Hari pertama kami mendapat kesempatan untuk diajarkan membuat origami, mulai dari berbentuk katak, kupuk-kupu, pesawat, dan lain-lain. Bahkan mereka membuatkan topi kertas dari koran bekas. Disana kami berkanalan satu sama lain, dengan dibantu mentranslatekan oleh Hikmah.
Durasi mereka berada di tempat itu berbeda-beda, ada yang baru dua tahun, tujuh tahun, bahkan ada yang hampir 20 tahun lamanya.
Jadwal mereka datang juga berbeda-beda, tergantung mereka meminta jadwal dihari apa.
Menariknya, mereka memberi fasilitas berupa antar-jemput bagi mereka yang tidak ada kendaraan untuk datang kesana.
Disana mereka bercerita bagaimana kehidupan mereka sebelumnya. Ada yang dulunya bekerja sebagai guru (Hoikuen)atau guru taman kanak-kanak namun terhenti karena terkena sebuah penyakit.
Mereka juga bertanya mengenai kehidupan di Indonesia yang mungkin terlihat berbeda dengan di Jepang. Seperti anak-anak bisa diperbolehkan memegang hp ketika sudah menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bahkan ketika menginjak Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pada hari kedua banyak wajah baru yang di hari sebelumnya belum bertemu. Bahkan dengan penjaga yang berbeda pula.
Di hari itu kami sudah disiapkan bahan-bahan untuk membuat kerajinan tempelan kulkas. Mulai dari bulatan kertas, kain bekas, tempelan maghnet, dan berbagai bahan lainnya.
Kami diajarkan step by step dengan perlahan. Kesusahan kami disitu hanyalah keterbatasan bahasa yang kami miliki. Karena pada dasarnya orang Jepang susah untuk berbicara dengan Bahasa Inggris.
Sangat terlihat di hari itu bahwa orang Jepang sangat teliti dan hati-hati ketika membuat sebuah kerajinan. Bahkan tempelan kulkas yang harusnya bisa ditempel dengan lem saja, mereka memilih untuk dijahit. Mereka sempat berkomentar jika kami tidak terlalu pandai untuk jahit-menjahit dengan bercanda bersama.