Oleh : Dian Kusumanto
Ada kenyataan yang tidak terduga sebelumnya, yaitu bahwa beras juga banyak dikonsumsi untuk pakan ternak, bahkan cendrung lebih banyak dibandingkan untuk pangan manusia. Jenis ternak yang diberikan pakan berupa nasi, beras ataupun padi (gabah) yaitu babi, ayam, dan itik.
Dari 2 responden yang diwawancarai telah hampir mewakili keadaan masyarakat di Kecamatan Krayan yang menunjukan fenomena ini. Dari seorang responden (keluarga Charles dengan 4 orang anggota) menunjukan bahwa produksi beras dari lahan sawah keluarganya ada 2.040 Kg beras/ tahun, digunakan untuk konsumsi keluarga sebesar + 365 Kg/tahun sedangkan untuk pakan ternak 2 (dua) ekor babinya juga hampir sama yaitu + 365 Kg/ tahun.
Dari keluarga saudara Hengki dengan anggota keluarga (6 dewasa dan 3 anak-anak). Dalam setahun membutuhkan konsumsi beras mencapai 730 Kg/tahun, sedangkan untuk ternaknya 3 ekor babi, ayam 8 ekor dan itik 5 ekor memerlukan beras sekitar 1.642 Kg/ tahun. Padi untuk pangan dan pakan diperlukan beras sekitar 2.372 Kg/ sedangkan produksinya dalam setahun hanya sekitar 2 ton beras. Jadi diakui kalau keluarga Hengki sering membeli beras dari tetangganya.
Keadaan ini berlaku hampir di seluruh masyarakat Krayan, yaitu rata-rata memiliki ternak baik babi, ayam, atau itik bahkan kerbau. Jadi fenomena bahwa konsumsi beras oleh ternak jauh melebihi yang dikonsumsi manusianya, memang terjadi
Angka produksi itu sendiri biasanya masih dikurangai 10% untuk kepentingan ”perpuluhan” yang dikumpulkan untuk gereja. Penyetoran 10% dari hasil produksi ini dilakukan setelah hasil panen sudah bisa dihitung. Artinya hasil produksi padi atau beras yang disimpan adalah sekitar 90 %, kemudian harus dicadangkan bagi keperluan konsumsi angota keluarga dan sekaligus untuk pakan ternak mereka. Kalau ada sisanya baru bisa untuk dijual atau dibarter dengan kebutuhan lainnya sehari-hari, atau untuk keperluan anak sekolah, kegiatan sosial dan lain-lain.
Ada yang mengatakan bahwa hampir separuh dari lumbung itu dicadangkan untuk pakan ternak. Boleh jadi bisa dikatakan bahwa berternak di Krayan ini biayanya sangat besar dan mahal. Kalau dihitung-hitung dengan harga berasnya untuk pakan yang dikonsumsi dibandingkan dengan harga jual ternak masih rugi.
Contoh seperti babi dengan ukuran 10 jengkal baru dapat dijual antara Rp 4-5 juta/ ekor, sedangkan untuk memelihara selama 2 tahun tersebut perlu beras sekitar 600-750 Kg atau kalau harga beras Rp 10.000/ 15 Kg biayanya setara beras + Rp 4/5 juta belum biaya yang lain seperti mencari keladi, dedak dan lain-lain. Selama ini beras memang melimpah di Krayan namun hanya sebagian kecil yang bisa dijual ke luar daerah.
Oleh karena itu perlu studi yang lebih luas yang memastikan secara kwantitatif tentang fenomena dominansi beras untuk pakan ternak. Bisa jadi ini menjadi penghambat/ kendala bagi pengembangan usaha peternakan di Krayan.
Fenomena ini menjadi kendala manakala ada rencana program pengembangan ternak seperti babi, itik, ayam, dll. Budaya kebiasaan memberikan pakan dengan bahan pakan selain nasi, padi, atau beras perlu dikembangkan. Artinya kalau masukkan program pengembangan ternak harus sekaligus satu paket dengan pengadaan bahan pakaan alternatifnya. Perlu diberikan modal-modal percontohan uji terap yang langsung bisa dilihat, dipraktekan oleh petani dan peternak.
Pola pengembangan alternatif usaha ternak disodorkan juga dengan program pakan dari non pangan pokok (beras/ padi). Seberapa sumber bahan pakan alternatif yang bisa dikembangkan antara lain talas, ubi kayu, azolla, dll.
1) Ubi kayu atau singkong
v Singkong mudah ditanam dan tersedia aneka jenis disesuaikan dengan kesukaan ternak. Singkong mentah dapat diberikan kepada ayam, itik, babi bahkan kerbau dengan cara dicincang atau dipotong kecil-kecil lebih dahulu.
Daun atau kulit singkong dari limbah industri singkong bisa dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak kerbau, sapi atau babi.v
v Seandainya sudah ada permasalahan pengolahan singkong maka alternatif pakan ternak adalah berasal dari limbah berupa kulit ubi dan daun serta pucuk tanaman singkong yang dipanen.
2) Azolla
Azollav sangat cocok di Krayan yang berhawa dingin dengan internsitas cahaya yang agak kurang. Perkembangan azolla sangat cepat dan tumbuh subur dipersawahan yang selalu berair. Azolla termasuk HMT yang mengandung protein yang cukup tinggi melebihi kandungan protein yang terdapat dalam jagung dan kedelai.
Azolla menjadi sumber pakan yang cukup bermutuv tinggi karena kandungan proteinnya yang tinggi. Azolla dapat dijadikan pakan ternak seperti itik, ayam, babi, sapi, dan kerbau serta pakan untuk ikan di kolam atau di sawah.
Sawah yang ditumbuhi azolla kalau ada ikan maka biasanya ikannya menjadi lebih besar dan gemuk-gemuk.v
Babi yang diberi pakan dengan campuran azolla lebih cepat perkembangannya, sehingga lebih cepat dapat dijual. v
v Demikian juga bila azolla dibagikan kepada itik atau ayam dengan cara dicampurkan pada pakan yang lain seperti dedak atau ubi kayu atau tepung gabah.
Kerbau dan sapi juga memungkinkan untuk dapat dikandangkanv dengan menyediakan pakan HMT dari azolla, azolla bisa disiapkan secara khusus untuk pakan sapi atau kerbau yang dikandangkan.
Karenav pertumbuhannya sangat cepat, azolla yang ditanam pada sawah atau kolam dengan luas 1 ha dapat di hasilkan azolla segar sekitar + 320 ton/ tahun/ ha, atau sekitar 880 Kg/ hari/ ha, atau hampir 1 ton/ hari/ ha. Jika satu ekor ternak kerbau memerlukan kurang lebih + 40 Kg HMT/ hari/ ekor, maka akan bisa dikandangkan sekitar 20-25 ekor kerbau dengan luas lahan azolla 1 ha.
Kalau ada kerbau 100 ekor maka lahan budidayav azolla yang diperlukan adalah 4-5 hektar. Angka ini masih bersifat sementara karena menggunakan asumsi hasil dari penelitian di daerah Malang, Jatim. Sedangkan di Krayan pertumbuhan Azolla ternyata lebih cepat, mungkin disebabkan bahan organik lahannya yang masih sangat tinggi dan iklimnya yang sangat cocok.
Di Krayan Induk Azolla sudah cukup berkembang dengan baik, namun masyarakat belum paham nilai dan kegunaannya. Sawah-sawah di Krayan biasanya agak jauh dari pemukiman penduduk yang sekaligus tempat beternaknya. Sehingga letak pengembangan ternak dan letak sumber pakan (Azolla) seharusnya bisa di dekatkan. Letak yang jauh antara sumber pakan & ternaknya menjadi sebab program alternatif akan ini terhambat.
Jarak yang cukup jauh dari rumah pemukiman ke sawah, jalan yang belum bagus, sarana transportasi yang agak sulit menyebabkan program lambat bisa diserap atau diterapkan dalam skala luas. Seharusnya ada skema atau arah program untuk mendekatkan lahan Azolla yaitu lahan sawah dengan tempat usaha peternakan. Atau bagaimana jika usaha peternakan itu dikembangkan di dekat kesawahan dengan sistem kandang.
Bisa jadi program kandangisasi kerbau ini akan menjadi pemicu berkembangnya usaha pertanian yang lain. Hal ini karena selama ini kerbau selalu menjadi hama besar yang merusak tanaman–tanaman yang baru ditanam. Petani menjadi malas menanami lahan atau kebunnya karena sering diganggu oleh kerbau. Kalau kerbau dikandangkan berarti juga pupuk kandang bisa dikumpulkan dan dihasilkan, sehingga menjamin meningkatnya produksi serta pendapatan usaha tani. Kandang kerbau menjadi pabrik pupuk organik yang siap melayani kebutuhan pupuk lahan usaha tani sawah maupun kebun. Usaha tani menjadi lebih bergairah karena hama kerbau bisa dikendalikan dan pupuk relatif sudah tersedia.
Dengan tersedianya alternatif pakan ternak yang cukup diluar padi/ beras/ nasi, maka ternak tidak menjadi ancaman pangan lagi. Bahkan dari ternak dapat menghasilkan pupuk dan daging, telur dan lain–lain yang merupakan pendapatan tambahan untuk mencukupi tuntutan kehidupan yang semakin banyak ditengah perubahan kehidupan yang lebih maju.
Dengan demikian surplus beras yang selama ini terjadi bisa dijual menjadi devisa dan pendapatan lebih banyak lagi. Apabila kalau diekspor ke negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei dengan jumlah yang lebih banyak, maka devisa yang masuk juga semangkin banyak.
Dengan demikian mencari alternatif pakan untuk usaha peternakan berarti juga akan menambah keamanan pangan. Dengan upaya memperbaiki cara beternak akan mengurangi gangguan hama kerbau sekaligus menyediakan pupuk, yang kemudian dapat meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan pendapatan dan devisa bagi masyarakat dan negara. Masyarakat menjadi lebih sejahtera.
Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H