir" mengingatkan penumpang untuk memberikan bangku prioritas pada penumpang prioritas seperti saya. :-)
Selain lewat pengeras suara, beberapa petugas keamanan juga sering berkeliling dari gerbong ke gerbong untuk memastikan kenyamanan dan keamanan perjalanan. Dalam beberapa perjalanan saya sering melihat petugas menegur penumpang yang duduk lesehan di lantai, atau petugas yang memastikan penumpang prioritas seperti lansia dan ibu hamil mendapatkan kursi.
Tak hanya nyaman di hati, naik KCJ kini juga nyaman di mata. Sekarang nyaris seluruh gerbong dihiasi aneka warna dari iklan yang tertempel di berbagai tempat. Bahkan hari itu saya menemukan gerbong yang full colour dari lantai hingga langit-langitnya. Hmmm, bila semua gerbong berwarna seperti itu pasti lebih seru.
Berkeliling naik kereta, tentu saja bisa saya pamerkan setelah segala perubahan dan kenyamanan yang disediakan KRL. Akan lain halnya dengan tujuh tahun lalu. Saat itu saya yakin tak ada yang cinta KRL, termasuk juga saya. KRL belum menjadi transportasi primadona seperti sekarang. Bahkan KRL hanya dijadikan moda transportasi alternatif terakhir. Dulu dibenci sekarang dicari.
Ya. Bila dibandingkan beberapa tahun lalu, KCJ sekarang memang telah jauh berubah. Hebatnya perubahan itu terjadi hanya dalam waktu kurang dari sepuluh tahun. Sejak dibentuk pada 12 Agustus 2008, hingga kini sudah banyak inovasi.