Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tidak Akan Pernah Hilang

24 Mei 2024   14:34 Diperbarui: 24 Mei 2024   14:37 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kei segera menghempaskan pantatnya di motor, "Jalannya pelan-pelan aja ya, Pak." 

"Iya, Neng," jawab pria yang sudah berumur itu sambil menggangguk. Kei melihat sesuatu yang berbeda, ketika pria itu menggangguk, lebar pundak supir ojek online itu mirip persis seperti pundak Ayah, baru beberapa meter roda motor itu berputar, pikiran Kei sudah terbang jauh melintasi waktu, terlintas di benak Kei ketika pertama kali Ayah mengantarnya kuliah, Kei tidak tahu angkutan umum yang melintasi kampusnya itu, Ayah mengantar Kei dan menunjukkan padanya angkutan umum yang melintasi kampus Kei dengan motor tua kesayangan Ayah.

Tanpa terasa beberapa bulir air membendung di sudut kelopak matanya, sosok yang selalu hadir di setiap langkah Kei, memang benar kata orang, cinta pertama seorang anak perempuan itu adalah ayahnya.

***

"Ayah..." teriak Kei sambil memeluk Ayah, deraian air mata banjir membasahi pipinya, Ayah tidak lagi membuat Kei tertawa terbahak-bahak kali ini, Ayah hanya diam mematung dengan selang infus yang masih menancap di lengan kirinya. 

"Udah... sini Kei," Ibu menarik Kei menjauh dari tubuh Ayah yang terbaring kaku di atas ranjang di ruangan IGD, "Ikhlasin Ayah, Kei," lanjut Ibu sambil menitikkan air mata, Kei langsung memeluk Ibu, tangisan mereka berdua bersautan memenuhi ruangan IGD.

"Ayah..." teriak Zul dari pintu depan IGD, "Ayah tunggu Zul lulus dulu, Zul mau foto wisuda sama Ayah..." tangis Zul pecah, dia mearung-raung di samping ranjang, mengoyang-goyangkan tubuh ayahnya, "Ayah..."

Bagi Kei, hari itu adalah hari di mana Ayah mengecewakannya, karena Ayah telah berjanji pada Kei, Ayah berjanji akan hidup sampai usia tujuh puluh tahun, Ayah juga berjanji akan menemaninya di pelaminan bersama laki-laki yang berhasil meluluhkan hati Kei dan merencanakan kehidupan yang indah seperti Ayah dan Ibu, Ayah juga berjanji akan memberikan nama bagi cucu pertamanya. Semua janji itu terbang bersama nyawa Ayah yang tidak dapat diselamatkan.

Ayah Kei sudah menjadi korban dari ketidakadilan, korban dari perampasan hak, korban dari pemikiran picik para pengusaha yang kotor. Ayah Kei adalah seorang pedagang, dia mempunyai sebuah toko kecil di pasar tradisional, pasar itu memang terlihat kumuh, namun banyak memberikan manfaat bagi para pengunjung dan pedagangnya.

Semua aktifitas pedagang dan masyarakat sekitar berjalan seperti biasanya hingga muncul seorang pengusaha yang melihat pasar itu sebagai pohon uang, dia ingin mengubah pasar itu menjadi pasar modern, banyak pedagang yang tidak setuju, karena selain membuat biaya sewa toko mahal, tentunya juga akan berpengaruh terhadap harga jual barang-barang, sementara pendapatan penduduk sekitar pasar masih rendah.

Berbeda dengan Ayah Kei, dia tidak memihak pada siapa pun, karena baginya rejeki itu sudah diatur oleh Tuhan, seperti apa pun bentuknya pasar nanti, Tuhan sudah menetapkan rejeki setiap manusia yang berjualan di pasar itu, karena tidak memihak siapa pun, membuat dirinya sering disambangi oleh orang-orang yang tidak dikenal, ada yang marah-marah, ada yang menawarkan sejumlah uang, Ayah Kei tetap teguh pada pendiriannya, bahkan dia berencana untuk pindah ke pasar yang lain kalau memang akhirnya pasar itu jadi dibongkar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun