Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dosa yang Kau Titipkan di Dalam Rahimku

5 Juli 2024   00:21 Diperbarui: 5 Juli 2024   00:29 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar oleh Ranjeet dari pexel.com

SETELAH hari itu, kisahku begitu berat. Setiap langkah yang kuambil, selalu saja hadir bayangan kelam yang mengikuti, terbayang sebuah kesalahan yang bukan hanya milikku. Aku menjadi penjaga rahasia kelam yang kau tinggalkan, aku harus memikul beban yang tidak seharusnya kuemban.

Setiap malam, dalam kesunyian, aku berdialog dengan Tuhan, memohon ampunan mengharapkan belas kasihnya. Semakin dalam aku berdoa, dosa itu menyeruak dalam bayangan hitam yang menari di sudut pikiranku, merayap masuk tanpa permisi. Dalam doa-doa panjang yang kulangitkan, aku merasakan kehadiran dosa itu, bagai luka yang kini sudah bernanah.

Kau tinggalkan warisan dosa dan aku yang harus menebusnya. Padahal, aku hanyalah penonton dari drama hidup kau, aku terjerat dalam kisah yang tidak pernah dapat kumengerti. Hatiku penuh dengan rasa bersalah, bukan karena tindakanku, tetapi karena dosa yang kau sematkan padaku.

Dalam tiap netra yang menatap kisahku. Aku melihat dengan jelas cerminan dosa itu. Apakah mereka tahu? Apakah mereka bisa merasakan beban yang kupikul? Aku bertanya-tanya, sampai kapan aku harus hidup dalam bayang-bayang kesalahan kau? Setiap hari aku berjuang, setiap malam aku bertarung, dan setiap doa aku berharap agar terlepas dari belenggu dosa kita.

Tidak pernah terbayang olehku, kau akan menitipkan dosa di dalam rahimku. Ironisnya, aku mulai merasa terikat pada dosa yang kini berdetak bersama jantungku. Setiap kali aku memikirkanmu, rasa bersalah itu memenuhi pikiranku.

Setelah hari itu, kisah kita berdua menjadi begitu berat. Entah mengapa, aku dapat memberikan kesucian yang selama ini kujaga dengan sepenuh hati dan membuatmu hadir ke dunia ini. Aku mencintaimu dengan cara yang tidak dapat kujelaskan. Gerakan lembutmu, sentuhan kecilmu di perutku membangkitkan kembali ingatan dosa itu, menghidupkan keinginan yang paling aku benci untuk aku cintai.

Dalam kehangatan pelukkanmu di dalam rahimku, aku merasa seperti sedang merayakan ketidaksenonohan, aku terbuai dengan kehadiranmu, karena hidupku terlalu lama sepi, hidupku terlalu lama sendiri.

Dalam doa-doa yang tertuju padamu, aku mencari pengampunan, tetapi dosa ini terus berdenyut dalam rahimku. Bagaimana bisa aku meminta maaf untuk sesuatu yang terasa begitu nyata dalam diriku? Bagaimana bisa aku memohon ampun untuk dosa yang justru kucintai?

Sekarang, pertanyaan yang paling menghantui hatiku: Haruskah aku mengakhiri hidupmu yang kini berdetak bersama jantungku? Haruskah aku menghancurkan bagian dari diriku yang paling kucintai sekaligus paling kubenci?

Tidak. Aku terlalu mencintaimu meskipun aku dan ayahmu telah menitipkan dosa itu. Aku menamaimu dengan nama yang paling indah di dunia. Ayunina Yasmin Athira yang berarti bunga melati cantik dengan harum yang semerbak.

"Permisi, Kak... mau pesan makanan sekarang?" tanya pelayan yang tiba-tiba muncul di hadapanku, membuatku terkejut. Sontak kututup buku harian milik ibu yang sudah usang, aku memukannya kemarin di dalam lemari.

Aku sudah sering ke kafe ini bersama Mas Harjo, kami menghabiskan waktu berjam-jam dengan canda-tawa, terkadang menggibah bos, teman, tentang segala hal yang membuat kami tertawa lepas tanpa beban. "Milkshake Vanila, aja." Pelayan itu tidak langsung memunggungiku, matanya berbicara, mengapa aku sendiri?

Aku dan Mas Harjo sudah tidak lagi satu kantor, Mas Harjo memilih untuk pindah ke perusahaan kompetitior. Hari itu, aku baru menyadari ternyata aku kehilangan seseorang yang berharga dalam hidupku, aku menangisi acara perpisahannya sementara bola mata Mas Harjo menatapku dengan jutaan pertanyaan.

Beberapa hari kemudian, aku tumpahkan semua isi hatiku pada Mas Harjo. Aku tidak punya siapa-siapa di dunia ini tidak punya kakak, tidak juga adik, sementara ibuku sudah pergi jauh meninggalkanku sejak aku duduk di bangku SD, menyusul ayah ketika aku SMP, aku tumbuh dan besar bersama Bude yang suaminya senang mabuk-mabukkan dan berjudi.

Aku dan Mas Harjo semalam bertengkar. Seharusnya dia sudah tiba di sini, di kafe ini setengah jam yang lalu. Memang bukan salahnya, tapi juga bukan salahku. Aku hidup sendiri, aku ingin merasakan kasih sayang, aku ingin merasakan cinta dari laki-laki yang telah membuatku nyaman.

Aku terlalu nyaman bergelayut di lengannya, hingga dengan rela aku melepas kesucian yang telah aku jaga dengan sepenuh jiwa. Dalam peluknya, semua keraguan menghilang, tergantikan oleh hasrat yang memburu nafsuku. Aku lebih berdosa dari ibu dan ayah, karena Mas Harjo sudah beristri dengan tiga orang anak yang lucu.

Haruskah aku mengakhiri semuanya demi mengembalikan kesucian yang telah hilang, atau terus hidup dalam dosa yang membuat hatiku dihantui rasa bersalah? Haruskah aku mengakhiri hidupnya yang kini berdetak bersama jantungku, atau menerima dosa yang kau titipkan di dalam rahimku?

-Tamat-

Iqbal Muchtar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun