Menurutmu mungkin terlalu berlebihan jika aku mengatakan meninggal, namun itulah yang terlintas di benakku di tengah rasa takutku. Kakiku melangkah dengan sedikit berlari, tangan yang memberikan symbol kepada kendaraan untuk berhenti, mata yang berjaga-jaga.
Akhirnya aku bisa menyebrang jalan itu, dan dengan rasa takut aku menghampiri pemuda jalanan itu dan beberapa pertanyaan aku lontarkan, aku masih belum bisa menemukan jawaban untuk jalan pulang yang terbaik, akhirnya aku pergi dan menaiki JPO, setelah itu aku menghampiri beberapa orang bapak-bapak dan tukang ojek online aku meminta untuk mengantarkan aku kembali ke Bitung, namun mereka tidak menyanggupi karena jauh dan hari sudah malam, akhirnya aku berjalan beberapa meter dari tempat itu dan ada seorang tukang ojek yang bertanya "mau ke mana de" sambil melambaikan tangannya ke arahku, sebagai isyarat agar aku mendekat ke arahnya, aku menjelaskan kronologi yang ku alami, dan bapak ojek pun sepertinya mengerti akan perasaan takut yang aku alami, lantas bapak ojek meyuruhku untuk duduk dan berisirahat terlebih dahulu sambil menenangkanku, dan aku bertanya tentang kendaraan yang bisa membawaku ke Bitung, dan aku mendapati jawabannya yaitu naik bus kembali,"nanti bapak bantu berhentiin busnya ya"kata bapak yang berusaha membuatku tenang, namun bus yang dimaksud belum juga melintas ke arahku. Sambil menunggu bus melintas aku bertanya lagi "pak selain bisa diakses dengan bus, bisa dengan kendaraan apa lagi ya?" kataku mencari alternatif lain jika bus tidak akan melintas malam itu.Â
Aku pun bertanya, "pak kalo di sini tempat terdekat itu apa ya?" berharap ada tempat-tempat yang ku kenal, bapak pun menjawab "ke arah sana ada Tanah Abang" tangannya sambil menunjukkan arah yang dimaksud, "wah saya tahu Tanah Abang pak, saya sering lewat sana naik kereta" aku agak lega karena mendapat alternatif lain. "Oh begitu de, kalo gitu tahu Palmerah dong, di sini Palmerah lebih dekat, ayo bapak antarkan saja ke sana, kamu pulang naik kereta aja" kata bapak sambil mengisyaratkan bahwa aku harus segera pulang karena mengingat aku ini seorang perempuan, namun aku bingung lagi karena motor yang aku bawa dari rumah di titipkan di Bitung (jarak rumah ke Bitung itu 40 menit), dan jika aku naik kereta bagaimana aku pulang ke rumah dengan tidak membawa motor, pasti orangtuaku akan bertanya-tanya, akhirnya aku memutuskan untuk menunggu bus saja, dan akhirnya bus melintas, bapak ojek pun berteriak sambil melambaikan tangannya "Pak Bitung ya?", aku pun berpamitan dan mengucapkan terimakasih kepada bapak ojek yang sangat baik sekali entah aku harus mengatakan apa kepada beliau, di saat aku sedang sendiri dalam kebingungan, bapak ojek itu seperti malaikat untukku, aku percaya bahwa pertolongan Allah selalu ada dalam bentuk apapun.
Bus pun melaju dengan cepat meninggalkan bapak ojek yang sudah membantuku, dalam bus aku mengenang kebaikan bapak tadi dan berdo'a semoga bapak tadi diberikan kemudahan oleh Allah dalam segala urusannya, aku percaya orang yang membantu memudahkan urusan orang lain, maka Allah akan memudahkan urusannya pula". Di Bus itu aku duduk di samping bapak-bapak kemudian aku menyapanya dan memulai obrolan, terlihat bapak itu sangat baik sekali, aku baru ingat bahwa uangku 50 ribu-an, pasti jika dikasih semua ke petugasnya, ada dua kemungkinan, diambil semua atau bayarannya lebih mahal dari yang biasanya. Aku pun bertanya kepada bapak yang disampingku, "bapak mohon ma'af, bapak ada uang recehan 50 ribu, aku mau tuker pak?" kataku kepada bapak dengan nada yang pelan, "sebentar ya coba saya cari dulu" sambil berusaha merogoh kontong-kantong jelana dan bajunya, ternyata uang pecahan 50 ribuan pun ada, aku langsung menukarkannya dan mengucapkan terimakasih. Di jalan aku benar-benar fokus terhadap jalan yang aku lalui, aku tidak ingin tersesat kembali. Bus pun beberapa kali berhenti, aku bertanya kepada petugas bus "Pak, Bitung berapa lama lagi ya" kataku memastikan agar aku tidak tersesat lagi "oh bentar lagi paling 5 menit" kata petugas bus, "Alhamdulillah ya Allah" ucapku dalam hati. Setelah itu Bus berhenti di Bitung, aku langsung turun dan ternyata ada beberapa orang laki-laki yang juga turun dari bus itu, aku bertanya "ka arah RS. Hermina Bitung ke mana ya?" kataku kepada mereka untuk memastikan arah tampet parkir karena motorku di tempat parkir depan RS. Hermina Bitung, "oh, harus nyebrang, ayo bareng sama saya" kata salah satu pemuda, aku tidak berfikiran negatif karena aku dapat melihat dari raut wajahnya yang tulus, "oh iya boleh ka" jawabku setuju, akhirnya beberapa laki-laki tadi berjalan di depan dan aku sengaja berjalan di belakang mereka, karena sudah menjadi kebiasaanku, dari pemahamanku memang seperti itulah sehararusnya perempuan berjalan di belakang laki-laki, pemuda yang tadi mengajakku bareng nyebrang menoleh ke arahku untuk memastikan bahwa aku aman, dan dia berkata "hati-hati ya sekarang udah malam", "iya ka, terimakasih" jawabku, aku pun sampai di parkiran dengan badan yang terasa lelah, namun dengan hati yang merasa tenang.
Motorku langsung melaju untuk pulang, perjalanan dari Bitung ke rumah memakan waktu kurang lebih 40 menit, aku berharap semoga di jalan masih ramai, namun setelah melewati pasar Curug kendaraan mulai sedikit, semakin melaju jalanan semakin gelap di sisi kanan dan kiri jalan adalah persawahan, aku menambah kecepatan laju motorku karena aku ingat di jalanan ini sering terjadi begal, di tengah rasa takut mulutku terus beristighfar, karena di dalam Al qur'an dikatakan bahwa "hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenang", dari kejauhan aku melihat cahaya kendaraan, aku pun lega, karena aku akan melewati jalan yang ramai dan terang lagi, setelah itu aku pun sampai di depan rumahku dengan mengucap rasa syukur kepada Allah karena menyelamatkanku dari berbagai bahaya.
Aku langsung mencium tangan ibuku sambil mengucap salam, hanya itu yang keluar dari mulutku, aku tidak menceritakan kejadian-kejadian yang aku alami hari ini karena jujur saja aku masih syok. Aku membuka kaos kaki dan ternyata kaos kakiku basah, entahlah mungkin karena keringat dingin dari kakiku, aku pun bersih-bersih setelah itu aku merebahkan badan di kasur kamarku, sangat lelah, aku mash tidak menyangka bisa berada di rumahku setelah beberapa jam lalu aku berada di tempat yang membingungkanku, masih terasa nyata di pikiranku ramainya kendaraan dan kebingunganku mondar-mandir mencari arah jalan pulang, aku ingat kesalahanku hari ini, ketika berangkat aku tidak berpamitan dan tidak mencium tangan orangtuaku karena ada beberapa hal, mungkin inilah cara Allah menegurku untuk kembali ke jalan yang benar. Seberapa pun jauhnya perjalanan, rumah adalah tujuan akhirnya. Bukan karena bangunannya, tapi dengan pulang aku menemui syurgaku, yaitu Ibu.
"Perjalanan panjang di dunia ini, apa yang kau cari?" seketika aku ingat caption ini yang ku tulis di snap WA tadi pagi ketika akan berangkat, dan sekarang aku menemukan jawaban dari pertanyaanku ini, bahwa perjalanan panjang di dunia ini hakikatnya mencari jalan pulang ke rumah-Nya dengan jalur yang sudah Allah tentukan, maka jangan keluar dari jalan Allah jika tidak ingin tersesat, fokus dalam menjalani perjalanan hidup ini, sedikit lengah akan membawamu tak tahu arah apalagi di akhir zaman sekarang ini. Manusia adalah tempatnya salah, kadang kita harus tersesat dahulu untuk tahu jalan mana yang terbaik untuk pulang. Kadang dalam perjalanan hidup, Allah menghadirkan badai, maka kita harus senantiasa mengingat Allah untuk mendapat ketenangan, karena ketenangan bukanlah kebebasan dari badai, tetapi ketenangan di tengah badai hingga Akhirnya Allah akan memanggil mu "wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhan mu dengan ridha dan diridhai" Q.S. Al Fajr: 27-28).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H