Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sutarman Digigit Ikan Hiu

16 Juli 2024   22:58 Diperbarui: 17 Juli 2024   07:30 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dekatnya, Sutarman melayang di dalam air, matanya tertutup, menikmati kedamaian yang hanya bisa ditemukan di bawah permukaan laut.

Kulitnya yang terbiasa dengan sentuhan air laut, kini merasakan sesuatu yang berbeda. Sirip-sirip mungil bayi hiu itu menyentuhnya dengan lembut, seperti belaian yang penuh kasih. Sutarman tersenyum, merasakan hubungan yang dalam dengan makhluk laut kecil ini.

Bayi hiu itu merasakan betapa nyamannya mengibaskan sirip-sirip mungilnya, menyentuh bulu halus yang menutupi kulit Sutarman.

Sentuhan itu bukan hanya fisik, tetapi juga emosi. Ada rasa saling mengerti yang tidak membutuhkan kata-kata. Sutarman dan bayi hiu itu berbagi momen dalam keheningan yang penuh makna. Dalam sunyi itu, keduanya bersenandung bersama, mengikuti irama alam yang tidak kasat mata.

Gelembung udara yang keluar dari paru-paru Sutarman naik perlahan ke permukaan, membunyikan melodi yang harmonis. Bayi hiu itu mengikuti gelembung-gelembung itu dengan penuh rasa ingin tahu. Setiap gelembung adalah sebuah lagu, dan setiap lagu adalah sebuah cerita.

Di dalam air yang biru dan tenang, Sutarman bersama bayi hiu itu menyatu dalam keselarasan alam. Mereka berbagi dunia yang penuh dengan kedamaian dan keindahan. Tidak ada ketakutan, tidak ada kecemasan, hanya ketenangan yang dalam. Di sini, di bawah permukaan laut, mereka menemukan sebuah persahabatan yang tulus dan murni.

Nampak ada sesuatu yang berbeda. Bayi hiu yang tadinya berenang dengan anggun tiba-tiba menunjukkan reaksi yang tidak biasa. Dalam sekejap, gigi-gigi tajamnya menyentuh kulit Sutarman, menancap dalam merobek kulit Sutarman.

Sutarman terkejut ketika kulitnya robek oleh kekuatan alam yang tidak terduga ini. Namun, dia tidak marah. Alih-alih, dia merasa terhubung dengan bayi hiu itu dalam momen yang intens. Tidak ada rasa permusuhan dalam gigitan itu.

Bayi hiu itu, setelah menggigit, segera bergerak menjauh. Sutarman mengamati gerakannya dengan penuh perhatian. Apakah ini bentuk pertahanan? Ataukah hanya sebuah kesalahan yang terjadi di tengah keadaan alam yang terus berubah?

Seketika, Sutarman merasa seperti memahami sebuah pesan yang terkandung dalam gigitan itu. Mungkin ini adalah cara alam memberitahunya bagaimana berinteraksi dengan makhluk lain.

Meskipun penuh keindahan, tetaplah memiliki risiko dan perlu dihormati. Bayi hiu itu tidak bermaksud menyakiti, melainkan mengingatkan akan keterbatasan bersama kompleksitas hubungan antara manusia dan dunia bawah laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun