mengangankan masa depan. aku terperangkap
di masa lampau dan tidak ada lagi yang ingin pulang. aku
harap sanggup hidup semata mencintai
langit selapang kesendirian membutuhkan
kesendirian yang lain.
bulan itu mengapung di atap kota –
berapa banyak kesedihan siap mengajak
bercakap? aku ingin jadi banyak
tapi aku tidak pernah cukup.
(Aan Mansyur, 2017)
Aku membaca baris demi baris dan tertawa-tawa sendiri seakan aku sudah mengetahui maknanya. Tawa yang disebabkan juga karena rasanya puisi itu seperti membaca seluruh hatiku. Aku yang sedang ingin jadi banyak untuk Paramita, tapi tak pernah merasa cukup. Bait kedua seperti menceritakan aku, Bung! Aku, Anggara, Bung!