Mohon tunggu...
Iradah haris
Iradah haris Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - We do not need slogan anymore, we need equality in reality

Wanita yang selalu hidup di tengah keriuh-riangan rumah dan sekitar lingkungan. "Happy live is about happy wife" 😍

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Permainan Komunal di Pesisir, Nostalgia Ramadhan Masa Kecil

19 April 2021   09:27 Diperbarui: 19 April 2021   09:35 1321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi terkini setelah abrasi. Tidak ada pantai, tidak ada permainan komunal. (Dok. IH)

Sebenarnya merconan si tengah sawah ini hanya selebrasi awal. Atau bila dihitung olahraga, kegiatan jalan2 sambil merconan ini adalah pemanasan. Acara intinya, bersama-sama menuju pantai. Ya, tujuan akhir kami selalu pantai dan lautnya.

Disitulah tempat belajar kami sejak balita. Tentang biota pantai dan lautan. Juga tentang manusianya. Belajar mencari makanan dari kerang2 pantai dan ikan pemberian nelayan. Belajar menyelam dan berenang.

Anak-anak belajar dari pantai dan lautan. (Dok.IH)
Anak-anak belajar dari pantai dan lautan. (Dok.IH)

Bisa berjam2 kami berendam di laut. Kegiatan ini menurut kami menyegarkan. Padahal sebenarnya, setelahnya justru membuat makin terasa sangat kelaparan. Seringkali saat berenang dan menyelam, sambil "tak sengaja" minum air. Tapi kami tetap lanjut puasa.

Jangan dikira nikmat tersedak air asin. Sensasi tenggelamnya seperti menjalani tes polymerase chain reaction (PCR) covid-19. Air laut yang masuk menusuk pangkal hidung. Perihnya sampai ke mata. Namun anak-anak tak pernah kapok.

Untuk sekedar uji nyali, saat laut teduh tanpa gelombang kami akan berlomba berenang ke tempat terdalam. Siapa yang berani mencapai kedalaman, dialah jagoan. Aksi ini sedikit berbahaya. Bila tak kuat berenang ada saja yang tenggelam. Setelah sempat menelan beberapa teguk air asin, biasanya teman lain akan menyelamatkan. 

Kejadian semacam, bukannya membuat kami ketakutan. Justru kami akan terabahak-bahak bersama setelah berhasil melewatinya. Jika mengingatnya sekarang, tingkah kami demikian sembrono dan berbahaya.

Rumah orang tua saya tepat di seberang laut jawa. Bila malam terbiasa mendengar debur ombak dari kamar tidur. Untuk mencapainya, cukup menyeberang jalan daendeles. Rumah tepat di tepi jalan raya jalur utama bus antar provinsi, rute Semarang Suarabaya.

Lingkungan kecil keluarga nelayan menghuni area di belakang rumah. Hanya terpisah, kebun luas milik orang tua. Sekelompok anak nelayan yang masih bersaudara satu sama lain, merekalah teman-teman saya. Genk anak pantai. 

Bila musim udang rebon tiba. Nelayan-nelayan ini mulai turun ke laut sejak subuh. Kegiatan ini di daerah saya disebut "maring". Mereka membawa jaring lembut khusus penangkap rebon, udang bahan baku terasi. Alat tempur pelengkapnya hanya 2 pelampung bambu dan sepatu dari bambu panjang, mirip enggrang. Namanya angkle.

Menjemput orang tua mereka pulang dari maring adalah hal biasa bagi teman-teman saya. Meski bapak saya bukan nelayan, Saya akan bergembira bersama mereka membantu menarik apa saja dari air laut menuju darat. Biasanya tidak hanya rebon saja yang masuk jaring. Sering pula ikan pun turut sangkut. Bila lumayan ikannya, saya bisa kebagian beberapa. Cukup untuk lauk buka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun