Mohon tunggu...
Iqbal Tawakal
Iqbal Tawakal Mohon Tunggu... Konsultan - Jakarta

Artikel baru, setiap Rabu dan Sabtu. Lihat artikel lainnya di bit.ly/iqbalkompasiana

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Virus Bermutasi, Manusia Beradaptasi

31 Desember 2020   12:14 Diperbarui: 31 Desember 2020   16:24 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa hasil masakan akibat mengisi waktu luang selama pandemi (sumber: dokumentasi pribadi)

Faktanya, menumbuhkan keinginan untuk belajar bisa dilakukan dengan cara mendengar. Ketika mendengar, atau di fase pertama, pikiran terbuka terhadap hal-hal baru. Aktivitas mendengar harus spesifik, seperti mendengar audiobook, mendengar podcast dan news broadcast setiap pagi, juga mendengar dan berdiskusi dengan orang lain.

Ilustrasi judul-judul buku yang bisa didengar dari aplikasi audiobook (sumber: Audible)
Ilustrasi judul-judul buku yang bisa didengar dari aplikasi audiobook (sumber: Audible)
Ketika ada hal menarik didapat dari mendengar, baru lah berpindah ke fase berikutnya yaitu membaca dan menonton video. Subyek-subyek tertentu dicari referensinya, mulai dari insights, jurnal, artikel, buku-buku, dan ditonton videonya jika ada, untuk memberikan pemahaman lebih lanjut terhadap subyek tersebut. Dalam fase kedua ini, biasanya pengetahuan-pengetahuan baru sudah bermunculan. Namun, pengetahuan ini belum utuh.

Maka, hal berikutnya yang harus dilakukan, di fase ketiga, adalah menuangkan informasi dan pengetahuan baru tersebut ke dalam tulisan. Ketika menulis dengan subyek tertentu, ada proses decluttering isi kepala dari hal-hal yang kurang relevan.

Proses ini yang membentuk kerangka berpikir dan kristalisasi gagasan. Menulis ibarat memahat. Pengetahuan akan membekas dan menjadi wisdom ketika kita berhasil menuliskannya.

Terlebih jika kita menulis dan menyampaikannya kepada orang lain, yang saya sebut sebagai fase terakhir dalam belajar. Cara menyampaikannya pun beragam, mulai dari artikel, video, podcast, email, newsletter, infografis, postingan media sosial, dan bentuk-bentuk lain sesuai kemampuan kita.

Robert Greene menuliskan, dalam bukunya yang berjudul Mastery, seseorang melengkapi fase belajarnya dengan mengekspose pengetahuan dan ilmu yang dimiliki kepada orang lain (experimentation).

Ekspektasinya adalah menerima respons audiens pada pandangan kita terhadap suatu subyek. Dari feedback, kita bisa menilai kualitas isi gagasan, format penyampaian, dan hal-hal lain yang perlu dikembangkan berikutnya.

Belajar selalu jadi momen yang membosankan, tanpa tujuan, karena kita tak memahami cara personal terbaik untuk belajar, dan tetap menyenangkan. Bagi saya, mendengar dan menonton untuk mendapatkan pengetahuan itu menyenangkan. Namun, untuk memahami dan mengerti suatu subyek, menulis dan mempublish itu menjadi keharusan.

Kalau bukan karena pandemi, saya mungkin tak menyadari hal ini. Dengan lebih banyak waktu luang yang berarti juga lebih banyak mendengar, lebih leluasa membaca, lebih fokus menulis, dan mencoba lebih teratur mempublish, akan lebih banyak pula hal-hal yang diserap dan dipelajari.

Hidup di masa pandemi memang membosankan. Namun, masih ada banyak hal yang bisa dilakukan agar kita tak tertinggal. Meski dua hari yang lalu Menteri Budi G. Sadikin mengumumkan adanya ancaman varian virus baru dari hasil mutasi virus terdahulu, kita selalu bisa menemukan cara untuk terus tumbuh, mempelajari hal baru, mengubah kebiasaan lama, dan beradaptasi.

Keadaan mungkin tak akan menjadi lebih mudah di tahun berikutnya, tapi kita selalu bisa menjadi lebih kuat dari biasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun