_____
Di suatu tempat di otak kita, ribuan memori tersimpan, baik tentang kejadian-kejadian baru, maupun yang terjadi di masa lalu.Â
Otak kita pun cenderung mampu mengingat hal-hal spesifik, seperti nomor handphone, nomor kendaraan, hari ulang tahun orangtua dan pasangan, atau hal penting lainnya, seperti kapan pertama kali keluar negeri, sensasi mendaki gunung tertinggi, hari pernikahan, kapan mendapat pekerjaan pertama dan memperoleh gaji perdana, hingga prosesi wisuda saat kuliah sarjana.
Namun, ternyata ada hal-hal lain yang menempati sisi gelap di ingatan kita, yang sama sekali tak bisa kita ingat apa, di mana, dan kapan hal itu terjadi.Â
Misalnya, nama guru favorit saat sekolah, kapan terakhir kali sakit demam, kapan terakhir kali servis kendaraan, nama villa yang disewa ketika staycation bulan Juli kemarin, nama-nama mantan, atau judul lagu yang diputar di sebuah kafe dua bulan yang lalu. Ingatan manusia begitu terbatas.
Bayangkan otak manusia sebagai ikatan ion. Otak, sebagai pusat penyimpanan memori, ibarat ion memiliki rantai-rantai elektron (memori).Â
Untuk setiap elektron yang berjarak lebih dekat dengan pusat, ikatannya sangat kuat. Begitu juga dengan memori. Kejadian-kejadian penting, memorable, dan punya nilai sentimental yang kuat cenderung mudah diingat dan ditarik kembali oleh otak.
Sementara itu, semakin jauh elektron dari pusat, maka elektron tersebut cenderung akan lepas, hilang, atau berpindah ikatan.Â
Dalam hal ini, memori yang tak memiliki kedekatan emosional atau bersifat trivial, seperti beberapa contoh di atas, cenderung akan hilang.
Saya pun mengalami hal yang sama. Banyak lupa. Terlebih, sebuah riset menunjukkan, pembatasan sosial berskala besar (lockdown) yang mengisolasi kita dari interaksi langsung dengan teman, keluarga, kerabat, kekasih, selama pandemi ternyata berdampak buruk bagi ingatan-ingatan kita.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!