Mohon tunggu...
M. Iqbal
M. Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Part Time Writer and Blogger

Pengamat dan pelempar opini dalam sudut pandang berbeda. Bisa ditemui di http://www.lupadaratan.com/ segala kritik dan saran bisa disampaikan di m.iqball@outlook.com. Terima kasih atas kunjungannya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjaga Kedaulatan Laut Natuna Utara Hingga di Ujung Negeri

31 Mei 2024   22:53 Diperbarui: 31 Mei 2024   23:41 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak satu dekade terakhir Laut Natuna Utara menjadi perbatasan laut dia Indonesia yang begitu sensitif. Itu dipengaruhi langsung karena letaknya yang begitu strategis dalam peta maritim dunia. Seakan mendorong sejumlah negara tetangga melahirkan ketegangan dengan Indonesia. Jelas negara kita tidak tinggal diam, terutama sekali dalam wujud menjaga kedaulatan nasional.

Selain itu, Indonesia juga khawatir bahwa pengaruh Tiongkok di LTS dapat membawa implikasi terhadap Natuna. Wilayah Natuna, seperti LTS, menjadi sasaran klaim oleh Tiongkok. Kekayaan alam yang melimpah di Natuna membuatnya sangat penting bagi Indonesia. Jika Natuna jatuh ke tangan Tiongkok, akan berdampak buruk pada kehidupan masyarakat di sekitarnya yang menggantungkan hidup dari sumber daya alam.

Beragam konflik hadir, paling kentara tentu saja saat Tiongkok dengan sepihak mengklaim wilayah Nine Dash Line. Meskipun kemudian berdasarkan hukum Internasional yang ditetapkan oleh Konvensi Laut PBB (UNCLOS). Pengakuan itu ditolak karena sudah merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), dasar hukum yang Tiongkok pegang tidak kuat dan ditolak dunia internasional.

sumber gambar: geografi.org
sumber gambar: geografi.org

Indonesia jelas tidak tinggal diam dan telah mengambil berbagai kebijakan dalam menjaga kedaulatan bangsa. Ini jelas mendukung berbagai upaya diplomasi maritim yang dilakukan Indonesia untuk mempertahankan wilayahnya. Dalam konteks ini, Indonesia telah mengembangkan Strategi Hedging yang memungkinkan negara untuk menjaga hubungan bilateral yang baik dengan Tiongkok sementara juga mempertahankan kepentingan nasionalnya. Dengan demikian, Indonesia dapat menjaga stabilitas di wilayahnya dan mempertahankan kekayaan alam yang melimpah di Natuna

Nine Dash Line, Awal Mula Konflik Berkepanjangan di Laut Tiongkok Selatan

Sejak berakhirnya Perang Dunia kedua, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) telah terlibat dalam klaim tumpang tindih di Laut Tiongkok Selatan (LTS) dengan Brunei, Filipina, Malaysia, dan Vietnam, dipicu oleh Peta Sembilan Garis Putus-putus (Nine Dash Line) Tiongkok yang mengklaim 85% dari LTS dan Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel, yang merebut pulau dan perairan negara lain dan menyebabkan friksi yang dikenal sebagai Sengketa LTS.

sumber gambar: egsa.geo.ugm.ac.id
sumber gambar: egsa.geo.ugm.ac.id

Namun, tidak lama setelah Pertemuan Phnom Penh, Tiongkok melanjutkan strateginya dengan bermanuver di sekitar LTS untuk menerapkan klaim NDL. Di tengah meningkatnya ketegangan yang ditimbulkan oleh manuver ofensif ini, pada tahun 2009 Tiongkok mengeluarkan dan mendaftarkan ke PBB peta klaim NDL baru yang mencakup Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna, selatan LTS. Namun dalam kasus ini, PBB menolak klaim Tiongkok ini karena tidak didasarkan pada hukum internasional apa pun, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982).

Indonesia perlu mempercepat negosiasi dengan sejumlah negara tetangga. Perjanjian dimulai dari Filipina, India, Malaysia, Palau, Singapura, Thailand, dan Timor-Leste untuk mencapai kesepakatan mengenai sisa masalah batas maritim, termasuk laut wilayah, landas kontinen, dan ZEE. Kesepakatan mengenai batas laut wilayah antara Indonesia dan Singapura, laut wilayah dan ZEE antara Indonesia dan Malaysia, dan ZEE antara Indonesia dan Thailand harus diprioritaskan, mengingat ketiga negara ini sangat dekat dengan LNU.

Kebijakan Indonesia dalam Konflik di Laut Tiongkok Selatan

Indonesia tidak tinggal diam, salah satu caranya adalah dengan menjaga kepentingan nasional dan mengantisipasi ancaman dari Tiongkok di wilayah Perairan Laut Tiongkok Selatan, Indonesia telah meningkatkan kekuatan militer di kawasan Natuna dengan mengirimkan kapal perang dan pasukan marinir untuk mengawasi dan melindungi wilayah laut Indonesia. Selain itu, Indonesia juga telah meningkatkan kerjasama dengan negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan.

Pada 14 Juli 2017, Pemerintah Indonesia menerbitkan peta baru Negara Kesatuan Republik Indonesia 2017 setelah melalui pengkajian yang cukup panjang sejak tahun 2016. Peta baru tersebut mengganti nama wilayah perairan di sebelah utara Kepulauan Natuna menjadi Laut Natuna Utara. Penamaan ini dilakukan sebagai upaya diplomasi maritim Indonesia untuk menegaskan kedaulatan Indonesia di wilayah tersebut dan mengantisipasi klaim Tiongkok atas perairan Natuna Utara yang mengacu pada NDL.

sumber: indonesiabaik.id
sumber: indonesiabaik.id

Langkah lainnya yang dilakukan adalah dengan Diplomasi Pertahanan Maritim seperti diplomasi pertahanan maritim bilateral, multilateral, dan hukum internasional. Ketiga bentuk diplomasi ini sangat berguna dalam mengatasi sengketa di LNU dengan metode Soft Defence atau lebih dikenal dengan Diplomasi Soft Power.

Meskipun strategi yang Indonesia dari ancaman yang Tiongkok berikan yaitu dengan berfokus pada penggunaan kekuatan non militer dalam hal mencapai tujuan diplomatik sekaligus membangun kerjasama dengan negara lain. Dalam hal ini, kerja sama yang Indonesia bangun berada pada negara-negara ASEAN dan bahkan Amerika Serikat. Cara ini cukup efektif, karena menjamin kestabilan di LTS dari konflik perairan. Seperti pada Diplomasi Maritim Indonesia diimplementasikan dalam agenda dan forum dari tingkat bilateral, regional hingga global. Pemerintah dapat menggunakan instrumen diplomasi maritim untuk menjalin kerja sama perikanan, termasuk melalui pembentukan Konvensi Regional IUU Fishing dan kerja sama regional ASEAN+Tiongkok dalam pembentukan Code of Conduct di LTS.

Diplomasi pertahanan dengan negara-negara besar berupa Kerja sama ini melibatkan program patroli maritim bersama untuk melindungi perairan Indonesia, terutama di wilayah Natuna, dari aktivitas ilegal seperti pencurian aset biologis. Contohnya adalah kerja sama Indonesia-Australia dalam Indonesia-Australia Fisheries Monitoring Forum (IAFSF) dan latihan gabungan antara TNI Angkatan Laut dengan Pasukan Bela Diri Jepang (JMSDF) serta dengan Amerika Serikat.

Tak ketinggalan, Indonesia terus meningkatkan anggaran di pos militer khususnya di daerah terluar seperti di Natuna. Sektor militer yang mengalami peningkatan datang dari TNI AL dan AU terutama pembelian sejumlah alutsista. Mencakup pengadaan kapal perang, kapal selam, pesawat tempur, rudal jarak jauh, dan sensor untuk meningkatkan kemampuan deteksi musuh. Pendirian pangkalan militer di Kepulauan Natuna juga merupakan langkah penting untuk menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menjaga kedaulatannya atas wilayah.

Indonesia telah meningkatkan kekuatan militer di kawasan Natuna dengan mengirimkan kapal perang dan pasukan marinir untuk mengawasi dan melindungi wilayah laut Indonesia. Selain itu, Indonesia juga telah meningkatkan kerjasama dengan negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan.

Potensi Harta Karun di dalam Perut  Perairan Laut Natuna Utara

Selain menjadi zona lalu lintas perdagangan maritim, LNU memiliki potensi cadangan bawah air yang melimpah. Kisruh yang terjadi dalam satu dekade terakhir erat dengan legitimasi Tiongkok serta potensi besar kekayaan alam di bawah LNU. Menurut data perhitungan dari Kementerian ESDM, di perairan lepas Natuna Utara terdapat potensi gas alam khususnya yang berada di Blok Natuna D Alpha. Nilai cadangannya mencapai 222 triliun kaki kubik gas alam.

Sumber gambar: Proven and Probable Reserves of Gas and Oil, CSIS (2016a)
Sumber gambar: Proven and Probable Reserves of Gas and Oil, CSIS (2016a)

Potensi lainnya datang dari minyak bumi, ada sebesar 8,3 miliar barel minyak bumi. Sebagai perbandingan saja, konsumsi minyak bumi dunia saat ini berada di kisaran 1,3 juta barel/hari. Bila hasil potensi sumber minyak di Natuna berhasil diproduksi, itu artinya bisa mencukupi minyak dunia hingga 20 tahun lamanya. Jelas angka yang cukup besar, apalagi ditambah dengan nilai ekonomi, politik, dan strategis yang didapatkan karena menghubungkan Samudera Hindia dan Pasifik sebagai Jalur Pelayaran Perdagangan dan Jalur Komunikasi Internasional. Selain itu, Indonesia memiliki posisi strategis sebagai poros maritim dunia karena wilayahnya berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Besarnya potensi tersebut membuat Indonesia melakukan eksplorasi di Perairan Natuna Utara. Alhasil menimbulkan protes keras oleh Beijing.  Protes ini melibatkan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah yang diklaim sebagai teritori Tiongkok, yaitu NDL. Pemerintah Tiongkok mengirimkan surat kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia, meminta pemerintah Indonesia untuk menghentikan kegiatan pengeboran di RIG lepas pantai untuk sementara, karena kegiatan itu dilakukan di wilayah yang diklaim mereka. Namun Indonesia tak menggubris, karena LNU merupakan daerah kedaulatan RI dan berada pada ZEEI. Tiongkok tidak punya hak dalam melarang dan tindakan eksplorasi yang Indonesia legal secara hukum internasional.

Kini, Indonesia telah mengembangkan infrastruktur di Natuna dan telah menemukan cadangan hidrokarbon raksasa mencapai 222 triliun kaki kubik (TCF) di Blok Natuna Timur. Produksi minyak dan gas di perairan Natuna juga terus meningkat, dengan produksi minyak sebesar 17.449 barel dan produksi gas sebesar 394 juta standar kaki kubik per hari. Tentu saja, Indonesia akan terus mengebor minyak di Natuna dan tidak akan menghentikan kegiatan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan Indonesia. Saatnya potensi yang dimiliki bisa digunakan secara maksimal terutama dalam pemenuhan energi nasional.

Menciptakan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia

Poros maritim dunia ini sangat penting dalam perdagangan global karena membantu menghubungkan negara-negara di Asia Tenggara dengan negara-negara lain di dunia. Dalam konteks diplomasi maritim Indonesia, poros maritim dunia sangat penting karena wilayah Indonesia memiliki posisi strategis dalam jalur-jalur ini.

Selama masa pemerintah Jokowi, fokus utama dalam membangun hubungan geopolitik dilakukan dengan cara maritim. Alasan kuatnya karena Indonesia merupakan negara maritim yang berada di antara Samudera Hindia dan Pasifik, sangat tepat bila Indonesia jadi Poros Maritim Dunia. Ada sejumlah hal elemen yang harus dipersiapkan mulai dari pengembangan budaya maritim, pengelolaan sumber daya laut, pembangunan infrastruktur maritim, diplomasi maritim, dan pertahanan maritim.

Untuk mencapai status sebagai Poros Maritim Dunia, diperlukan strategi pertahanan maritim yang kuat, didukung oleh sistem Komando, Kendali, Komputer, Komunikasi, Intelijen, Pengamatan, dan Pengintaian (K4IPP) yang terintegrasi. Penguasaan teknologi oleh sumber daya manusia (SDM) juga harus ditingkatkan melalui kerja sama dan sinergi antara berbagai pemangku kepentingan, guna menghasilkan SDM yang kreatif dan inovatif dalam menghadapi tantangan masa depan, terutama terkait visi Poros Maritim Dunia (PMD) dan penegakan kedaulatan NKRI.

Langkah lainnya yang dilakukan berupa proses pemutakhiran peta Perairan Indonesia. Ini dapat menjadi salah satu langkah untuk mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi poros maritim dunia. Pemutakhiran peta tersebut menjadi langkah awal untuk pelaksanaan program-program strategi Kebijakan Kelautan Indonesia mengenai Pertahanan, Keamanan, Penegakkan Hukum, dan Keselamatan dilaut. Program-program tersebut dapat terjamin dengan adanya batas wilayah yang jelas antara Indonesia, Malaysia dan Vietnam.

Untuk mewujudkannya Indonesia perlu mengadakan diplomasi maritim dengan mengadakan perundingan mengenai batas ZEE antara Indonesia dengan Malaysia dan Indonesia dengan Vietnam mengingat lebar wilayah di Kawasan LNU tidak lebih dari dua kali 200 mil laut sehingga cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia dapat terwujud.

Lalu bagaimana hubungan Indonesia dengan Tiongkok? 

Indonesia memperhitungkan berbagai aspek terutama faktor ekonomi. Selama ini, Tiongkok jadi mitra dagang terbaik sejak dulu, peran Indonesia ialah memaksimalkan diplomasi politik luar negeri. Melalui Presiden Joko Widodo telah mengambil sejumlah tindakan dari mulai jalur yang damai hingga sikap yang tegas. Ini terlihat jelas menggunakan peran aktor yang aktif untuk mencari cara perdamaian, dengan fokus utama melindungi kepentingan nasional Indonesia di Natuna.

Melalui dunia internasional, Indonesia telah melayangkan sejumlah nota protes yang dimulai dari tahun 2016, 2019, dan terakhir tahun 2020. Ini merupakan wujud respons atas indikasi pelanggaran wilayah kedaulatan RI yang ada di LNU. Bagi Indonesia sendiri, bentuk komunikasi internasional memang merupakan langkah awal dan utama untuk menjembatani permasalahan dan menemukan titik tengah. Artinya Indonesia tegas atas pelanggaran dari nelayan Tiongkok yang melanggar kedaulatan, namun di sisi lain menjaga mitra bisnis yang baik yang telah terawat.

Mengukur Potensi Hasil Laut dari Laut Natuna Utara

Potensi sumber daya perikanan tangkap di LNU sangat melimpah. Sebagai gambaran, potensi tangkapan yang ada di sana mencapai 504.212,85 ton per tahun. Namun, tingkat pemanfaatan yang baru mencapai 36%. Awal mula dari pelanggaran wilayah berasal dari NDL yang Tiongkok buat sepihak, berakibat pada perubahan peta termasuk Tradisional Fishing Ground di Perairan Natuna. Alhasil ada banyak nelayan Tiongkok yang melakukan tindakan pencurian ikan di Perairan Natuna Utara.

Sebagai gambaran, wilayah ini terkenal dengan sumber daya laut yang melimpah, ada lebih satu juta ton ikan yang ditangkap setiap tahunnya. Namun pengelolaannya masih belum optimal, seperti masih sedikitnya kapal modern dengan kapasitas 20-30 GT di wilayah tersebut. Akibat terbatasnya alat tangkap, membuat perairan Natuna rentan dengan aktivitas pencurian ikan dari negara tetangga. Tindakan para nelayan tersebut mulai dari menangkap ikan tanpa izin, penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu, penggunaan alat tangkap terlarang hingga menangkap spesies yang dilindungi.

Ini bukanlah kejadian yang baru namun sudah berulang kali. Antara tahun 2009 hingga 2016, tercatat setidaknya sembilan kasus pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan Tiongkok di ZEE Indonesia perairan Kepulauan Natuna, dengan sebagian besar kasus tersebut menghasilkan ancaman, provokasi dan intimidasi yang dilakukan oleh kapal penjaga keamanan laut.

Melihat kemampuan nelayan dalam menjangkau Laut Natuna yang luas dan berbatasan dengan sejumlah negara tetangga. Seakan menjadi santapan empuk, hasil laut dirampas dan tak jarang menghasilkan kerusakan biota laut yang ada di dalamnya. Fakta menunjukkan bahwa nelayan Tiongkok telah melakukan aktivitas penangkapan ikan yang melampaui batas wilayah ZEEI di perairan Kepulauan Natuna, yang dalam pandangan Indonesia dianggap sebagai pencurian ikan. 

 

Menanggulangi Kasus Pencurian ikan di Laut Natuna Utara

Menurut aturan dari Pasal 51 UNCLOS 1982, secara jelas menjelaskan bahwa kegiatan penangkapan ikan secara tradisional hanya dapat dilakukan jika negara-negara terkait memiliki perjanjian bilateral tentang hak ini dan hanya dapat dilakukan oleh negara-negara yang dekat dan berdampingan. Jarak antara Tiongkok dan titik terluar NDL sangat jauh, melebihi aturan hukum laut yang hanya mengakui 200 mil laut dari pantai untuk ZEE.

sumber gambar: AIS dan Citra Satelit 
sumber gambar: AIS dan Citra Satelit 

Hasil akhirnya berupa Tiongkok tidak ada basis hukum dalam mengklaim hak-hak sejarahnya untuk mengambil sumber daya alam di wilayah laut yang masuk dalam NDL Hal ini memperkuat posisi Indonesia bahwa tidak ada batas maritim Indonesia dengan  Tiongkok di Kawasan Laut Cina Selatan. Dengan kata lain, klaim tumpang tindih dengan Tiongkok di Natuna tidak memiliki kekuatan hukum. Artinya di sini Indonesia menang dan sudah di atas angin, tinggal bagaimana mengelola Natuna sebagai daerah terluar dan berharga bagi NKRI.

Berbagai cara coba Indonesia lakukan, mulai dari upaya pencegahan pencurian ikan dengan konsep kepemimpinan strategis. Tujuannya berupa mencegah ancaman dan gangguan dari negara lain. Strategi ini bagi kami cukup baik dalam proses pembinaan SDM di bidang militer seperti pengenalan pada teknologi pengindraan, memungkinkan pemantauan dari jauh menggunakan radar, satelit, dan UAV.

Hukuman buat Para Pencurian Ikan di Perairan Indonesia

Indonesia juga bertindak tegas bagi nelayan asing yang melakukan aksi pencurian ikan di Perairan Natuna. Sejumlah kapal asing yang melanggar dengan melakukan tindakan pencurian akan diberikan sanksi serta pidana sesuai dengan UUD ZEEI No. 45 Tahun 2009. Pada UU tersebut, hukuman para pelaku pencurian ikan akan mendapatkan sejumlah hukuman setimpal sesuai tingkat pelanggarannya. Mulai dari pencabutan hak-hak sebelumnya, pidana denda, uang jaminan hingga hukuman kurungan. Pada peraturan ini, memberikan landasan hukum baru atas penegakan hukum atas tindakan pencurian ikan. Hukumnya yang diterima bagi pelanggar berupa hukuman maksimal 8 tahun dan denda maksimal hingga dua puluh miliar rupiah bagi pelaku pencurian ikan.

sumber dokumentasi pribadi
sumber dokumentasi pribadi

Indonesia bahkan memiliki hak penuh untuk menenggelamkan kapal, karena tindakan tersebut sesuai dengan peraturan UNCLOS dan hukum nasional Indonesia. Itu tersaji dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Maritim Indonesia menetapkan bahwa proses penenggelaman kapal harus melalui keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Pedoman dari UNCLOS yang diatur oleh PBB, namun peraturan ini tidak berlaku jika negara-negara asal nelayan tersebut telah menandatangani perjanjian bilateral mengenai batas laut antar negara. Proses penenggelaman pun tidak bisa serampangan karena bisa membuat kisruh antar kedua negara. Sebagai gambaran, para awak kapal terlebih dahulu dipindahkan ke daratan dan menjalani proses hukum atas pelanggaran yang dilakukan.

Meskipun Indonesia memiliki hak istimewa dalam proses penenggelaman kapal, namun hukuman bilateral tetap jadi landasan hukum apabila telah sepakat dalam batas wilayah perairan. Umumnya para nelayan akan dikembalikan ke negara asal, sedangkan kapalnya akan disita di Indonesia yang kemudian ditenggelamkan. Menurut UNCLOS, tindakan pemusnahan kapal tidak melanggar karena telah sesuai dengan hukum internasional. Perhatian besarnya ada pada manusianya sehingga kapal dan muatan dapat dimusnahkan sebagai keputusan akhir dari pemerintah. Sekaligus memberikan efek jera, jangan main-main di Perairan Indonesia.

Membangun Natuna sebagai Pusat Ekonomi dan Pariwisata

Indonesia sadar, setiap wilayah terluar NKRI selain berpotensi menjadi klaim dari bangsa lain. Ada banyak potensi yang bisa diciptakan, tak selama terkait dengan sumber daya alam berupa gas alam, minyak bumi atau hasil perikanan. Ada aspek pariwisata yang bisa dikelola dan lebih cepat dirasakan dalam meningkat ekonomi masyarakat sekitar.

Sebagai Kepulauan paling ujung dari Nusantara, jelas Natuna tampil beda. Ia seakan-akan berada mengarah ke perairan yang berada di sejumlah negara. Perannya strategis selain sebagai garda depan pertahanan nasional, ia punya potensi ekowisata yang bisa mendatangkan penghasilan bagi masyarakat sekitar.

sumber dokumentasi pribadi
sumber dokumentasi pribadi

Untuk meningkatkan pemahaman dan pengembangan potensi pariwisata Natuna, diperlukan upaya sosialisasi dan kerja sama yang lebih baik antara pemangku kepentingan. Dimulai dari peningkatan SDM dan mengelola alam sekitar sehingga layak menjadi pusat wisata. Peran lanjutan adalah berupa proses koordinasi antar lembaga kepariwisataan daerah. Terakhir tentu saja perencanaan konsep pengembangan Ekowisata dengan melibatkan lintas sektoral melalui satuan kerja tingkat daerah.

Aspek tambahan yang wajib diperhatikan seperti meningkatkan kualitas pelayanan saat turis datang. Letak Kepulauan Natuna yang jauh dari daratan membuat aksesnya sulit dan mahal, wisatawan yang datang harus mendapatkan pelayanan terbaik. Mereka sudah menghabiskan banyak uang, pelayanan informasi, transportasi dan akomodasi membuat mereka bisa betah saat tiba di Kepulauan Natuna.

Wisata yang dijual juga harus punya kualitas yang baik, apakah dengan mengembangkan wisata berbasis budidaya, pemandangan alam, situs bersejarah hingga budaya. Ini mampu menarik minat wisata, sekaligus pengelolaan wisata baik. Dikelola oleh orang yang profesional terlatih yang berasal dari masyarakat sekitar.

Bila dirasa sudah layak, barulah dimulai diplomasi dengan menggunakan instrumen kekuatan ekonomi dengan mengundang investor asing. Melihat potensi yang ada di Natuna dan mampu menarik banyak wisata mau ke sana. Dengan demikian, diplomasi dengan menggunakan instrumen kekuatan ekonomi dapat membantu meningkatkan potensi wisata di Natuna dan menarik banyak wisatawan mau ke sana.

Kesimpulan Akhir

Indonesia cukup sigap dalam menghadapi isu perbatasan dengan sejumlah negara yang terjadi di LNU. Salah satu cara yang Indonesia lakukan ialah dengan menerapkan strategi Diplomasi Maritim yang sifatnya kooperatif, persuasif, dan koersif terutama dalam menjaga kedaulatan dari gangguan negara lain. Indonesia juga menolak klaim sepihak dari Tiongkok terkait dengan NDL yang tidak punya landasan kuat dari UNCLOS. Salah satu hal yang Indonesia adalah mengubah nama LCS menjadi LNU sebagai wujud wilayah kedaulatan RI.

Diplomasi yang Indonesia lakukan berkonsep pada Diplomasi Maritim Indonesia. Aspek yang ditekankan berupa peningkatan kekuatan militer, akses maritim secara global, menakut-nakutkan target yang melanggar tapal batas hingga menenangkan konflik. Apalagi Indonesia ingin menjadi Poros Maritim Dunia, peran diplomasi maritim selaras dengan tujuan Indonesia sebagai negara maritim.

Faktor lainnya yang cukup krusial tentu saja isu penangkapan ilegal yang semakin sering terjadi di perairan Natuna. Keterbatasan manajemen perbatasan dan minimnya pengawasan terhadap aksi penangkapan ikan ilegal di LNU. Oleh karena itu, Indonesia perlu meningkatkan pengawasan dan manajemen perbatasan untuk mengantisipasi potensi konflik dan mempertahankan kepentingan nasionalnya. Salah satunya dengan melakukan tindakan pencegatan, penangkapan hingga penenggelaman bagi kapal asing yang tidak memiliki izin tangkap di Perairan Natuna.

Menghadapi Tiongkok yang juga mengklaim wilayah di Laut Natuna Utara, Indonesia telah mengembangkan Strategi Hedging yang memungkinkan negara untuk menjaga hubungan bilateral yang baik dengan Tiongkok sementara juga mempertahankan kepentingan nasionalnya. Dengan demikian, Indonesia dapat menjaga stabilitas di wilayahnya dan mempertahankan kekayaan alam yang melimpah di Natuna.

sumber dokumentasi pribadi
sumber dokumentasi pribadi

Terakhir tentu saja bagaimana Natuna punya potensi dari wisata yang bisa dibangun. Aspek ini perlu dikembangkan karena mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sekitar yang selama ini datang dari kalangan nelayan. Potensi wisata juga mampu menarik wisata untuk datang dan berkunjung ke Natuna, sembari melihat luasnya Indonesia dari ujung negeri bernama Natuna.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan edukasi pada kita semua. Tulisan ini diikutsertakan pada Lomba Menulis Kedaulatan dari Indonesia Strategic & Defence Studies (ISDS) 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun