Aku juga iri dengan mereka yang duduk rapi di dalam rak lemari kaca itu, sungguh sangat anggun sekali penampilannya serupa ratu yang duduk di kursi singgasananya.Mereka berbaris dengan pakaian yang sama, dengan nama yang sama, lalu berderet sesuai urutannya.
Tuhan yang menciptakannya benar-benar sangat telaten.
Lalat sudah banyak yang datang, sebentar lagi pesta akan dimulai, aku kenal dekat dengan salah satu dari mereka. Lalat itu punya pengetahuan yang luas, dia sering singgah di tubuhku yang sintal.
Aku lebih menyukai lalat ketimbang tikus.Â
Meskipun indra penciuman mereka buruk, tapi mereka adalah makhluk yang paling jujur di atas muka bumi ini. Tatkala semua makhluk memuja bunga, mereka, lalat itu tetap saja memilih bangkai.
Dengan bekal 4000 lensa mata, lalat dengan mudah menyerap pengetahuan dari tubuhku juga tubuh teman-temanku yang berbaris rapi di rak-rak itu. Kehadirannya pun tidak mengganggu keberadaanku dan teman-temanku.
Tidak seperti tikus mesum itu.
***
"Psst... Bonar... Bonar," panggil Ngadimin dari kejauhan. Dia sedang berdiri di antara rak buku-buku Fiksi. Wajahnya agak pucat, air mukanya tampak takut.
Bonar menoleh, "Apaan?" balasnya sambil berteriak.
"Sini." Ngadimin melambai-lambaikan tangannya memanggil Bonar untuk beranjak mendekatinya.