Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Rosyidi
Muhammad Iqbal Rosyidi Mohon Tunggu... Petani - Suka iseng dan mikir acak

Peneliti di Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. Tertarik dengan isu kepariwisataan, lingkungan, dan perkotaan.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Apakah "Travel Bubble" Solusi bagi Kepariwisataan Indonesia?

26 Mei 2020   15:40 Diperbarui: 27 Mei 2020   10:12 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Satoshi Kambayashi via https://www.economist.com/

Istilah travel bubble sendiri saat ini sedang hangat diperbincangkan di dunia, yang diprediksi menjadi salah satu jalan untuk menghidupkan kembali aktivitas pariwisata internasional. 

Travel bubble atau disebut juga sebagai corona corridor maupun safe travel corridor merupakan bentuk kerjasama antar dua negara atau lebih yang secara epidemiologis telah sukses menurunkan jumlah kasus penyebaran Covid-19 dan memiliki kapasitas pelayanan kesehatan, pengujian, pengawasan, hingga telusur kontak yang memadai dan layak. 

Masyarakat yang tinggal di dalam bubble akan dapat melakukan perjalanan dengan bebas tanpa harus mengikuti persyaratan karantina mandiri. Langkah tersebut tentunya akan memangkas berbagai prosedur sehingga masyarakat dapat melintasi perbatasan secara 'simpel'.

Estonia, Lituania, dan Latvia, yang ketiganya merupakan negara Baltik, adalah negara-negara yang pertama kali mencetuskan ide ini dan berhasil mengimplementasikannya pada 15 Mei yang lalu. 

Sebagai negara yang bertetangga, memiliki kemiripan kultur, dan telah sukses menangani penyebaran Covid-19 (setidaknya sejauh ini), travel bubble adalah upaya yang sangat mungkin dan cukup aman untuk dilakukan guna memacu kembali perekonomian melalui aktivitas perjalanan wisata lintas negara.  

Australia dan Selandia Baru; Republik Ceko, Slovakia, dan Kroasia; serta Yunani, Cyprus, dan Israel saat ini sedang menjajaki berbagai kemungkinan untuk menerapkan travel bubble di negaranya.

The Economist memprediksi akan muncul berbagai bubble lainnya, terutama di benua Eropa dan Asia Pasifik. Prediksi tersebut, didasarkan pada perkembangan epidemiologis penyebaran Covid-19 pada masing-masing negara. 

Untuk di benua Eropa, koridor pariwisata lintas negara dapat membentang dari kawasan Baltik hingga Adriatik, yaitu dari Norwegia hingga Yunani dan Cyprus. Sedangkan di Asia Pasifik, bubble dimungkinkan terjadi di negara Asia Timur yang membentang dari Jepang, Tiongkok, hingga Thailand.  

Koridor ini setidaknya mampu berkontribusi setidaknya 27% dari GDP dunia.  Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura yang saat ini masih berjuang menekan jumlah penyebaran, tidak dimasukkan dalam potensi travel bubble di Asia Pasifik. 

Meski travel bubble membawa sejumlah keuntungan, terutama bagi negara kecil, namun tetap ada tantangan yang dihadapi di antara negara-negara tersebut. 

Adalah komunikasi mengenai peraturan dan petunjuk keamanan di antara negara yang berada di dalam bubble tersebut yang harus disampaikan secara jelas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun