Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Argumentum Ad Hominem

5 Juni 2024   11:57 Diperbarui: 5 Juni 2024   13:45 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar oleh Mikhail Nilov dari pexel.com

"Anton, kita sudah berkali-kali berbicara tentang hal ini. Argumen ad hominem tidak akan membawa kita ke mana-mana. Kita perlu fokus pada data dan solusi, bukan pada siapa yang mengatakannya."

Diskusi di kafe menjadi semakin panas. Moderator sekali lagi turun tangan, berusaha menenangkan suasana. "Kita di sini untuk mencari solusi bersama. Mari kita hindari serangan pribadi dan fokus pada topik utama."

Setelah diskusi berakhir, Budi merasa lelah dan kecewa. Ia merasa bahwa Anton tidak benar-benar mendengarkan argumennya dan hanya mencari cara untuk merendahkannya. Malam itu, Budi memutuskan untuk menulis di blog pribadinya tentang pentingnya menghindari kesalahan logika dalam debat.

"Saat kita terjebak dalam Argumentum ad hominem, kita mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya dan merusak kualitas diskusi. Kita harus belajar untuk mendiskusikan ide dan fakta tanpa menyerang pribadi," tulis Budi.

Anton, di sisi lain, merasa frustrasi karena merasa bahwa Budi tidak memahami realitas praktis dari implementasi kebijakan yang diusulkannya. Ia merasa bahwa idealisme Budi, meskipun bermaksud baik, tidak memperhitungkan dampak nyata pada masyarakat.

Beberapa minggu kemudian, kafe itu mengadakan acara lain tentang solusi praktis untuk masalah lingkungan. Budi datang dengan harapan bisa berdiskusi secara konstruktif. Namun, kali ini ia memutuskan untuk lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.

Saat diskusi berlangsung, Anton kembali melontarkan komentar yang meremehkan pandangan Budi. "Kita harus realistis, tidak seperti beberapa orang yang hanya bisa bicara tanpa memberikan solusi nyata."

Budi tetap tenang dan memutuskan untuk tidak menanggapi secara langsung. Ia tahu bahwa melanjutkan perdebatan dengan serangan pribadi hanya akan memperburuk keadaan. Sebaliknya, Budi fokus pada argumen-argumen lain yang lebih terbuka dan konstruktif.

-Tamat-

Iqbal Muchtar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun