Mohon tunggu...
Ira Ardila
Ira Ardila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Artikel ini saya buat untuk berbagi pengalaman, ilmu pengetahuan, dan menuangkan rasa dalam kata. ingin menggunakan tinta yang sudah Allah sediakan untuk menulis ilmu pengetahuan yang tidak ada habis-habisnya. Saya bukan pengingat yang baik, maka setiap kata yang ditulis adalah alarm terbaik untuk saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenyataan Tidak Sesuai Harapan: Problematika Pendidikan di Daerah Pedalaman

29 Desember 2022   23:43 Diperbarui: 29 Desember 2022   23:51 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang kelas di sebuah SDN 3 Kutakarang Fillial/dok pribadi

Manusia tidak dapat dipisahkan dari pendidikan sejak dilahirkan hingga tutup usia. Pendidikan sepanjang hayat atau long life education merupakan proses panjang tanpa henti yang harus dilalui oleh manusia. 

Pendidikan sangatlah urgent dan vital bagi kelangsungan hidup manusia. Bahkan di setiap negara memiliki peraturan tentang pendidikan, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagaimana pasal 31 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. 

Dengan landasan hukum yang kuat tersebut memberitahukan akan hak seluruh warga negara dari Sabang hingga Merauke, dari kalangan atas hingga kalangan bawah, dari daerah yang sudah maju, berkembang, bahkan daerah pedalaman di Indonesia berhak mendapatkan pendidikan.

Lalu pendidikan seperti apa yang berhak didapatkan oleh warga negara? Untuk menjawab lebih dalam kita beranjak pada undang-undang yang mengatur pendidikan di Indonesia yaitu undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 20003 di dalamnya disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memeroleh pendidikan yang bermutu. 

Artinya warga negara mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu atau berkualitas karena pendidikan yang tidak bermutu tidak akan memberikan dampak apa-apa.

Namun, Das Solen dan Das Sein atau harapan dengan kenyataan sering kali tidak berjalan berdampingan.  Apa yang tertuang dalam undang-undang sangat kontras dengan apa yang terjadi di lapangan, khususnya di daerah pedalaman. Ketidakmerataan akses pendidikan di daerah perkotaan dengan daerah pedalaman tidak sesuai dengan bab 3 pasal 4 UU SISDIKNAS, disebutkan bahwa "pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadian serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultual, dan kemajemukan bangsa". 

Dikatakan belum demokratis, belum adil, dan masih diskriminatif karena nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila belum teraktualisasikan dengan baik dapat diihat di daerah pedalaman belum meratanya fasilitas pendidikan yang diberikan. 

Sehingga hal tersebut akan berdampak pada rendahnya kuaitas pendidikan. Padahal pendidikan di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertingga) seharusnya diberikan perhatian yang lebih agar dapat mengejar ketertinggalannya dengan daerah lain. Sesuai dengan bab 4 pasal 5 ayat 3 UU SISDIKNAS "bahwa warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan khusus".

Indonesia adalah negara yang masih berjuang keras untuk mencapai kemajuan padahal ujung tombak kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan. Pendidikan yang berkualitas dan merata hingga ke daerah pedalaman adalah pendidikan yang diharapkan karena bukan hanya SDM yang ada di perkotaan saja yang berpengaruh bagi Indonesia, SDM di daerah pedalaman pun sangat mempengaruhi perkembangan bangsa Indonesia, apalagi di pedesaan yang memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa melimpah tentu SDA ini harus di dukung oleh SDM yang berkualitas sehingga mampu dimanfa'atkan dengan baik untuk mencapai kesejahteraan. SDM yang berkualitas tentu hasil dari proses pendidikan yang berkualitas pula.

Lalu bagaimana sebenarnya wajah pendidikan di daerah pedalaman saat ini?

SDN Kutakarang 3 Filial adalah satu dari banyaknya sekolah yang ada di pedalaman Indonesia, tepatnya di Kampung Pamatang Laja, Desa Kutakarang, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. 

Merupakan salah satu tempat yang saya singgahi selama 30 hari penuh. Tempat yang tidak terlalu jauh dari ibu kota namun dihadapkan dengan prolematika pendidikan yang cukup serius bagi saya sebagai mahasiswa yang melihatnya.

Problematika yang dihadapi sekolah di pedalaman khususnya SDN Kutakarang 3 Filial yaitu:

  • Sarana dan prasarana yang tidak memadai

Menurut KBBI sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Untuk mencapai tujuan pendidikan tentu sarana yang harus ada di sekolah yaitu buku materi, alat tulis, alat peraga, alat praktikum, alat olahraga, dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha pembangunan proyek). 

Dalam hal ini adalah prasarana penunjang utama terselenggaranya proses pendidikan dengan baik. Misalnya gedung sekolah, ruang kelas, ruang guru, perpustakaan, toilet, dll. Namun di SDN Kutakarang 3 Filial sarana tersebut belum memadai, misalnya:

  • Media belajar

Media belajar seperti buku materi yang sudah tidak layak, sudah bolong karena dimakan rayap, berdebu, dan buku dengan tahun terbit yang sudah lama, ditambah tempat menyimpan buku yang kurang aman dari kondisi alam yang akan mempengaruhi kondisi buku.

  • Alat-alat pendukung pembelajaran

Di sana tidak ada alat peraga pembelajaran maupun alat praktikum, ada alat olahraga, namun dengan kondisi kurang baik karena tidak ada ruang olahraga untuk menyimpan alat-alat olahraga dengan aman. Ketika akan ujian AKM, siswa dan siswi harus berpindah posisi terlabih dahulu ke sekolah induk. Jarak antara sekolah induk dan filial tentu tidak dekat, apalagi dengan kondisi jalan yang tidak baik. Kursi dan meja sangat terbatas jumlahnya sehingga seringkali dalam proses pembelajaran terpaksa duduk di tanah yang berdebu.

  • Ruang Kelas

Ruang kelas di sana jumlahnya sangat terbatas, hanya ada 3 ruang untuk SD dengan sistem belajar digabung dengan kelas lain, misal kelas 1 digabung dengan kelas 2, dsb. Di sana terdapat sekolah MTS yang juga satu gedung dengan SD. Satu ruang kelas di gunakan untuk MTS dengan sistem belajar menggabungkan kelas 7, 8, dan 9. Di ruang kelas pun tidak terdapat kaca jendela dan pintu, lantai masih tanah yang berdebu dan tidak ada alat penerang.

  • Ruang guru

Ruang guru sekaligus perpustakaan yang digunakan untuk menyimpan buku sudah tidak layak di gunakan. Dengan sarana dan prasarana yang tidak memadai tentu akan mempengaruhi proses belajar, siswa merasa tidak nyaman dan materi tidak tersampaikan dengan baik.

  • Jalan

Prasarana selanjutnya jalan, jalan sangat berpengaruh untuk melakukan mobilitas atau pergerakan dalam berbagai bidang khususnya bidang pendidikan. Kampung Pamatang Laja, Desa Kutakarang memiliki kondisi jalan sangat buruk, belum pernah sekali pun dibangunkan jalan, jalan di sana masih jalan setapak tanah merah, sehingga ketika musim hujan sangat menggaggu pergerakan masyarakat khususnya siswa yang akan pergi ke sekolah, kaki akan amblas masuk ke tanah jika tetap ingin melewati jalan tersebut, sehingga jika musim hujan siswa tidak mau bersekolah karena kondisi jalan yang membahayakan, belum lagi dengan siswa yang rumahnya di pesisir pantai yang jarak dari rumah ke sekolah sekitar 2 KM, harus melewati  hutan dan melewati jalan menanjak, menurun, dan berlumpur yang sangat membahayakan siswa.

  • Tidak ada toilet sekolah

Toilet merupakan prasarana yang sangat dibutuhkan manusia dalam hidupnya. Terebih untuk siswa yang berkegiatan di sekolah, seharusnya disediakan toilet untuk memenuhi kebutuhan siswa selama berkegiatan di sekolah jika toilet tidak ada maka tentu kegiatan belajar akan terganggu. Keprihatinan saya karena tidak ada toilet di sekolah, siswa harus mencari-cari tempat yang aman dan dekat dengan sumber air jika ingin buang air kecil.

  • Tenaga Pendidik Honorer

Tenaga pendidik sangat berpengaruh sekali terhadap proses pendidikan yang berlangsung. Apalagi di daerah pedalaman yang beban dan tanggungjawabnya amat berat karena harus mendidik, membimbing, dan mengajari, dengan sarana prasarana yang tidak memadai, belum lagi tenaga pendidik yang rumahnya sangat jauh dari sekolah harus menempuh 2 jam perjalanan menggunkan motor menuju sekolah itu pun jika tidak musim hujan. 

Namun kondisi tenaga pendidik di sana sangat memprihatinkan di mana guru-guru di sana masih guru honorer dengan gaji 300 ribu per bulan, tentu gaji tersebut tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari seorang guru dan keluaganya, karena itulah sering kali guru di sana terpaksa tidak mengajar dan beberapa saat bekerja terlebih dahulu untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. 

Sering kali siswa tidak belajar karena gurunya tidak hadir, Sungguh sangat dilematis, di satu sisi guru honorer mempunyai tanggungjawab besar mengajari siswa dan di sisi lain harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sungguh kondisi yang sangat kontras antara pedesaan dengan daerah perkotaan yang memiliki tenaga pendidik yang memadai. Tenaga pendidik di sana ada yang lulusan sarjana dan ada pula yang tidak.

Saya sebagai relawan pendidikan di daerah pedalaman sangat berharap pendidikan di daerah pedalaman lebih diperhatikan lagi oleh masyarakat pada umumnya dan pemerintah pada khususnya, lebih dibenahi demi tercapainya pemerataan pendidikan. Kami berharap untuk sarana dan prasarana seperti media belajar, alat peraga pembelajaran, alat olahraga, ruang kelas, dan perpustakaan dibenahi dengan baik, kami memohon agar pemerintah membangunkan jalan di Kampung Pamatang Laja, Desa Kutakarang, Kecamatan Cibitung, Pandeglang-Banten karena jalan akan mempermudah akses pendidikan, ekonomi, dan akses bidang lainnya. Juga mohon diperhatikan kesejahteraan guru di daerah pedalaman karena unsur-unsur pendidikan sangat berkaitan, jika satu unsur saja bermasalah maka akan menimbulkan masala lainnya. Maka dari itu segera perbaiki unsur-unsur pendidikan yang bermasalah sebelum akhirnya menimbulkan masalah baru.

Banyaknya ketimpangan antara harapan dan kenyataan banyaknya hak-hak warga khususnya bidang pendidikan yang belum di dapatkan dengan baik menggerakkan kami volunteer Sobat Mengajar untuk ikut memperbaiki pendidikan di daerah 3T. Sebagai volunteer sekaligus sebagai mahasiswa kami turut melaksanakan tri darma perguruan tinggi dan menjadi agen perubahan kearah yang lebih baik untuk masyarakat Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan.

Semoga artikel ini dapat mewakili suara hati masyarakat pedalaman, khususnya Kampung Pamatang Laja, Desa Kutakarang, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Pandeglang-Banten. Terimakasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun