Saya pun melihat dengan gamblang bahwa banyak dari stadion di tanah air punya rumput di bawah standar yang ditetapkan oleh FIFA dan AFC selaku induk organisasi. Walaupun punya banyak stadion dengan kapasitas tribun yang sangat besar, masalah rumput seperti diabaikan sama sekali. Selain itu rumput yang digunakan ialah rumput yang tumbuh di lokasi setempat bukan dari impor karena menghitung biaya yang sangat besar.
Efeknya kita tidak pernah melihat aliran umpan-umpan pendek yang diperagakan, hanya umpan lambung langsung ke jantung pertahanan lawan. Akibatnya karena pengaruh lapangan yang buruk.
Saya pun berharap pemerintah kita mencontoh negeri tetangga kita punya lapangan yang cukup baik termasuk dalam kondisi hujan. Saya pun lumayan banyak menyaksikan dari sejumlah pertandingan dari negeri tetangga melalui channel Youtube. Terbukti lapangan tetap terawat dengan baik walaupun hujan sangat deras sekalipun. Mereka menganggap rumput adalah masalah sensitif yang harus diperhatikan dan dibenahi.
Rumput itu jati diri bangsa
Bagaimana perasaan anda sebagai penonton saat melihat pertandingan dengan kondisi lapangan layaknya kubangan?
Pasti buru-buru Anda memindahkan channel TV ke acara lain yang lebih menghibur, mengabaikan Timnas yang sedang bertarung membawa nama bangsa selama 90 menit di atas lapangan.
Lalu bagaimana kalau kalian yang harus menjadi pemain?
Pasti mereka berpikir dalam hatinya:
Ini cobaan apalagi?
Walaupun bagi pemain Timnas ini sudah terbiasa karena banyak dari pertandingan liga yang berlangsung dalam kondisi becek.
Bagaimana kalau yang bertanding ialah tim tamu yang datang jauh-jauh dari negerinya dan kemudian bermain di lapangan yang penuh dengan lumpur pasti harga diri bangsa dipertaruhkan. Kemudian disiarkan di TV baik siaran lokal dan bahkan disiarkan oleh TV negara tersebut, semakin malu sebuah bangsa.