Singkat sekali Gerhana Bulan Total (GBT) malam ini, Rabu 26/5/2021. Sekitar pukul 18.18 WIB. Umat Islam tenggelam dalam kekhusukan sholat gerhana. Nyaris bersamaan dengan detik-detik Waisak yang jatuh pada 18.13.30 Wib. Sebuah kebetulan dari bertemunya dua peristiwa istimewa. Di siai lain, ada juga mitos datangnya Betharakala.
Peristiwa yang bisa dilihat dengan mata telanjang ini hanya berlangsung dalam hitungan menit saja. Saya menyaksikannya bersama anak-anak. Sambil melayani rasa penasaran mereka seputar mitos gerhana. Salah satunya tentang Batharakala.
Sebenarnya sudah sejak sore tadi tanya penasaran tentang mitos-mitos gerhana bulan ini disampaikan. Saya sengaja mengalihkan perhatian, menunda hingga peristiwa gerhana tiba dan bisa mereka saksikan bersama.
Entah darimana anak-anak mendapatkan kisah tak ilmiah itu. Tentang gerhana sebagai penanda datangnya Betharakala. Sang pembawa wabah, penyakit dan bencana ke alam manusia.
Saya terus bertanya, darimana asal cerita tersebut. Seharian ini saya menikmati hari libur nasional memperingati hari raya waisak, sama seperti hari-hari biasa. Hanya di rumah saja. Sementara anak-anak sibuk dengan sepedanya. Sejak pagi hingga tengah hari. Berkeliling di sekitar lingkungan tempat tinggal kami.
Saya sempat menyelidik, kemana saja mereka bermain hari ini. Jawabnya hanya di sekitar rumah dan jalan aspal ke arah sawah. Mereka berkumpul ceria dengan kawan sebayanya. Rupanya Beberapa diantaranya ada yang bercerita tentang mitos-mitos gerhana. Itu pun didengar dari cerita tutur orang-orang tua di sekitar rumahnya.
Maknanya sedikit banyak, mitos ini masih demikian kuat diyakini para tetangga kami yang kebanyakan para sedulur petani. Wabah penyakit dan bencana ini dikaitkan dengan hasil bumi dan hewan ternak mereka.
Semakin mewarnai peristiwa gerhana ini adalah hasil ramalan primbon lama yang dibaca salah seorang sesepuh dukuh.. Bahwa terjadinya gerhana ini juga pertanda para pembesar negara ini akan berkelahi satu sama lain. Sementara rakyat kecil banyak tertimpa musibah dan wabah.
Itu hanya ramalan berdasar buku primbon yang tidak wajib diimani. Hanya saya merasa perlu menuliskannya sebagai penanda bahwa di era ini masih ada masyarakat yang memiliki keyakinan terhadap ramalan berdasar terjadinya fenomena alam.
Tetangga saya yang petani, usai melaksanakan sholat maghrb sudah memperbanyak bacaan wirid. Kemudian tampak bergegas ke kandang di belakang rumahnya. Hanya sekedar memegang perut kambing yang sedang mengandung. Dengan memanjatkan doa supaya seluruh hewan peliharaan, terkhusus kehamilan kambingnya sehat tanpa gangguan dan mendatangkan berkah melimpah.
Tak lupa ia juga menyempatkan datang ke sawah dan ladangnya. Tepat saat berlangsungnya GBT. Malam gerhana dipercayanya ampuh tolak hama. Hanya dengan membaca sahadat dan shalawat masing-masing sebanyak 7 kali.
"Kesempatan ini (gerhana bulan), kita bisa minta pada yang kuasa. Saya baca sholawat 7 kali, sahadat 7 kali. Terus tak tembung (saya ucapkan) juga ke penghuni penjaga bumi. Menggunakan hana caraka diwalik. Supaya hama penyakit pergi. Tanduran subur dan panennya berhasil," ujar pria yang usianya sekitar 65-an, sebut saja Mbah Apan.
Mbah Apan adalah petani produktif di lingkungan kami. Ia memiliki lahan luas di beberapa tempat. Semua ditanami padi. Jika ditotal sawah dan ladangnya hampir mencapai 2 hektar luasnya.
"Amalan yang saya lakukan ini tidak sembarang orang bisa melakukan. Ilmu kuno ini (hanacara dibalik) warisan dari Si Mbah Kanjeng Sunan Kalijaga. Saya mempelajarinya saat muda melalui tirakat," aku Mbah Apan.
Pada saat gerhana berlangsung, mushollah dan dan masjid di dekat rumah saya melaksanakan jamaah sholat gerhana bulan. Sholat dua rakaat kemudian terdengar pembacaan khutbah.
Sambil mendengar khutbah shalat gerhana dari speaker musholllah dekat rumah. Saya minta anak-anak duduk anteng di beranda. Sambil terus memperhatikan bulan merah disapu awan.
Menyaksikan proses menghilangnya bulan merah dari pandangan. Hanya sekejap, kemudian muncul lagi sedikit demi sedikit, perlahan-lahan. Kemunculannya tampak timbul tenggelam bersama arakan awan.
"Kenapa kita lihat gerhana ini. Katanya kalau dilihat, nanti kita bisa buta loh," kata si kakak. Informasi apa saja akan cepat diingat oleh anak-anak. Makanya fatal bila memperoleh info yang tidak benar.
Beruntung, khutbah di mushollah juga membahas perihal menyangkal mitos di masyarakat setempat. Saya hanya diam,anak-anak pun ikut mendengar khutbah.
Sesekali saya kasih tekanan pada kalimat yang disampaikan ustad di mushollah supaya anak-anak lebih paham antara mitos dan fenome alam dari kebesaran tuhan.
Secara garis besar demikian isi khutbah:
Jamaah sholat gerhana bulan rohimahumullah, gerhana bulan adalah fenomena alam. Gerhana bulan bukan pertanda datangnya batharakala. Bakal datangnya bencana dan musibah bagi para petani. Hal itu adalah mitos.....
Fenomena ini semoga mengingatkan kita akan kebesaran Allah. Bahwa bulan berputar mrndekati bumi. Bumi sejajar dengan matahari. Ini suoaya kita mengingat tentang kiamat. Hari akhir itu benar adanya. semoga menjadikan kita semakin bertaqwa, memperbanyak ibadah dan sedekah.
Petistiwa gerhana ini janganlah hanya menjadi ajang selfi dan bersuka ria belaka. Banyak waktu kita sia-siakan untuk kemaksiatan daripada taqorrub kepda yang maha kuasa.
Jamaah sholat gerhana bulan rahimahumullah, Gerhana ini hanya pengingat betapa kecilnya manusia di alam ini. Mari perbanyak taubat untuk kembali kepada allah ........
Mendengar khutbah sambil melihat langsung gerhana bulan malam ini, ampuh menangkal kisah mitos yang didapat anak-anak dari lingkungan sekitar. Barulah kemudian saya bisa leluasa menjelaskan tentang teori-teori dan fenomena alam yang menyebabkan bulan berwarna merah pada gerhana kali ini.
Bulan memerah karena berada di posisi terdekat dengan bumi. Tentang sejatinya gerhana bulan total adalah peristiwa terhalangnya cahaya matahari oleh bumi, sehingga tidak semuanya sampai ke bulan. Posisi matahari, bumi, dan bulan sejajar sehingga membuat bulan masuk ke umbra bumi.
Karena GBT malam ini bukan gerhana bulan biasa. Bulan yang memerah sebelum menghilang dari pandangan ini dinamai Super Blue (Blood) Moon atau disingkat SBBM. Ialah fenomena khusus yang hanya terjadi 195 tahun sekali.
Selamat Waisak
Durasi fase total gerhana Bulan kali ini ternayata hanya berlangsung selana 14 menit 30 detik. Puncak gerhana terjadi pada pukul 18.18.43 WIB/19.43.18 WITA/20.43.18 WIT dengan jarak 357.464 kilometer dari Bumi,
sementara puncak Perige (bulan berada di jarak terdekat) terjadi pada pukul 08.57.46 WIB/09.57.46 WITA/10.57.46 WIT dengan jarak 357.316 kilometer dari Bumi.
Istimewanya adalah SBBM tahun ini berlangsung tepat pada Hari Raya Waisak. Perayaan keagamaan Umat Budha. Puncak gerhana dan detik-detik wausak hanya terpaut beberapa detik.
Detik-detik Waisak, pada 15 sukaplaksa (paroterang). Waisaka 2565 Era Buddha yang jatuh pada 26 Mei pukul 18.13.30 WIB atau 19.13.30 WITA atau 20.13.30 WIT, dengan jarak bulan 357.461 kilometer dari Bumi.
Pada dasarnya, detik-detik Waisak terjadi ketika Purnama Waisak atau disebut juga Waisaka Purnama yang selalu jatuh pada 15 sukaplaksa di bulan Waisaka.
Hari Tri Suci Waisak ini mengingatkan pada tiga peristiwa suci dalam kehidupan Buddha Gautama, yaitu kelahiran, pencapaian pencerahan sempurna, dan kemangkatan Sang Buddha. Tiga peristiwa suci itu terjadi pada hari purnama sidi, bulan Waisak.
Kepada saudara umat budha yang memperingatinya saya mengucapkan
"Selamat Hari Raya Waisak Tahun 2021. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta. Semoga semua mahkluk berbahagia".
Sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H