Mohon tunggu...
Ira Ardila
Ira Ardila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Artikel ini saya buat untuk berbagi pengalaman, ilmu pengetahuan, dan menuangkan rasa dalam kata. ingin menggunakan tinta yang sudah Allah sediakan untuk menulis ilmu pengetahuan yang tidak ada habis-habisnya. Saya bukan pengingat yang baik, maka setiap kata yang ditulis adalah alarm terbaik untuk saya.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mencari Jalan Pulang Terbaik

18 Oktober 2021   00:08 Diperbarui: 18 Oktober 2021   01:29 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku langsung menyandarkkan punggungku ke kursi, hatiku tenang karena sudah duduk di bus yang akan mengantarkanku pulang. Beberapa saat bus pun melaju dengan cepat dan beberapa kali berhenti di tempat perhentiannya. 

Hari sudah petang dan menunjukkan pukul 07.00, biasanya aku sudah sampai Bitung, aku khawatir Bitung terlewat, aku pun bertanya kepada petugas "Pak punten, Bitung sudah terlewat belum ya?" petugas menjawab "belum dek", aku pun merasa tenang dan duduk kembali sambil main hp, tak lama dari situ, bus berhenti sekitar 20 menit, saat itu aku merasa lapar dan lemas, suara petugas bus pun yang ku dengan hanya "Garut, Garut", "ah mungkin ini bus tujuan akhir Garut" bisikku dalam hati, bus pun kembali melaju dengan cepat hingga pukul 07.50 masih belum sampai di Bitung, aku mulai membuka Google maps untuk tahu posisiku sekarang, namun hp ku tidak bisa membuka Gmaps, entahlah mungkin karena sinyalnya jelek. 

Aku mulai melihat ke arah jendela dan berusaha membaca setiap petunjuk di jalan, namun karena jalan lumayan gelap dan bus melaju dengan cepat aku tidak bisa menemukan apapun.

Aku bertanya lagi kepada petugas dengan sedikit bersusah payah, karena petugas bus tidak mendengar panggilanku, akhirnya setelah beerapa kali dipanggil petugas bus pun menoleh ke arahku "Pak Bitung kapan sampai ya?" tanyaku, "wah udah kelewat tadi, tadi kan bus singgah lama di Bitung" seketika aku lemas, tenggorokanku mendadak kering, aku berusaha untuk komnunikasi dengan baik walau dengan kata yang terbata bata karena aku mulai panik, tapi aku sebisa mungkin menngendalikan diriku "lalu sekarang ini di mana pak?" tanyaku kembali, "ini di Slipi, Jakarta Barat, udah jauh banget dari Bitung" dengan wajah yang sepertinya kasihan melihatku, "Ya Allah pak, lalu aku harus ke mana" kataku dengan kebingungan yang menguasaiku, "yaudah sekarang kamu turun di sini aja yak, itu ada jembatan, kamu naik kesana", kata petugas sambil menunjuk jembatan namun bus masih tetap berjalan dengan agak pelan, "ke arah mana pak, naik jembatan penyeberangan mulai dari mana pak naiknya" tanyaku yang masih belum paham dengan kata-kata yang dijelaskan petugas bus. 

Akhirnya aku diturunkan di jalan raya yang sibuk dengan lalu lalang kendaraan, aku tak tahu di mana aku diturunkan, apakah di tol ataukah di jalan raya biasa namun jalan itu sangat luas, penuh kebisingan kendaraan ramai sekali kendaraan, aku pun turun dari bus, aku melihat ke sekitarku, aku sama sekali tidak mengenali tempat ini, seingatku aku belum pernah lewat tempat ini.

Sampai saat aku menulis ini pun aku masih bingung, namun yang ku ingat aku turun dekat tempat pemberhentian trasnjakarta, tempat tunggu transjakarta agak atas dari jalan raya, namun aku diturunkan di jalan raya itu. 

Dalam kebingungan malam itu aku mencari jalan bagaimana caranya aku bisa naik ke atas JPO sedangkan tangga nya ada di seberang jalan, dan aku berada di pembatas jalan antara jalan di kananku dan jalan di kiriku, aku seperti ada di tengah-tengah jalan. 

Aku berjalan kedepan berharap ada tangga lain, ternyata tidak ada. Lumayan lama aku mondar-mandir mencari tangga dengan rasa takut dan kebingungan, dan aku tidak menemukan itu. 

Satu satunya jalan yaitu aku harus nyebrang jalan raya dengan kendaraan yang ramai sekali, aku melihat di seberang jalan ada beberapa pemuda jalanan, aku berteriak minta tolong "Abang, bang" aku berharap mereka dapat membantuku memberhentikan kendaraan agar aku bisa nyebrang, namun usahaku tak membuahkan hasil, suara kendaraan lebih kencang dari suara ku seorang perempuan yang berhijab dan bergamis yang berada di tengah jalan di malam hari. 

Saat itu aku ingin menangis karena rasa takut, cemas dan berbagai macam perasaan yang berkecamuk di hatiku, namun aku tetap menyemangati diriku sendiri aku berniat untuk menangis di rumah saja, saat itu yang aku pikirkan hanyalah bagaimana caranya pulang dan menjaga diriku sebagai seorang perempuan dari bahaya-bahaya yang ada di jalan yang tak ku kenal.

Dua hal yang aku pikirkan ketika menyebrang yaitu aku selamat atau aku tertabrak mengingat kendaraan di sana berjalan dengan sangat cepat, sambil berdzikir kepada Allah aku memohon agar diselamatkan, akhirnya aku beranikan diri melangkah dengan mawas dan penuh hati-hati dan aku harus bergerak cepat agar aku selamat, aku harus melewati jalan yang ramai dan kendaraan bergerak cepat, menunggu sambil mengingat Allah supaya kendaraan sedikit yang melintas namun tak sesuai yang aku harapkan, aku harus menunggu lagi, setelah agak sepi aku beranikan lagi namun sebelum nyebrang jalan itu aku bersyahadat terlebih dahulu, karena jika nanti aku tidak selamat atau aku meninggal tertabrak, kata-kata terakhir yang aku ucapkan adalah syahadat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun