Lapangan buruk dan efek cedera
Faktor lapangan yang tergenang dan becek pun makin membuat cedera semakin besar. Saya pun memperhatikan dengan jelas dalam laga kontra Mongolia bek Timnas Gavin Kwan Adsit mengalami cedera parah di awal babak kedua. Sehingga ia tidak mampu melanjutkan pertandingan kembali.
Ada banyak penelitian yang menyatakan cuaca (salah satunya hujan) berpengaruh besar pada sebuah laga. Pada prinsipnya, hujan membuat lapangan menjadi basah dan licin. Permukaan lapangan yang basah dan licin tadi membuat kemampuan bola untuk bergerak lebih cepat jadi berkurang. Akibatnya pemain kesulitan dalam berlari, mengontrol bola, dan bahkan mengumpan. Jelas sebuah kerugian besar.
Ini semakin membuat peluang mencetak gol menjadi sangat sulit. Saya pun sempat menutup wajah karena malu saat pemain naturalisasi Indonesia asal Montenegro ilija Spasojevic mengambil eksekusi penalti. Ia seakan harus mengepel terlebih dahulu lapangan di area titik 12 pas sebelum mengambil ancang-ancang. Kejadian serupa juga terjadi di babak kedua, saat kiper Timnas, Satria Tama melakukan pelanggaran di dalam kotak penalti buat pemain depan Mongolia. Pemain tersebut juga melakukan hal serupa.
Lapangan yang basah dan berlumpur juga membuat pemain lebih mudah cedera, Mereka sulit menyeimbangkan tubuh baik saat berduel dengan lawan atau saat berlari dan saat mendarat. Berbagai cedera bisa menghampiri karena lapangan yang buruk, mulai dari cedera metatarsal, tuang betis, dan tulang kering.
Lapangan bola buruk juga sebuah berkah
Dalam kasus Timnas, atau bahkan harus menjamu negara atau klub yang punya level di atas kita. Lapangan yang buruk mampu membuat mereka kesulitan dan terlihat lemah. Walaupun belum tentu mereka kalah, tapi tim yang tidak diunggulkan akan punya peluang lebih besar dalam mencuri gol dan bahkan kemenangan.
Tapi saya ingat sebuah masa dan mungkin para pemain Timnas pernah merasakannya saat mereka masih kecil. Kala pulang dengan baju penuh lumpur dan noda. Lalu diomelin emak karena pulang dari lapangan ibarat pulang dari kubangan bersama gerombolan kerbau.
Namun hujan bak sebuah berkah besar, saat negeri lain datang menjamu tim kita. Korelasi lapangan yang tak terlalu baik drainasenya dengan hujan bak sebuah berkah dan bencana buat negeri lain. Mereka kesulitan minta ampun bermain dengan lapangan tergenang. Sedangkan pemain tanah air seakan kegirangan, ibarat sebuah bantuan alam yang menyertai.
Pemain bola kita seakan kembali bernostalgia dengan masa lalunya. Hujan datang dan lapangan dipenuhi dengan genangan air. Seakan menguatkan memori bermain sambil memetik hasil optimal.
Saya pun seakan ingat memori di tahun 2013 saat Timnas U-19 kala itu berhasil mempermalukan Korea Selatan 3 vs 2 di Stadion utama Gelora Bung Karno. Lalu di akhir tahun kemarin, Indonesia berhasil mengalahkan tim gajah putih Thailand di laga Leg pertama final AFF Suzuki Cup di Stadion Pakansari, Cibinong. Walaupun harus merelakan gelar kepada Thailand karena kalah agregat gol tandang di leg selanjutnya di Thailand.